Mohon tunggu...
Natalia Br Lumban
Natalia Br Lumban Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Membaca dan Menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Apa itu Termokimia?

26 Maret 2023   19:59 Diperbarui: 26 Maret 2023   20:06 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kimia dan termokimia adalah dua bidang yang sangat erat hubungannya. Kimia adalah ilmu yang mempelajari sifat, struktur, dan reaktivitas zat serta transformasi zat dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Sementara itu, termokimia adalah cabang kimia yang mempelajari perubahan energi yang terjadi selama reaksi kimia. 

Dalam kimia, kita seringkali mempelajari reaksi kimia yang melibatkan perubahan energi. Contohnya, reaksi pembakaran, reaksi penguraian, atau reaksi netralisasi. 

Dalam hal ini, termokimia sangatlah penting karena ia memberikan informasi tentang perubahan energi yang terjadi selama reaksi tersebut berlangsung. Termokimia juga dapat memberikan informasi tentang sifat termal suatu zat. 

Misalnya, kapasitas kalor spesifik, entalpi pembentukan, entalpi perubahan fasa, dan lain sebagainya. Informasi ini sangatlah penting dalam penentuan sifat termal suatu zat dan dalam menghitung energi yang diperlukan atau dihasilkan selama reaksi kimia. 

Dalam kesimpulannya, hubungan kimia dengan termokimia sangatlah erat dan saling terkait. Termokimia adalah alat penting dalam kimia untuk mempelajari sifat, struktur, dan reaktivitas zat serta transformasi zat dari satu bentuk ke bentuk lainnya.

A. Sistem dan Lingkungan

Dalam termokimia, istilah "sistem" dan "lingkungan" digunakan untuk menjelaskan bagaimana energi berpindah selama suatu reaksi kimia. Sistem merujuk pada zat atau campuran zat yang mengalami perubahan entalpi selama reaksi kimia terjadi, sedangkan lingkungan adalah segala hal yang berada di luar sistem dan berinteraksi dengan sistem.

Selama suatu reaksi kimia terjadi, energi dapat berpindah antara sistem dan lingkungan. Energi yang dikeluarkan atau dihasilkan oleh sistem selama reaksi disebut sebagai perubahan entalpi (∆H) atau panas reaksi. 

Jika sistem melepaskan energi ke lingkungan selama reaksi, maka perubahan entalpi (∆H) bersifat negatif dan disebut sebagai reaksi eksoterm. Sebaliknya, jika sistem menyerap energi dari lingkungan selama reaksi, maka perubahan entalpi (∆H) bersifat positif dan disebut sebagai reaksi endoterm.

Contoh sederhana untuk menjelaskan sistem dan lingkungan dalam termokimia adalah reaksi pembakaran kayu. Sistem dalam reaksi ini adalah kayu, sedangkan lingkungan adalah udara dan benda di sekitarnya. 

Selama pembakaran kayu, energi dihasilkan dalam bentuk panas dan diserap oleh udara dan benda di sekitarnya. Perubahan entalpi dari reaksi ini dapat diukur dengan menggunakan kalorimeter.

Pemahaman tentang sistem dan lingkungan sangatlah penting dalam termokimia karena agar dapat memahami bagaimana energi berpindah selama reaksi kimia dan bagaimana energi tersebut dapat dimanfaatkan atau dihasilkan dalam proses industri atau biologis. Selain itu, pemahaman tentang sistem dan lingkungan juga dapat membantu dalam mengoptimalkan proses industri dan mengurangi dampak lingkungan yang dihasilkan selama proses tersebut.

B. Jenis-Jenis Reaksi Berdasarkan Perubahan Energi 

Berdasarkan perubahan energi yang terjadi selama reaksi kimia, reaksi kimia dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu reaksi eksoterm, dan endoterm.

1. Reaksi Eksoterm 

Reaksi eksoterm adalah reaksi kimia yang melepaskan energi panas ke lingkungan sekitarnya. Selama reaksi eksoterm, perubahan entalpi (∆H) negatif karena sistem melepaskan energi panas ke lingkungan. Energi panas ini dihasilkan oleh pelepasan ikatan kimia dalam sistem dan kemudian dilepaskan ke lingkungan. 

Contohnya adalah reaksi pembakaran kayu, reaksi oksidasi besi, dan reaksi pencampuran asam dan basa. Selama reaksi eksoterm, sistem kehilangan energi dalam bentuk panas dan temperatur sistem menurun. 

Oleh karena itu, lingkungan sekitarnya akan mengalami kenaikan suhu. Contohnya, saat kayu dibakar, energi panas dilepaskan dan suhu lingkungan sekitarnya meningkat.  

Reaksi eksoterm sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam pemanfaatan energi seperti pembakaran bahan bakar untuk menghasilkan listrik atau menggerakkan kendaraan. Selain itu, reaksi eksoterm juga digunakan dalam produksi bahan kimia, pengolahan makanan, dan banyak lagi. 

Dalam termokimia, reaksi eksoterm dapat dihitung menggunakan hukum kekekalan energi dan hukum Hess. Hukum Hess menyatakan bahwa perubahan entalpi dari suatu reaksi bergantung pada jumlah energi yang dilepaskan atau diserap selama reaksi kimia berlangsung, dan tidak tergantung pada cara atau langkah yang dilakukan dalam reaksi tersebut.

2. Reaksi Endoterm 

Reaksi endoterm adalah reaksi kimia yang menyerap energi panas dari lingkungan sekitarnya. Selama reaksi endoterm, perubahan entalpi (∆H) positif karena sistem menyerap energi panas dari lingkungan. Energi panas ini digunakan untuk membentuk ikatan kimia baru dalam sistem, dan oleh karena itu tidak dilepaskan ke lingkungan. 

Contoh reaksi endoterm adalah fotosintesis, di mana tumbuhan menyerap energi panas dari matahari untuk membentuk gula dan oksigen. Reaksi ini membutuhkan energi dalam bentuk cahaya matahari, yang diubah menjadi energi kimia dalam bentuk gula. Reaksi endoterm juga terjadi dalam proses pengolahan makanan, seperti pembekuan makanan yang membutuhkan penyerapan energi panas dari lingkungan sekitarnya. 

Selama reaksi endoterm, sistem menyerap energi dalam bentuk panas dan temperatur sistem meningkat. Oleh karena itu, lingkungan sekitarnya akan mengalami penurunan suhu. 

Contohnya, saat es mencair, es menyerap energi panas dari lingkungan sekitarnya dan suhu lingkungan sekitarnya menurun. Dalam termokimia, reaksi endoterm juga dapat dihitung menggunakan hukum kekekalan energi dan hukum Hess. 

Hukum Hess menyatakan bahwa perubahan entalpi dari suatu reaksi bergantung pada jumlah energi yang dilepaskan atau diserap selama reaksi kimia berlangsung, dan tidak tergantung pada cara atau langkah yang dilakukan dalam reaksi tersebut.

C. Perubahan Entalpi Reaksi 

Perubahan entalpi reaksi dalam termokimia merupakan perbedaan antara entalpi produk dan entalpi reaktan dalam suatu reaksi kimia pada kondisi standar. Entalpi (H) adalah ukuran energi panas yang terkandung dalam sistem kimia. Perubahan entalpi reaksi (∆H) menunjukkan jumlah energi panas yang dilepaskan atau diserap selama reaksi kimia berlangsung pada tekanan dan suhu konstan. 

Jika ∆H positif, maka reaksi disebut endoterm dan menyerap energi panas dari lingkungan sekitarnya. Sebaliknya, jika ∆H negatif, maka reaksi disebut eksoterm dan melepaskan energi panas ke lingkungan sekitarnya.

Contoh perubahan entalpi reaksi untuk pembakaran metana (CH4) adalah sebagai berikut:

CH4(g) + 2O2(g) → CO2(g) + 2 H2O(g) ∆H = -890.3 kJ/mol

Pada reaksi ini, entalpi reaktan adalah CH4(g) dan 2 O2(g) dan entalpi produk adalah CO2(g) dan 2 H2O(g). ∆H untuk reaksi ini adalah -890,3 kJ/mol, yang menunjukkan bahwa reaksi ini bersifat eksoterm, yaitu melepaskan energi panas sebanyak 890,3 kJ/mol ke lingkungan sekitarnya.

Perubahan entalpi reaksi digunakan untuk mengukur jumlah energi panas yang terkandung dalam suatu reaksi kimia. Hal ini sangat penting dalam berbagai aplikasi termokimia, seperti dalam produksi bahan kimia, pemrosesan makanan, pembakaran bahan bakar, dan banyak lagi. Selain itu, perubahan entalpi reaksi juga digunakan untuk menghitung entalpi pembentukan, entalpi pengikatan, dan banyak parameter termokimia lainnya.

D. Konsep-Konsep Dalam Termokimia 

1. Kalorimeter 

Kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah panas yang terlibat dalam suatu reaksi kimia atau perubahan fisika. Alat ini terdiri dari dua jenis utama: kalorimeter adiabatik dan kalorimeter bomb. Kalorimeter adiabatik adalah alat yang dirancang untuk memastikan bahwa tidak ada panas yang diizinkan keluar atau masuk dari sistem. 

Dalam kalorimeter adiabatik, reaksi kimia atau perubahan fisika diisolasi dari lingkungan sekitarnya sehingga tidak ada panas yang hilang atau ditambahkan selama proses. 

