Mohon tunggu...
enny eugenia
enny eugenia Mohon Tunggu... Lainnya - Serabutan

Mengabadikan Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Hari Kartini

21 April 2024   12:57 Diperbarui: 21 April 2024   13:12 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan sebut aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki. 

Tapi bukan berarti aku tidak butuh lelaki untuk aku cintai.

~Pramoedya Ananta Toer~

Hari ini kita Memperingati Hari Kartini yang jatuh setiap tanggal 21 April, banyak cerita soal perjuangan Raden Adjeng Kartini sebagai sosok perubahan yang membawa pergerakan emansipasi perempuan pada abad ke-19. Mungkin sebagian dari kita sudah tahu, seperti apa cerita perjuangan Kartini demi memajukan para perempuan pada kala itu yang sangat menginspirasi. 

Selain cerita perjuangannya memajukan pemikiran perempuan dengan niat mulia mendirikan sekolah khusus perempuan, ada juga cerita menarik tentang Kartini. Yakni, cerita tentang Kartini yang dipaksa menikah oleh keluarganya.

Kisah ini terjadi pada tahun 1903, saat Kartini berusia 24 tahun. Kala itu, usia 24 tahun sudah dianggap perawan tua bila tidak segera menikah. 

Sebagai perempuan yang lahir di kalangan bangsawan (ayah Kartini adalah Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat), Kartini diharuskan menikah dengan seseorang yang juga berdarah bangsawan. 

Maka itulah, sang ayah memaksanya menikah dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang saat itu menjabat sebagai Bupati Rembang. Kabarnya, Kartini dan sang suami memiliki perbedaan usia yang cukup jauh. (Kumparan 21/04/2021)

Karena ia menaruh hormat dan ingin berbakti pada sang ayah, akhirnya Kartini menerima pernikahan tersebut dengan syarat. Salah satunya syaratnya adalah ia tak ingin melakukan prosesi adat pernikahan dengan berjalan jongkok, berlutut dan mencium kaki suami. Hal ini adalah bentuk keputusannya yang menginginkan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. 

Selain itu, Kartini juga ingin tetap diperbolehkan mengejar cita-cita memajukan para perempuan Hindia Belanda. Ia ingin dibuatkan sekolah khusus perempuan dan meminta untuk mengajar sebagai guru di Rembang. 

Beruntung, syarat-syarat tersebut dipenuhi oleh Raden Adipati Djojodiningrat sehingga Kartini merelakan dirinya dipoligami dan dijadikan istri ke-4.

Pilihan untuk Menikah

Tempo.com
Tempo.com

Perempuan ketika memutuskan untuk menikah maka iya harus siap melepas segala atributnya, bukan berarti harus berhenti bekerja atau berkarir, sepintar atau secemerlang apapun karirnya, profesinya akan berubah menjadi ibu rumah tangga. Di masa sekarang ada banyak perempuan yang memilih untuk tidak menikah, bukan karena tidak menyukai lawan jenisnya (laki-laki) tetapi karena punya banyak pertimbangan. 

Menurut data Badan Pusat Statistik dalam 10 tahun terakhir, tren pernikahan di Indonesia terus turun secara tajam. Salah satu penyebab penurunan ini menurut BPS adanya pergeseran persepsi para kaum muda tentang pernikahan dan korelasinya dengan kualitas hidup, terkait dengan pendidikan dan status ekonomi.

Sementara itu Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN)mengungkapkan bahwa usia perempuan menikah cenderung semakin delay alias mundur. 

Ada banyak alasan mengapa perempuan memilih untuk tidak segera menikah. Yang pertama Meniti Karir Yang Gemilang; Berkarier adalah hal yang penting bagi banyak perempuan. Mereka ingin mengejar ambisi dan menggapai puncak karier sebelum menekuni peran sebagai istri dan ibu. Menjadi perempuan karier yang sukses adalah salah satu faktor yang bisa membuat perempuan tak ingin terburu-buru menikah. 

Mencari Kemandirian dan Kebebasan; Bagi sebagian perempuan, masa lajang adalah waktu untuk mencari kemandirian dan menikmati kebebasan. Mereka ingin mengenal diri sendiri dengan lebih baik, menjalani hobi, dan mengeksplorasi kehidupan tanpa merasa terikat. 

Mengatasi Trauma dan Pengalaman Buruk; Beberapa perempuan mungkin mengalami trauma atau pengalaman buruk di masa lalu yang membuat mereka ingin lebih fokus pada penyembuhan dan pertumbuhan pribadi sebelum memasuki hubungan yang lebih serius. 

Menyadari Pentingnya Pilihan Hidup; Perempuan modern semakin menyadari pentingnya memiliki pilihan dalam hidup. Mereka ingin menentukan langkah-langkahnya sendiri tanpa tekanan atau ekspektasi dari keluarga maupun masyarakat. 

Mencari Pasangan Yang Tepat; Menikah bukan hanya tentang memenuhi ekspektasi sosial, tapi juga tentang menemukan pasangan yang tepat. Beberapa perempuan mungkin ingin memberi diri mereka cukup waktu untuk mengenal diri sendiri dan menemukan pasangan yang benar-benar sejalan dengan nilai dan tujuan hidup mereka. 

Menyadari Tanggung Jawab Besar Menjadi Istri dan Ibu; Menjadi seorang istri dan ibu adalah tanggung jawab besar yang tidak bisa dianggap remeh. Beberapa perempuan ingin mempersiapkan diri secara mental dan emosional sebelum mengambil langkah tersebut. 

Belajar dari pengalaman Kartini yang menikah karena dipaksa keluarganya, juga masih terjadi pada kartini-kartini masa kini. Apakah dengan menggunakan cara  ini orang-orang sungguh memaknai arti pernikahan?

Menikah karena sering di juluki perawan tua, menikah karena desakan dari orang tua, menikah karena merasa kesepian, menikah karena kepentingan politik, menikah biar terlihat keren. 

Semoga dengan perayaan hari kartini pada tanggal 21 April 2024, Perempuan Indonesia semakin cerdas dalam berpikir dan bertindak.

Selamat Merayakan Kebangkitan Untuk Semua Perempuan Indonesia...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun