Hallo teman-teman.
Kali ini kami akan membagikan pengalaman kami ke tempat ibadah agama lain. Sebetulnya kami belum pernah mendatangi tempat ibadah agama lain bersama-sama. Namun Dosen memberikan kita tugas ini. Saat pertama kali diberitahu untuk mengunjungi tempat ibadah agama lain kita merasa tertantang, tertarik sekaligus ada rasa takut. Kenapa takut? Karna kita baru kali ini datang ke tempat ibadah agama lain, dan takut akan susah untuk meminta ijin. Namun kenyataan nya berbeda!Â
Tugas ini sangat membantu kita dalam memahami agama lain seperti bagaimana cara mereka beribadah? Bagaimana cara mereka membentuk organisasi didalamnya? Siapa saja orang-orang yang terlibat di tempat ibadah tersebut? Dan, apa yang menjadi ciri khas dalam agama tersebut?Â
Kelompok kami yang terdiri dari agama Islam, Kristen dan Katholik ini tidak boleh ke Masjid atau ke Gereja lagi. Melainkan harus ketempat ibadah agama yang lain yaitu antara Vihara, Pura dan Klenteng. Lalu kelompok kami memutuskan untuk pergi ke Vihara (tempat ibadah agama buddha). Dan, kebetulan salah satu teman kami mengetahui Vihara yang ada di daerah lingkungan kampus kami (Universitas Buddhi Dharma).
Lalu kami akhirnya mendatangi Vihara tersebut. Vihara Jetavana , itu namanya. Kami disambut baik dan ramah oleh pengurus Vihara disana. Kami meminta ijin untuk bertanya seputar sejarah dan kegiatan di Vihara Jetavana sendiri. Lalu pengurus tersebut menjawab " Ya, silahkan". Mereka benar-benar terbuka terhadap kami, dan seketika rasa takut kami hilang saat itu. Ternyata tidak sesusah yang kita difikirkan. Hahaha.Â
Setelah kami berbincang-bincang mengenai sejarah Vihara Jetavana. Kami pun meminta ijin untuk berkeliling dan meminta foto bersama karena itu juga termasuk didalam tugas untuk memberikan bukti nyata bahwa kami benar-benar datang kesana. Lalu pengurus tersebut memberikan kami waktu 10 menit karna setelah itu dia memiliki acara lain. Dan setelah kami berkeliling kami meminta ijin untuk pulang.Â
Lalu kami berkemas-kemas ingin pulang. Namun, kami ada sedikit masalah. Ternyata kelompok kami ini ada orang yang berbeda kelas. Dua orang dari kelompok kami ini ternyata kelas pagi, saya dan 3orang lainnya masuk kelas siang. Wahhh wah wah, begitu cerobohnya kami, sehingga tidak mengetahui bahwa dua orang tersebut seharusnya bukan dikelompok kami. Dan, akhirnya mau tidak mau kami harus mengulang lagi.
Ya akhirnya kami membentuk kelompok yang benar. Dan kami memutuskan untuk pergi ke Vihara Jetavana lagi bersama anggota yang benar. Nah dari pengalaman kami diatas intinya kami merasa senang karena yang kami takutkan selama ini ternyata tidak benar, mereka sangat terbuka + ramah. Kami berterima kasih kepada pengurus-pengurus Vihara Jetavana yang memberi kesempatan kepada kami untuk mengetahui sejarah-sejarah yang ada di Vihara Jetavana secara terbuka tanpa ada halangan :) dan disini saya akan lampirkan sedikit tentang sejarah Vihara Jetavana.Â
- Sejarah vihara jetavanna
Vihara Jetavana merupakan sebuah tempat ibadah umat Budha yang berada di Jalan Iman Bonjol, gang vihara 1 Karawaci. Saat ini, vihara Jetavana telah memiliki kurang lebih sebanyak 600 umat, dari 600 umat itu dikategorikan berdasarkan umurnya yang terdiri dari 120 umat lansi (lanjut usia), 125 umat muda mudi, 120 umat sekolah minggu, dan sisanya adalah umat umum. Saat ini vihara Jetavana diketuai oleh romo Jura wangulimala.
Asal mula berdirinya vihara Jetavana ini berawal dari seorang ibu yang bernama Maya Wangulimala yang memiliki keyakinan kepada Budha Dharma. Dari situlah ibu yang memiliki enam orang anak ini mulai mengajak suami dan anak-anaknya untuk berdoa setiap malam kepada Sang Budha Dharma. Hingga pada suatu malam ketika ibu Maya beserta suami dan anak-anaknya sedang berdoa, mereka didatangi oleh warga sekitar yang merupakan teman-teman dari keluarga ibu Maya itu. kemudian teman-teman ibu Maya itu mulai mengikuti acara berdoa yang dilakukan setiap hari oleh keluarga ibu Maya.
Dari situ lah ibu yang memiliki keyakinan pada Budha Dharma ini mengajak keluarga serta teman-temannya untuk melakukan puja bhakti atau berdoa setiap hari dirumahnya. Ternyata semakin lama semakin banyak umat yang datang untuk puja bhakti bersama dirumah ibu Maya ini, kemudian suami dari ibu Maya yang bernama O’wangulimala memutuskan untuk mendirikan sebuah Cetya (vihara kecil).