Tampaknya hanya satu cara yang mampu mereka, para penentang pemerintah lakukan, dan satu-satunya cara bagi mereka melawan ketertinggalan di survey, adalah dengan mengumbar perbendaharaan kata-kata negasi tentang prestasi Jokowi bersama pemerintahnya.
Dengan menyebut fakta sebagai kebohongan, dan bahkan mereka hanya percaya dengan jajak pendapat versinya sendiri, secara tidak langsung sesungguhnya mereka sedang menipu dirinya sendiri. Sebut saja fakta tentang peristiwa perundungan di area CFD Jakarta, meskipun sudah jelas gambar dan beritanya, tetap saja para penentang itu memelintir cerita, seolah-olah ada kode khusus yang sangat meyakinkan di kedua kubu, dengan menyebut bahwa hal itu bukti ada skenario yang dibuat untuk mendiskreditkan kubu mereka.
Ketua DPP Gerindra Habiburokhman menyebut tidak ada dasar hukum yang melarang aksi dengan penggunaan kaus #2019GantiPresiden di area Car Free Day (CFD). Sebab, kaus #2019GantiPresiden bukan atribut partai politik. "Tidak ada dasar hukum untuk melarang aksi pemakaian kaus #2019GantiPresiden di car free day Jakarta. Sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 2 Pergub DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2016 yang dilarang hanyalah acara kepentingan partai politik dan SARA serta orasi ajakan yang bersifat menghasut," kata Habiburokhman kepada wartawan, Jumat (4/5/2018).
Narasi yang memuat pernyataan politik, dan sengaja diumbar di area publik, sangat jelas pihak mana yang harus ditunjuk sebagai inisiatornya. Jika bukan merupakan agenda politik, apa perlunya kegiatan seperti itu dilakukan, apa lagi dengan melakukan perundungan kepada pihak lain yang tidak sepaham. Sesungguhnya pada titik inilah keberatan masyarakat semakin menjadi.
Karena demokrasi tidak bisa dikotori oleh tindakan intimidasi, apa lagi kita duga hal ini merupakan bagian dari agenda kampanye terselubung, harus sekuat tenaga diantisipasi agar tidak berkembang tanpa kendali.
Kata kamuflase barangkali paling tepat untuk mengatakan kegiatan ini sebagai cara para penentang Jokowi melakukan agenda politik mereka. Bagaimanapun kita tidak bisa menafikkan fakta, di tingkat elit mereka menyebarkan ujaran yang menohok ke arah Presiden, sementara di tingkat akar rumput ada upaya sistematis melalui skema penggalangan massa seperti di area CFD tersebut.
Cara para tokoh mereka untuk berkelit dari tuduhan tindakan tidak terpuji itu, juga cukup menggelikan. Dalam kesempatan konferensi pers, Eggi Sudjana yang cukup vokal itu pun sengaja menggiring opini, bahwa Susi Ferawati yang menjadi korban bisa jadi merupakan bagian dari skenario mendiskreditkan para pelaku.Â
Padahal faktanya sangat kentara, baik dari berita maupun dari gambar yang beredar, sangat kecil kemungkinannya sang korban sengaja melebur diantara komunitas yang berseberangan. Perlu keberanian luar biasa untuk melakukan itu, dan barangkali hanya seorang aktor kawakan saja yang mampu menampilkan emosi bergaya akting. Dan tuduhan Eggi sungguh mengada-ada.
Kemudian muncul pula tudingan berdasarkan kenyataan, Susi Ferawati mengenakan gelang yang mirip dengan pelaku, seolah-olah hal itu mengindikasikan kesamaan orientasi politik diantara keduanya. Tuduhan seperti itupun bisa dikatakan sangat tendensius. Seperti disebutkan beberapa pihak, gelang itu adalah gelang yang mudah diperoleh dan cukup banyak dipilih oleh masyarakat, karena bisa dibilang sebagai benda favorit.
Tetapi kita perlu bersabar untuk menunggu perkembangan kasus ini di tangan pihak keamanan. Opini yang berkembang, dan gelagatnya sedang digiring untuk diasumsikan bahwa pihak pemerintah atau pendukungnya yang harus bertanggung jawab, tidak boleh dikesampingkan begitu saja.
Semoga Presiden dan jajaran kabinet tidak mudah terpancing dengan isu-isu negatif yang sedang berkembang. Boleh jadi hal-hal kecil yang mungkin akan disengaja dibesar-besarkan oleh oposisi, akan terus bergulir sejalan dengan situasi menjelang perhelatan pilpres.Â