Sementara itu, kalorimeter bomb digunakan untuk mengukur perubahan entalpi dalam reaksi kimia yang menghasilkan gas. Alat ini terdiri dari wadah tekanan tinggi yang dikenal sebagai "bom" yang diisi dengan campuran reaktan. Setelah reaksi berlangsung, perubahan suhu dalam bom diukur untuk menentukan jumlah panas yang dilepaskan atau diserap selama reaksi. 

Dalam pengukuran suhu dalam kalorimeter, digunakan termometer yang biasanya memiliki rentang suhu yang cukup luas, mulai dari suhu kamar hingga suhu tinggi. Beberapa jenis termometer yang sering digunakan dalam kalorimetri antara lain termometer alkohol, termometer raksa, dan termometer digital. 

Dalam pengukuran menggunakan kalorimeter, diperlukan juga informasi tentang kapasitas panas (C) dari bahan kimia yang digunakan. Kapasitas panas ini menunjukkan jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu bahan sebesar satu derajat Celsius. Dalam perhitungan termokimia, kapasitas panas digunakan untuk menghitung jumlah panas yang terlibat dalam suatu reaksi kimia.

2. Hukum Hess 

Hukum Hess adalah prinsip dasar dalam termokimia yang menyatakan bahwa perubahan entalpi dari suatu reaksi kimia tergantung pada keadaan awal dan akhir reaksi dan tidak terpengaruh oleh jalur reaksi yang digunakan. 

Dalam kata lain, perubahan entalpi pada suatu reaksi kimia tetap sama, baik reaksi tersebut terjadi dalam satu tahap atau melalui serangkaian tahapan reaksi. Hukum Hess dapat digunakan untuk menghitung perubahan entalpi pada reaksi kimia yang tidak dapat diukur langsung, dengan menggunakan data perubahan entalpi dari reaksi lain yang terkait. 

Dalam hal ini, prinsip dasar Hukum Hess adalah bahwa jika reaksi kimia dapat dibagi menjadi beberapa tahapan reaksi, maka perubahan entalpi total dari reaksi tersebut sama dengan jumlah perubahan entalpi dari setiap tahapan reaksi individu. 

Misalnya, jika suatu reaksi kimia A → B dapat dibagi menjadi dua tahap reaksi A → C dan C → B, maka perubahan entalpi dari reaksi A → B sama dengan jumlah perubahan entalpi dari reaksi A → C dan C → B, seperti yang dijelaskan oleh Hukum Hess. 

Dalam praktiknya, Hukum Hess digunakan dalam berbagai aplikasi termokimia, termasuk dalam perhitungan kalor pembakaran bahan bakar, perhitungan perubahan entalpi reaksi, dan perhitungan energi pembentukan senyawa kimia.

3. Energi Ikatan 

Energi ikatan adalah energi yang dibutuhkan untuk memisahkan dua atom dalam sebuah molekul atau senyawa kimia atau energi yang dilepaskan ketika dua atom bergabung membentuk ikatan kimia. Energi ikatan juga dapat diartikan sebagai jumlah energi yang dilepaskan atau diserap ketika suatu senyawa kimia terbentuk atau diuraikan. 

Dalam termokimia, energi ikatan penting untuk memahami perubahan entalpi dalam reaksi kimia. Ketika senyawa kimia bereaksi, ikatan kimia yang ada dalam senyawa awal harus diputuskan dan ikatan baru terbentuk. 

Jumlah energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan awal dan membentuk ikatan baru menentukan apakah reaksi tersebut bersifat eksoterm atau endoterm. Dalam reaksi eksoterm, energi dilepaskan ke lingkungan sekitarnya saat ikatan baru terbentuk. 

Hal ini terjadi karena jumlah energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan awal lebih besar dari energi yang dilepaskan saat ikatan baru terbentuk. Sebaliknya, dalam reaksi endoterm, energi diserap dari lingkungan sekitarnya untuk memutuskan ikatan awal dan membentuk ikatan baru. 

Dalam hal ini, energi yang dilepaskan saat ikatan baru terbentuk lebih kecil dari energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan awal. Untuk menghitung perubahan entalpi dalam suatu reaksi kimia, energi ikatan dapat digunakan sebagai faktor yang penting. Dalam perhitungan ini, energi ikatan dari senyawa awal dan akhir reaksi dihitung dan digunakan untuk menghitung perubahan entalpi. 

Jika energi ikatan di senyawa akhir lebih kuat daripada di senyawa awal, maka perubahan entalpi akan negatif, menunjukkan bahwa reaksi tersebut bersifat eksoterm. Sebaliknya, jika energi ikatan di senyawa akhir lebih lemah daripada di senyawa awal, maka perubahan entalpi akan positif, menunjukkan bahwa reaksi tersebut bersifat endoterm.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun