Kakang kawah di lambangkan dengan warna putih yang mewakili nafsu sufiyah dalam diri manusia. Nafsu sufiyah membuat manusia ingin memiliki keinginan yang bersifat duniawi. Nafsu ini dapat membuat manusia menjadi serakah. Jika manusia condong memikiki unsur angin, maka manusia tersebut penuh dengan hal hal duniawi yang memiliki sifat susah puas dan serakah.
Tanah atau pusar di lambangkan dengan warna hitam yang melambangkan nafsu lawammah dalam diri manusia. Dengan adanya nafsu ini, manusia akan memiliki rasa bimbang, peyesalan, bisa merasakan rasa, haus, lapar, mengantuk, yang sebetulnya menyangkut pada kebutuhan primer manusia. Manusia yang condong dengan unsur angin maka akan mudah bimbang, malas, dan tidak punya semangat serta tujuan hidup.
Jadi dapat diketahui bahwa manusia tidaklah sempurna. Manusia dapat mengendalikan sifat buruk tersebut untuk meminimalisirnya jika ia memiliki kesadaran. Contoh sederhana dalam kehidupan mahasiswa. Dalam kehidupan manusia, seringkali kita temukan bahwa ada seorang mahasiswa yang memiliki sifat ramah, suka berteman, dan tentu memiliki banyak teman. Tetapi dibalik sifat positifnya itu, ia suka membicarakan keburukan temannya dibelakang dengan temannya yang lain. Suka bergibah.
Sedulur Papat Limo Pancer Metafora Materi, Jiwa, Dan Simbol
Saat manusia masih menjadi janin dalam kandungan proses pencipataan manusia dari sisi spiritual juga sedang terjadi. Saat sang janin masih dalam pembentukan di dalam rahim sang ibu, Sedulur Papat ini senantiasa menemani dan menjaga janin tersebut hingga ia dilahirkan. Mereka yang menemani janin manusia hingga lahir ialah air ketuban, tali pusar, darah, dan ari-ari. Selain untuk menjaga sukma manusia, mereka juga menjaga kesehatan sang janin yang ada di dalam kandungan. Di saat janin dijaga oleh empat saudaranya inilah, Gusti juga menciptakan empat malaikat penjaga Djoborolo yang menjaga kesadaran dan akal sehat manusia dan berada di kulit manusia. Mokohol yang menjaga rasa manusia dan berada di tulang manusia, Hosoropolo yang menjaga pikiran manusia yang berada di nyawa manusia, dan Hodjorolo yang menjaga roh manusia yang berada di daging manusia. Dalam ajaran Kapitayan Kakang Sawah, darah (getih), adi ari-ari, dan pusar melambangkan pikiran, ingatan, kesadaran, dan perasaan manusia.
Sedulur Papat Limo Pancer Metafora Neng, Ning, Nung, Nang, Gung
Filosofi Jawa “neng, ning, nung, nang, Gung” merupakan konsep pemikiran alam bawah sadar untuk mencapai fana dan baqa’, mati sebelum mati untuk mencapai “Manunggaling Kawulo Gusti”.
Tahap Neng (sembah raga) adalah meneng (diam), manusia diminta untuk mulai menata niat dan kesungguhan hati untuk menggali potensi ilahi dalam dirinya. Dalam tahap ini manusia diminta untuk melalukan perbuatan yang baik seperti saling tolong menolong antar umat manusia. Namun pada tahap ini perbuatan baik tersebut masih dikuasai sifat “ke-aku-an” untuk mendapat pengakuan daei kebaikam tersebut. Tahap ini gunanya untuk membiasalan diri untuk selalu “eling”.
Tahap Ning (sembah kalbu) adalah hening yang menggambarkan hati yang bersih dan batin yang selalu “eling”. Ning dicapai ketika batin sudah tidak ada lagi sifat “ke-aku-an” atau berbuat baik dengan tulus.
Tahap Nung (sembah cipta) adalah kesinungan (terpilih), ketika manusia sudah memiliki batin dan hati yang bersih, tulus, sabar dan ikhlas. Artinya manusia sudah dipercaya oleh Sang Gusti untuk mendapat suatu anugrah.
Tahap Nang (sembar rasa) adalah kemenangan, manusia akan merasakan hidup yang damai tanpa memiliki hawa nafsu negatif.
Gung (Agung) adalah kondisi “manunggaling kawulo gusti”.