Ketidaksiapan India dalam berkomitmen menandakan transisi ini memang menjadi hal yang sangat sulit dan membuktikan seberapa kuat ketahanan nasional suatu negara dalam mengikuti arus politik global. Oleh karena itu, pencapaian NZE 2060 dapat menjadi bukti ketahan nasional Indonesia yang mampu mengikuti dinamika politik global.
Untuk mencapai skema NZE 2060, Perusahaan Listrik Negara merencanakan 2 skenario. Pertama, inovasi teknologi storage yang lebih ekonomis untuk menggantikan PLTU dengan Pembangkit EBT. Secara bertahap, replacement PLTU pertama kali dengan co-firing biomassa diikuti dengan Pembangkit EBT yang meranah pada PLTS dan PLTB (Yusgiantoro, 2021).Â
Pada tahun 2020 sampai 2030, porsi PLTU masih beroperasi dan dominan, kemudian turun secara signifikan jumlahnya pada tahun 2040 sesuai dengan periode kontrak pembangkit yang telah disepakati.Â
Rencana mempensiunkan PLTU sudah berjalan mulai dari tahun 2025 dan secara berperlahan tapi pasti memberhentikan pemanfaatan PLTU ultra-supercritical terakhir pada tahun 2056.Â
Pemberhentian PLTU secara perlahan ini diikuti dengan pengembangan Pembangkit EBT baseload sehingga mampu menggantikan tulang punggung energi nasional dan menjamin pasokan listrik negara dengan peningkatan besar-besaran pada tahun 2028 (PLN, 2021). Skenario ini juga diikuti dengan kebijakan pelarangan perpanjangan kontrak dan pembangunan PLTU baru.
Skenario kedua yang direncanakan yaitu inovasi teknologi Carbon Capture, Usage, and Storage (CCUS) sehingga Pemanfaatan PLTU masih bisa dilakukan tanpa berkontribusi pada peningkatan gas rumah kaca dengan clean coal technology ini hal ini sesuai dengan hasil dari Zhou, H. L., dkk. (2021).Â
Secara sederhana, teknologi ini menangkap CO2 dari flue gas dengan suatu sistem dan menyalurkannya ke tempat penyimpanan melalui pipa. Sayangnya, kelayakan teknis dan ekonomis inovasi ini menjadi tantangan bagi Indonesia. Teknologi yang ada sampai saat ini menyebabkan derating dari pembangkit 30-40%.Â
Selain itu, di sisi penyimpanan, pada umumnya gas tersebut disalurkan ke depleted gas fields yang belum tentu berada disekitar area pembangkit. Hal ini akan berhubungan dengan cost transportasi CO2 ke tempat penyimpanan.
PLTU dengan CCUS yang lebih mapan dan lebih ekonomis direncanakan beroperasi mulai tahun 2035 sehingga Indonesia hanya memerlukan retirement old subcritical CCPP sekitar 1 GW pada tahun 2030 (PLN, 2021).
Melihat bahwa batu bara masih menjadi tulang punggung energi diberbagai sektor, akan sulit apabila Indonesia menjalankan skenario pertama yang telah dikeluarkan oleh Perusahaan Listrik. Sebagai pendorong keberhasilan skenario kedua, teknologi Co-firing Biomassa menjadi jawaban untuk mempertahankan PLTU dengan memperhatikan isu lingkungan.Â
Teknologi co-firing sangat penting untuk mendukung kondisi net zero emission, hal ini telah dirumuskan dalam strategi RUPTL PT. PLN. Pada Prosesnya Indonesia harus mampu beralih dari pola pertumbuhan yang digerakan oleh sumber daya serta bergantung pada modal dan tenaga kerja, hal ini harus diubah menjadi pola pertumbuhan yang memiliki basis teknologi,Â