Mohon tunggu...
Dessy Natalia
Dessy Natalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Energy Security - The Republic Indonesia of Defense University

Independent

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Proyeksi Infrastruktur Energi Menuju Net Zero Emissions 2060: Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

7 Juni 2022   01:13 Diperbarui: 7 Juni 2022   01:23 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Permintaan akan energi terus meningkat mengikuti jumlah penduduk yang terus bertambah dan perubahan gaya hidup. Dalam rangka mencapai ketahanan energi, hampir seluruh sektor kehidupan Indonesia masih bergantung kepada energi fosil. Pada tahun 2018, transportasi 99,9% menggunakan bahan bakar minyak, sektor industri didominasi energi fosil dengan 35% batu bara dan 33% gas, 

serta sektor komersial dan rumah tangga memanfaatkan listrik (60%) didominasi dari sumber energi batubara (Yusgiantoro, 2021). Tidak hanya dalam negeri, kekayaan batu bara Indonesia kerap menjadi jawaban 

ketidak mampuan negara lain untuk menjamin pasokan energinya. Dalam Handbook of Energy and  Economy Statistic of Indonesia 2020, Indonesia mengekspor 127,79 juta ton batu bara atau sekitar 32% dari 

pasokan Cina dan India menempati posisi ke-2 sebesar 97,51 juta ton dengan perkiraan 24% dari pasokan India (ESDM, 2020). Angka ini menandakan bahwa batu bara tidak hanya berpengaruh untuk dalam negeri tetapi menjadi tompangan hidup negara lain. 

Kebutuhan besar akan batu bara dan melimpahnya kekayaan Indonesia seharusnya memberikan posisi yang baik bagi Indonesia itu sendiri dan Indonesia diproyeksikan menjadi kekuatan besar bagi perekonomian dunia (Nugroho, 2017).

Cadangan yang cukup besar, harga yang dinilai ekonomis, dan teknologi ekploitasi yang relatif sederhana menjadikan batu bara sebagai komoditas yang menjanjikan (Nugroho, 2017). Cadangan terbukti batu bara Indonesia mencapai 70 tahun dan apabila digabungkan dengan candangan sumber daya maka kemungkinan penambahan cadangan menjadi 120-200 tahun (Yusgiantoro, 2021). 

Hal ini dapat memberikan penjelasan bahwa batu bara menjadi pilihan yang tepat dalam pemenuhan energi. Secara singkat, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menggunakan batu bara sebagai bahan bakar boiler 

dan memanaskan air yang kemudian menghasilkan uap. Uap tersebut berfungsi untuk menggerakan turbin dan turbin akan menggerakan generator sehingga menghasilkan listrik. 

Permasalahan timbul dari PLTU yang dapat menyebabkan hujan asam dan menyumbang emisi CO2, NO2 dan SO2, serta partikel halus beracun (Supriyadi, 2021). Kritik datang dan menjadi perhatian khusus bagi Indonesia bagaimana memanfaatkan tulang punggung pasokan energi nasional yang tidak sejalan dengan target yang telah dibuat Indonesia.


Target tersebut lahir dari keaktifan Indonesia dalam politik global yang direfleksikan dengan Indonesia berkomitmen dalam Nationally determined contributions (NDC) 2030 dan target jangka panjang Net Zero Emissions (NZE) 2060. Isu lingkungan dalam hal ini perubahan iklim memerlukan langkah sinergis seluruh negara. Apabila negara tidak ikut berkomitmen, 

rancangannya tidak akan berkembang lebih baik. India, salah satu negara dalam 5 besar negara dengan emisi karbon teratas dunia, masih belum berkomitmen dengan hal ini (Caineng dkk, 2021). 

Ketidaksiapan India dalam berkomitmen menandakan transisi ini memang menjadi hal yang sangat sulit dan membuktikan seberapa kuat ketahanan nasional suatu negara dalam mengikuti arus politik global. Oleh karena itu, pencapaian NZE 2060 dapat menjadi bukti ketahan nasional Indonesia yang mampu mengikuti dinamika politik global.

Untuk mencapai skema NZE 2060, Perusahaan Listrik Negara merencanakan 2 skenario. Pertama, inovasi teknologi storage yang lebih ekonomis untuk menggantikan PLTU dengan Pembangkit EBT. Secara bertahap, replacement PLTU pertama kali dengan co-firing biomassa diikuti dengan Pembangkit EBT yang meranah pada PLTS dan PLTB (Yusgiantoro, 2021). 

Pada tahun 2020 sampai 2030, porsi PLTU masih beroperasi dan dominan, kemudian turun secara signifikan jumlahnya pada tahun 2040 sesuai dengan periode kontrak pembangkit yang telah disepakati. 

Rencana mempensiunkan PLTU sudah berjalan mulai dari tahun 2025 dan secara berperlahan tapi pasti memberhentikan pemanfaatan PLTU ultra-supercritical terakhir pada tahun 2056. 

Pemberhentian PLTU secara perlahan ini diikuti dengan pengembangan Pembangkit EBT baseload sehingga mampu menggantikan tulang punggung energi nasional dan menjamin pasokan listrik negara dengan peningkatan besar-besaran pada tahun 2028 (PLN, 2021). Skenario ini juga diikuti dengan kebijakan pelarangan perpanjangan kontrak dan pembangunan PLTU baru.

Skenario kedua yang direncanakan yaitu inovasi teknologi Carbon Capture, Usage, and Storage (CCUS) sehingga Pemanfaatan PLTU masih bisa dilakukan tanpa berkontribusi pada peningkatan gas rumah kaca dengan clean coal technology ini hal ini sesuai dengan hasil dari Zhou, H. L., dkk. (2021). 

