Mohon tunggu...
Natalia Kristiani
Natalia Kristiani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Prodi Pendidikan Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Money

Memasuki Resesi, Ekonomi Tersendat dan Corona Meningkat

1 Juli 2021   11:13 Diperbarui: 1 Juli 2021   11:24 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Great depression merupakan hal yang paling buruk pada keadaan ekonomi industri pada tahun 1929-1939. Sejarah kembali terulang. Indonesia bukan hanya satu-satunya negara yang mengalami resesi, tetapi hampir di seluruh dunia mengalaminya. Dimulai dengan pemberitaan mengenai berbagai negara seperti Korea Selatan, Australia, Singapura. Resesi yang terjadi akibat pencegahan virus corona, sangat berdampak bagi perputaran ekonomi di dunia.

Indonesia sendiri sudah mengalami hal tersebut sejak pertengahan tahun 2020. Resesi ini, bisa semakin parah, dan bisa lebih parah dari Great Depression kala itu, atau ketika resesi pada tahun 1998.

. . .

Di Indonesia sendiri, penanganan virus corona pun banyak menuai pro dan kontra. Mulai dari awal adanya pandemi hingga saat ini, kebijakan selalu berubah-ubah dan tidak konsisten, malah kebijakan yang dibuat dari otoritas daerah dan pemerintah pusat terkadang berbeda dan semakin membuat rakyat kebingungan.

Di tengah kebijakan yang terombang-ambing layaknya di kapal yang sedang menerjang badai lebat. Beberapa menteri mengambil uang rakyat dengan korupsi, terlebih korupsi bantuan sosial.

. . .

Kemelut goncangan semakin diperparah akibat perusahaan mulai gulung tikar, bisa dilihat dari pemberitaan bahwa 24 juta orang kehilangan pekerjaannya akibat Covid-19 yang tidak mereda. Perusahaan yang menampung banyak orang seperti Ramayana, yang sebagai sumber ladang pekerja SPG/SPB tidak ada lagi.

Selain Ramayana, tanpa disadari penjualan Tupperware cukup memiliki peluang yang sedikit untuk terus bertahan di era pandemi. Narasumber berinisial RD yang merupakan ibu rumah tangga sekaligus pedagang keliling yang menjajakan baju dan Tupperware merasakan bagaimana susahnya menjual produk Tupperwarenya, sehingga produk hanya mengendap di rumahnya. Selain itu, narasumber juga bercerita bahwa pemasukannya tidak seperti dahulu. Jika dahulu bisa menjual seperti tempat makan, botol minum untuk kebutuhan sekolah, sekarang sudah tidak ada lagi semenjak pandemi melanda. Berada pada keadaan seperti ini, membuat narasumber ini hanya menjual baju saja, itupun di angsurkan "mau bagaimana lagi, kalau saya ga keliling (menjual baju/Tupperware) nanti untuk memenuhi kebutuhan keluarga saya gimana? Apalagi saya sekarang seorang diri karena suami saya sudah meninggal 4 tahun yang lalu" begitulah kira-kira yang dikatakan oleh narasumber ini. Ia mesti berdagang melalui orang-orang yang terkadang tidak memakai masker, dan mungkin tidak percaya akan Covid-19 itu nyata, hal yang dijalakan oleh narasumber ini sangat beresiko. Demi membiayai kebutuhan keluarganya, Ia harus bertaruh diantara penyakit dan ekonomi.

Bukan hanya RD saja yang mengalaminya, pedagang di luar sana juga mengalami hal serupa. Mereka sangat membutuhkan uang demi memenuhi kebutuhannya, di lain sisi virus Corona pun meningkat. Sekarang pun, varian Covid-19 sudah semakin ganas dan seluruh varian sudah ada di Indonesia, khususnya Jakarta.

. . .

Semenjak new normal, sektor kantor sudah mulai padat kembali, hingga hampir 50% sudah menjalani WFO (work from office). Terlebih wacana Herd Immunity yang direncanakan sepertinya tidak akan berhasil karena semakin menjalankan new normal, semakin banyak yang terkena virus dan akhirnya rumah sakit pun semakin penuh dan tidak sanggup menampung pasien covid maupun non covid.

