Banjaran, 20 September 2019 -- Siang itu Rostina yang akan diwawancarai tidak ada ditempat saat Pendamping dan Supervisor Program Keluarga Harapan (PKH) mendatangi rumahnya. Tetangganya yang lain langsung memberitahukan bahwa Rostina kemungkinan sedang bekerja ditanah lapang dekat Kantor Desa Mekarjaya. Bermodalkan rasa penasaran dengan apa yang disebut-sebut sebagai "Korsel" oleh pendamping maka Pendamping dan Supervisor beranjak ketempat Rostina bekerja.
Saat sampai ditempat langsung terlihat pemandangan layaknya pasar malam namun tak versi sederhana dan sedang tak terlalu ramai hanya beberapa anak yang terlihat tengah bermain wahana mandi bola dan mancing-mancingan. Dari situlah, langsung dimengerti maksud dari usaha "Korsel" yang dilakoni Rostina adalah pasar malam sederhana yang dilakukan Rostina sekeluarga bersama ayah, ibu, adik dan anaknya. Korsel yang terus berpindah secara rutin setiap seminggu sekali dari suatu tempat ke tempat yang lain.Â
Penghasilan yang Rostina dapat pun beragam dari 80.000 rupiah hingga 500.000 rupiah per hari. Rostina mengakui usahanya sekarang cukup memadai untuknya membiayai kehidupannya.Â
"Dulu nerima PKH karena ibu berhenti usaha soalnya melahirkan anak yang bungsu. Karena butuh ya diterima PKHnya. Tapi sekarang ibu sudah kembali usaha, malu sama yang lain yang lebih membutuhkan." Ujar Rostina saat ditanya alasannya keluar dari PKH.
Rasa malunya itu menjadi motivasi kuat Ia dan suaminya meminta kepada Pendamping PKH Kecamatan Banjaran, Asep Hidayat, untuk keluar. Bahkan pendamping juga mengedukasi apa efek dari keluar PKH karena keputusan yang Rostina buat sudah bulat, maka Ia tetap bertekad bulan September 2019 keluar dari PKH.Â
"Semoga aja kalau saya keluar digantikan dengan warga dari Mekarjaya juga yang lebih kurang mampu. Saya mah segini juga udah alhamdulillah sudah dibantu PKH menyekolahkan anak dulu. Sekarang anak saya sudah keluar, kalau untuk yang bungsu uang jajan mah, insyaallah sanggup." Ujarnya lagi saat ditanya untuk kedua kalinya yakin keluar dari PKH atau tidak.
Terlebih Rostina merasa sudah ada perubahan dalam hidupnya. Saat ia menerima PKH tahun 2018 kemarin, Ia sedang kesulitan ekonomi untuk menyekolahkan anak, untuk membeli susu anaknya yang baru lahir dan untuk membeli kebutuhan sehari-hari yang serba kekurangan. Tapi sekarang, Ia bisa menyisihkan hasil usahanya untuk membangun rumahnya menjadi bangunan permanen yang lebih layak.Â
Uang keuntungan usaha juga sudah mulai ia sisihkan untuk menabung agar bisa menambah modal usahanya. Anak tertuanya juga sudah berdagang seperti dirinya sehingga beban ekonominya tak seperti awal waktu menerima PKH. Maka saat pendamping PKH menyampaikan ada mekanisme untuk keluar dari PKH secara mandiri, Rostina dengan antusias menyambutnya.
Mekanisme yang tengah diusung pemerintah untuk mengoptimalkan penerima bantuan PKH agar semakin tepat sasaran dan tepat jumlah. Mekanisme ini akan terus dipantau demi mencapai target nasional untuk meningkatkan angka graduasi mandiri. Kinerja Pendamping PKH menjadi sangat terukur tak kala angka graduasi mandiri yang mereka capai cukup besar.Â
Graduasi mandiri juga merupakan indikator bahwa adanya perubahan seseorang yang tadinya menerima PKH tak mampu menjadi lebih mampu dan lebih sejahtera. Penyadaran akan bantuan pemerintah yang bersifat sementara dan sebagai dana stimuls inilah yang harus tertanam secara benar kepada seluruh PKH di seluruh Indonesia. Karena harapan dari adanya bantuan ini bukan menjadikan rakyat Indonesia bergantung kepada bantuan pemerintah melainkan menjadi pembuka jalan untuk mereka lebih berdaya saing dan mandiri.