Buku ini memaparkan tentang bagaimana perilaku seseorang bisa berubah mengikuti perkembangan zaman. Tentu saja perubahannya tidak terpaku pada satu hal saja, melainkan banyak hal.
Judul Buku   : Disrupsi Perilaku
Penulis       : Abdul Aziz SR, dkk
Penerbit     : Intrans Publishing
Tahun Terbit : 2022
Halaman     : vi + 126
ISBN Â Â Â Â Â Â Â : 978-623-6709-38-2
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan ilmu kebudayaan yang ada di Indonesia, kerap kali ditemukan adanya sikap manusia yang ikut berkembang, sesuai dengan perkembangan IPTEK, budaya, dan lain sebagainya. Tentu saja perubahan sikap ini menjadi salah satu hal yang paling sering dilihat oleh pemerintah. Terkadang, perubahan yang dihasilkan merupakan perubahan yang baik atau setidaknya dapat mencerminkan tata krama dalam perilaku (ciri khas warga Indonesia). Namun, terkadang juga ada ditemukan sikap atau perilaku yang kurang berkenan atas berkembangnya suatu ilmu. Misalnya, ketika anak-anak kelahiran 2005 ke atas dapat gawai, tentu saja akan mereka gunakan untuk bermain (sesuai kebudayaan yang berkembang, misalnya aplikasi TikTok). Selain IPTEK, ada pula serial drama yang tentu saja menjadikan remaja Indonesia kini menjadi budak drama korea. Seperti yang kita tahu, drama bukanlah suatu hal yang dapat dihindari. Namun, jika remaja Indonesia sudah ketagihan, hal ini tentu saja dapat memengaruhi psikologi dan perilaku yang ditimbulkan, apalagi drama yang ditonton tidak sesuai dengan usia mereka. Padahal, dulu remaja Indonesia itu selalu mengolah fisiknya dalam bermain, yang tentunya sudah berbeda dengan kenyataannya sekarang.
Contoh nyatanya sebenarnya tidak itu saja. Buku ini juga dilengkapi dengan contoh nyata mengenai perkembangan pandemi di Indonesia. Budaya pandemi, seperti penggunaan masker dan penerapan protokol kesehatan lainnya merupakan sebuah perilaku yang harus dilestarikan agar perkembangan virus tidak terlalu cepat, atau bahkan berhenti. Selain itu, di masa pandemi juga diwajibkan vaksin agar virus tentu saja bisa segera hilang dari Indonesia. Dengan adanya kewajiban-kewajiban baru, mengikuti perkembangan budaya pandemi, tentu saja dapat mengubah doktrin masyarakat yang akhirnya menimbulkan disrupsi perilaku. Apalagi, setelah ada aturan jangan saling bersalaman atau bersentuhan, yang tentunya membuat perubahan antara perilaku masyarakat sebelum adanya pandemi (salim itu wajib hukumnya di Indonesia, menyatakan sopan santun) yang kini hilang begitu saja.
Tidak hanya berdasar pada situasi pandemi Covid-19, buku ini juga mencontohkan dinamika kebudayaan warga yang berimbas pada mereka. Imbas atau dampak inilah yang dijadikan patokan dari getaran disrupsi perilaku. Yusri Fajar, salah satu penulis buku, menjabarkan jikalau seseorang terdampak virus, maka ia harus melakukan isolasi mandiri (isoman). Selama isoman, mereka tentu saja akan merasa kesepian, mengingat mereka harus menjauh dari kerumunan. Apalagi jika orang yang terdampak Covid-19 memiliki kepribadian yang supel. Mereka akan merasakan kesepian, tertekan, atau malah menjadi sulit sembuh dari penyakit itu. Namun, dengan adanya teknologi dan aplikasi-aplikasi seperti whatsapp, hal inilah yang memudahkan mereka untuk berkomunikasi meskipun terhalang jarak oleh mereka. Dengan adanya perkembangan teknologi seperti aplikasi whatsapp, muncullah situasi atau perilaku baru yang tentunya semakin baik (dalam artian membantu mereka yang sedang isolasi mandiri).
Selain itu, buku ini juga dilengkapi sikap disrupsi yang dialami mahasiswa. Kali ini, disrupsi yang digambarkan berasal dari sikap mahasiswa yang acuh tak acuh, alias apatis, terhadap politik. Padahal, masa depan politik Indonesia sendiri berada di tangan mereka. Namun, perubahan sikap yang seperti inilah yang harus perlahan dikikis oleh usaha dosen, menteri, hingga pemerintah. Bukannya kenapa-kenapa, coba bandingkan saja dengan sikap mahasiswa di tahun 80-90-an! Mahasiswa pada masa itu benar-benar menaruh aspirasi yang sangat tinggi pada kelangsungan negara Indonesia. Sangat berbanding terbalik dengan mahasiswa zaman sekarang yang kurang memiliki rasa kepedulian pada politik Indonesia. Memang, beberapa mahasiswa masih memiliki rasa tanggung jawab itu, tetapi tak sedikit pula yang kini sudah apatis dan menganggap politik Indonesia adalah sampah.
Buku Disrupsi Perilaku yang ditulis oleh 11 penulis ini menggambarkan contoh-contoh pergeseran perilaku manusia, beberapa contohnya seperti yang sudah dijabarkan di atas. Dengan adanya disrupsi perilaku, hal ini akan menjadi pembeda 180 derajat dengan aturan-aturan atau perilaku yang dulu sudah ada. Perbedaan ini bisa timbul dikarenakan adanya perkembangan IPTEK, budaya, dan tentunya masyarakat itu sendiri. Buku ini sangat cocok dibaca oleh mereka yang memiliki ketertarikan dengan hal-hal antropologi, psikologi, dan sosiologi. Selain itu, politikus juga dapat membaca buku ini untuk memberikan gambaran atau deskripsi mengenai perubahan-perubahan sikap mahasiswa jika suatu saat sedang mengadakan penyuluhan di perguruan tinggi. Tak hanya sebatas itu saja, dosen, guru, dan mahasiswa juga disarankan untuk membaca buku ini agar bisa berpartisipasi dalam disrupsi perilaku. Meskipun disrupsi perilaku tak bisa dihindari, setidaknya peran masyarakat untuk tetap berada di jalan yang benar (bermoral, bernorma, dan baik), perubahan disrupsi perilaku tak akan membuat gundah lagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H