Sektor kantor adalah sektor yang menjadi salah satu persebaran covid meningkat, dengan ruangan tertutup dan ber-AC, sirkulasi udara yang tidak baik, membuat para pegawai kantoran banyak yang berjatuhan.

sebagai salah satu persebaran covid paling tinggi, sudah seharusnya kantor menerapkan protokol kesehatan, tetapi masih banyak kantor yang belum menjalankannya. Mulai dari kebijakan 50% pegawai yang masuk dan sekarang 25% yang hanya boleh WFO, masih banyak yang melanggar. Adapula pegawai kantor yang terkena covid -19 di PHK, serta ada pula pegawai kantor yang tidak sehat masih harus disuruh ke kantor, bahkan ketika izin sakit seperti 1-2 hari, ada beberapa kantor yang tidak membayar gajinya secara full.

Padahal, di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003, pasal 39 ayat 2, butir B tentang ketenagakerjaan. Bahwa pengusaha, atau perusahaan wajib membayar pegawainya apabila

  • Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan. Dan disampaikan lagi secara rinci pada ayatnya yang ketiga, berbunyi demikian:
  • Untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratur perseratus) dari upah;
  • Untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah;
  • Untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan
  • Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja yang dilakukan pengusaha.

Dengan demikian, sudah seharusnya para pegawai mendapatkan haknya ketika terkena covid. Bukan hanya menjadikan para pegawai seperti robot yang tidak mengenal sakit dan mengeksploitasi tenaganya. Disinilah peran perusahaan yang menerapkan CSR dalam kantornya, dengan adanya CSR yang baik, harusnya sudah tidak ada lagi pengeksploitasian tenaga kerja lagi.

. . . 

ISO (International Organization for Standardization) 26000, merupakan hal yang penting dalam melihat kasus seperti ini, serta dibutuhkan CSR dan juga HRD dalam menangani kasus pegawai yang tidak dibayar/di PHK akibat terkena Covid-19, CSR atau HRD seharusnya meyakinkan para petinggi dalam memberikan hak yang didapat oleh para pegawai kantor.

Kantor yang sudah menjalankan peraturan dengan baik, akan menambahkan value untuk para pelamar dan akan dipercaya oleh masyarakat untuk terus membeli produk-produk dari perusahaan tersebut.

. . .

Dari para pengalaman Great depression, resesi yang sekarang menimpa, pengalaman para pegawai yang di PHK, narasumber RD dan pedangang lainnya. Membuat kita sadar, bahwa perjalanan dalam menuju kehidupan normal bagaikan berjalan di dalam goa yang tidak ada ujungnya.

Keadaan seperti ini, kemungkinan akan semakin parah atau tidak, bergantung kepada pemerintah, para pengusaha yang memikirkan pegawainya, dan juga masyarakat.
. . .

Kita seharusnya takut, bahwa anak cucu kita, bisa jadi harus menelan pil pahit akibat dari keadaan serakah kita pada saat ini. Kita hanya meninggalkan hal yang buruk yaitu hutang yang membengkak dan kemampuan berpikir rusak akibat tidak berjalannya sekolah yang menstimulasi interaksi di sekolah. Keterpurakan akan sulit dibangkitkan.

Kita mesti fokus, mesti berani mengambil keputusan dan kita harus memperbaiki bumi, supaya anak-cucu kita mendapatkan buah yang manis ketika kita bisa menangani pandemi dan juga resesi ekonomi pada saat ini.

Sumber:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 2003 tentang Ketenagakerjaan

https://amp.kontan.co.id/news/apa-itu-resesi-ekonomi-dan-dampaknya-yang-resmi-dialami-indonesia

https://indonesien.ahk.de/en/infocenter/news/news-details/workplace-protocol-in-jakarta-during-new-normal

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52018257 

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200416130755-4-152381/mengenal-great-depression-krisis-malaise-yang-ditakutkan-imf

https://www.history.com/topics/great-depression/great-depression-history

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun