Sebuah laporan investigasi terbaru mengungkap fakta mengejutkan bahwa dugaan korupsi di sektor pertambangan timah telah merugikan negara hingga 271 triliun rupiah. Temuan ini memicu kekhawatiran publik dan memicu pertanyaan serius tentang krisis kepercayaan terhadap pemerintah dan etika administrasi publik.
Kejaksaan Agung memaparkan berbagai modus korupsi yang terjadi di sektor pertambangan timah. Di antaranya adalah pemberian izin usaha pertambangan (IUP) ilegal, penambangan tanpa izin, manipulasi data produksi, dan suap kepada pejabat terkait (Suyanto, 2023).
Praktik korupsi ini bukan hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga membawa dampak negatif lainnya. Di antaranya adalah kerusakan lingkungan disekitar perairan dan pesisir atau deteriorasi lingkungan, rusaknya sumber daya alam biota laut, dan hilangnya mata pencaharian masyarakat lokal seperti nelayan (William, 2023).
Krisis Kepercayaan Publik
Dugaan Kasus korupsi pertambangan timah yang merugikan negara senilai 271 triliun rupiah yang melibatkan pejabat tinggi dan pengusaha telah memperkuat krisis kepercayaan publik. Masyarakat merasa kecewa dan marah atas tindakan korup para pejabat yang seharusnya melindungi dan mengelola sumber daya alam untuk kepentingan rakyat.
PT Timah, sebagai BUMN yang ditugaskan untuk mengelola kekayaan alam timah di Indonesia, tengah menghadapi krisis kepercayaan publik yang signifikan. Kasus korupsi yang melibatkan pejabat PT Timah telah berulang kali terjadi. Hal ini menimbulkan keraguan publik terhadap integritas dan akuntabilitas perusahaan. Pada tahun 2024, Kejaksaan Agung menetapkan 16 tersangka atas kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah terkait izin usaha pertambangan (IUP). Pada dasarnya kasus ini merupakan kasus yang terjadi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dari tahun 2015-2022 (Nufus, 2024).
Tantangan Etika Administrasi Publik
Dugaan kasus korupsi di sektor pertambangan timah menjadi contoh nyata tantangan etika yang dihadapi administrasi publik di Indonesia. Integritas, akuntabilitas, dan transparansi adalah prinsip-prinsip fundamental yang harus dijunjung tinggi oleh aparatur negara.
Namun, praktik korupsi yang marak menunjukkan bahwa masih banyak aparatur negara yang belum memiliki komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai etika tersebut.
Korupsi pertambangan timah yang menyebabkan kerugian sampai dengan Rp271 T termasuk dalam pelanggaran etika administrasi publik, hal itu dikarenakan tidak dilaksanakannya prinsip transparansi dan akuntabilitas mengenai wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) dimana diketahui total luas galian pada kasus ini di Bangka Belitung mencapai 170.363,064 hektare, sedangkan total luas galian yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) hanya 88.900,462 hektare (Putri, 2024).
Transparansi dan akuntabilitas merupakan ketentuan yang penting dalam pengelolaan pertambangan, hal ini diperlukan karena sektor pertambangan melibatkan berbagai pihak. Dengan diterapkannya serta dilaksanakannya prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam kegiatan pertambangan maka dapat membawa keuntungan yang besar seperti turut andil terhadap pertumbuhan ekonomi dan menurunkan angka korupsi yang sering terjadi di sektor pertambangan.
Langkah-langkah yang Perlu Diambil
Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah tegas untuk mengatasi krisis kepercayaan publik dan meningkatkan etika administrasi publik. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan:
1. Penegakan Hukum yang Tegas dan Transparan: Kejaksaan Agung perlu menindaklanjuti temuan laporan investigasi dengan melakukan penyidikan dan penuntutan hukum yang tegas dan transparan. Hal ini penting untuk memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi dan memulihkan kepercayaan publik terhadap hukum. Proses hukum harus dilakukan secara terbuka dan dapat diakses oleh publik. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada upaya menutupi atau memanipulasi kasus. Pemerintah juga perlu memperkuat KPK dengan memberikan kewenangan yang lebih luas dan sumber daya yang memadai. KPK harus dapat bekerja secara independen dan bebas dari intervensi politik.
2. Reformasi Tata Kelola Sektor Pertambangan: Pemerintah perlu melakukan reformasi tata kelola sektor pertambangan untuk menutup celah dan peluang korupsi. Hal ini dapat dilakukan dengan:
a. Memperketat proses pemberian izin usaha pertambangan (IUP).
b. Meningkatkan transparansi dalam pengelolaan pendapatan negara dari sektor pertambangan.
c. Memperkuat pengawasan terhadap kegiatan pertambangan.
3. Peningkatan Integritas dan Akuntabilitas Aparatur Negara: Pemerintah perlu melakukan upaya untuk meningkatkan integritas dan akuntabilitas aparatur negara. Hal ini dapat dilakukan dengan: membangun budaya kerja yang berintegritas dan akuntabel dan memberikan penghargaan kepada aparatur negara yang berprestasi dan menindak tegas aparatur negara yang korup.
4. Rehabilitasi Lingkungan: Pemerintah perlu melakukan rehabilitasi lingkungan yang telah rusak akibat kegiatan pertambangan timah. Hal ini untuk memastikan bahwa lingkungan dapat kembali pulih dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dalam kasus dugaan korupsi tambang timah yang merugikan negara senilai 271 T, mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap etika administrasi publik, yang dapat merugikan kepentingan publik dan citra institusi. Oleh karena itu, penting bagi pihak berwenang untuk memastikan bahwa proses hukum yang berlaku dijalankan secara adil dan transparan, dengan memperhatikan nilai-nilai etika administrasi publik yang harus diterapkan oleh pejabat publik. Dengan memegang teguh etika pejabat publik yang baik dan benar, kasus korupsi seperti yang menjerat sejumlah pejabat PT Timah sebagai BUMN dan pengusaha dapat dihindari dan sekaligus memperkuat prinsip-prinsip akuntabilitas, integritas pemerintahan dan transparansi, sehingga kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah dan BUMN dapat kembali pulih. Penegakan hukum yang tegas dan konsisten dalam kasus ini menjadi kunci untuk memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan mencegah terjadinya kembali kasus serupa di masa depan.
Penulis:
1. Mukhlisatun Ifah Afiari, 2216041041, Universitas Lampung
2. Natalia Sutanti, 2216041052, Universitas Lampung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H