Secara sederhana, teknologi ini menangkap CO2 dari flue gas dengan suatu sistem dan menyalurkannya ke tempat penyimpanan melalui pipa. Sayangnya, kelayakan teknis dan ekonomis inovasi ini menjadi tantangan bagi Indonesia. Teknologi yang ada sampai saat ini menyebabkan derating dari pembangkit 30-40%. 

Selain itu, di sisi penyimpanan, pada umumnya gas tersebut disalurkan ke depleted gas fields yang belum tentu berada disekitar area pembangkit. Hal ini akan berhubungan dengan cost transportasi CO2 ke tempat penyimpanan.

PLTU dengan CCUS yang lebih mapan dan lebih ekonomis direncanakan beroperasi mulai tahun 2035 sehingga Indonesia hanya memerlukan retirement old subcritical CCPP sekitar 1 GW pada tahun 2030 (PLN, 2021).

Melihat bahwa batu bara masih menjadi tulang punggung energi diberbagai sektor, akan sulit apabila Indonesia menjalankan skenario pertama yang telah dikeluarkan oleh Perusahaan Listrik. Sebagai pendorong keberhasilan skenario kedua, teknologi Co-firing Biomassa menjadi jawaban untuk mempertahankan PLTU dengan memperhatikan isu lingkungan. 

Teknologi co-firing sangat penting untuk mendukung kondisi net zero emission, hal ini telah dirumuskan dalam strategi RUPTL PT. PLN. Pada Prosesnya Indonesia harus mampu beralih dari pola pertumbuhan yang digerakan oleh sumber daya serta bergantung pada modal dan tenaga kerja, hal ini harus diubah menjadi pola pertumbuhan yang memiliki basis teknologi, 

inovasi, dan produktivitas yang tinggi. dalam menerapkan perubahan ini terdapat beberapa kunci yang dapat dilakukan, Yaitu:

1.      Perkembangan yang lebih merata di seluruh pelosok Dalam Negeri

2.     Konektivitas serta Infrastruktur yang menyokong pertumbuhan

3.     Teknologi serta Inovasi yang memicu pemanfaatan sumber daya.

4.     Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mempu bersaing secara Global

5.     Memiliki ketahanan Energi, Pangan, serta Air.

                  Dalam usahanya, Pemerintah dalam melakukan Percepatan Bauran energi baru dan terbarukan, Pemerintah membuat program Co-firing pada pembangkit listrik yang berbasis Batubara. Co-firing tersebut merupakan Proses pencampuran batubara dengan biomassa dengan takaran tertentu yang nantinya dibakar bersama di dalam Boiler. 

Inovasi Co-firing ini sudah banyak digunakan di luar negeri, beberapa keuntungan yang didapat bila mengadopsi Co-firing ini adalah Investasi yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan membangun Pembangkit biomassa sendiri, serta potensi biomassa di Indonesia yang cukup melimpah. 

Potensi biomassa itu sendiri di Indonesia yang melimpah memiliki banyak jenis serta memiliki karakteristiknya tersendiri, sehingga diperlukan penyesuaian serta tipe Boiler yang digunakan.

Kurva emisi karbon untuk setiap pembangkit listrik pada rasio pembakaran hybrid yang berbeda dapat membantu kita menjawab di mana co-ratio pembakaran pembangkit listrik dapat mewujudkan emisi nol bersih. Jawaban rasio yang tepat dapat sangat membantu pemerintah merumuskan target penguatan co-firing dan mengontrol proses pencapaian NZE di industri ketenagalistrikan.

Upaya menfokuskan pencampuran biomassa-batubara sebagai wujud usaha NZE 2060, tantangan dalam pemenuhan pasokan biomassa harus dihadapi oleh Indonesia. PLTU menghasilkan listrik secara masif sehingga dibutuhkannya biomassa secara besar. Hal tersebut harus dipikirkan bagaimana pemenuhan cadangan biomassa dapat dilakukan tanpa mengeluarkan karbon. 

Di sisi lain, inovasi teknologi CCS harus diikuti dengan berbagai adaptasi. teknologi untuk menangkap karbon ini masih mengalami derating dari pembangkit sebesar 30-40% dan mengurangi efisiensi pembakaran sehingga dibutuhkannya penelitian lebih lanjut untuk penyempurnaan teknologi tersebut. 

Penyimpanan karbon yang dirancang tidak semuanya bertempat di sekitar area pembangkit yang menyebabkan dibutuhkan biaya lebih untuk mengelolanya khususnya tranportasi.

Untuk mencapai NZE 2060, tidak boleh hanya berfokus pada sebagai penghasil energi saja namun perlu mempertimbangkan keberlanjutan rantai pasok. Pertanyaan besar akan muncul apabila CCS diimplementasikan untuk menekan dampak lingkungan mulai dari rantai pasokannya masih menghasilkan karbon seperti contoh dalam proses distribusi ke area penyimpanan, 

pengolahan limbah penyimpanan CO2, dan adaptasi teknologi ke Pembangkit PLTU yang cukup usang. Selain itu, harus diingat bahwa ash hasil pembakaran akan digunakan sebagai bahan baku industri semen. Sehingga implementasi co-firing biomasa akan mempengaruhi kualitas ash yang dihasilkan. Dan perlu diperhatikan juga distribusi biomassa dari perkebunan ke area pembangkit.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun