Memasuki tingkat dua, ketika saya menyelesaikan pendidikan sarjana di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Halu Oleo (UHO) pertanyaan ini mulai muncul. Hal tersebut dipicu oleh adanya fakta bahwa banyaknya komunitas/perkumpulan yang mengatasnamakan asal daerah/desa/kampung halaman masing-masing. Sebagai contoh persatuan mahasiswa desa xxx.
Saya mulai bingung, saya ini mau mengikuti komunitas yang mana. Sedikit perkenalan, saya lahir di Kendari, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara, lalu masa kanak-kanak saya habiskan waktu di Desa Latompa, sebuah desa yang terbentuk karena adanya kebijakan Transmigrasi Lokal tahun 1980 an. Desa ini adalah bagian dari Kec. Maligano, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.
Di desa tersebut, kami statusnya adalah "transmigran" lokal. Ayah saya yang bertugas di kantor yang dulu kalau tidak salah bernama Dinas Transmigrasi dan Pemukim Peramba Hutan menjadikan kami ikut serta waktu itu. Bagaimana sampai masuk sebagai "warga" transmigrasi nanti ada edisi khususnya... he he he... Intinya mulai dari umur 3 Â - 10 tahun sebagian besar hidup saya berada di desa ini.
Ketika umur kelas 3 SD saya "memaksa" orang tua untuk pindah ke Kota Raha, Ibu Kota Kab. Muna. Begitu cerita orang tua saya waktu itu. Bahwa saya tidak akan melanjutkan sekolah kalau tidak pindah ke Kota. Ha ha ha........ rupanya waktu itu saya takjub dengan Kota ketika harus menemani kakek saya yang dirawat di Rumah Sakit, seingat saya sampai harus beberapa minggu meninggalkan sekolah karena harus "mengawal" kakek sampai di Kendari. Namun Tuhan lebih sayang beliau sehingga saya hanya sampai kelas 3 SD merasakan kehadiran seorang kakek (Ayah dari Ayah saya).
Singkat cerita, saya menghabiskan waktu sejak kelas 3 SD sampai lulus SMA di kota yang dikenal dengan jati dan metenya itu. Dulu klu tidak salah ada tugu mete di tengah kota namun sekarang sudah berubah, sebagai ganti sekarang dibangun tugu jati. Tugu yang menjadi simbol kota ini.
Lebih tepatnya saya menghabiskan hidup saya di daerah "mangga kuning". Sebuah kelurahan dengan keunikannya, masih banyak kebun coklat dan mangga waktu itu di kelurahan ini. Menjadi arena balapan liar kami..... disitu.
Desa seperti Labasa (Kab. Muna), Lakapera (Kab. Buton Tengah), Latompa (Kab. Muna), Kambara (Kab. Muna Barat) juga merupakan tempat yang selalu menjadi pilihan untuk liburan sekolah. Banyak kenangan indah di desa tersebut. Sebagai contoh, di Kambara (Muna Barat) pesisir Pajala adalah salah satu tempat menhabiskan libur. Kekayaan ikan didaerah ini menjadi pemicu sy harus bermalam, dilaut atau ditepi pantai sekalipun. Paman (Adik dari Ibu saya) yang "mengenalkan" indahnya tepi pantai Pajala itu. Baik siang atau malam hari.... Sungguh nikmat rasanya.
Kemudian ketika melanjutkan studi, saya kembali ke Kota Kendari, sebagai tempat lahir, rupanya kota ini bersahabat dengan saya, sampai akhirnya saat ini saya berkarir di Universitas Halu Oleo, sebuah universitas besar di Kota Kendari bahkan di Sulawesi Tenggara. Nah seperti judul tulisan ini, "dimana kampung halamanku?" Secara spesifik tidak bisa saya menunjuk salah satu daerah/desa atau kampung. Akhirnya memang ketika itu saya tidak masuk pada salah satu komunitas dari daerah/desa/kampung yang saya sebutkan itu. Namun ada satu komunitas saya ikuti diakhir-akhir saya berstatus sebagai mahasiwa S1 waktu itu, yaitu "Kerukunan Mudika Liwu Melola". Â Akan ada cerita tentang ini____ "liwu melola".
Salam
Natalis Ransi
Tulisan ini didedikasikan untuk acara bicang santai pada program Ayo Bincang Santai (ABS) bersama Dr. Irianto Ibrahim tanggal 20 Juli 2020 mendatang. Di channel ini.