Mohon tunggu...
Nasywa Winar Wiryawan
Nasywa Winar Wiryawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Saya adalah pribadi yang selalu melihat sisi positif dalam setiap situasi. Dengan rasa optimisme yang tinggi, saya percaya bahwa setiap tantangan membawa peluang baru untuk berkembang. Saya menyukai hal-hal baru dan selalu tertarik untuk mencoba pengalaman serta pengetahuan baru. Kemampuan untuk beradaptasi dan keinginan kuat untuk terus belajar membuat saya antusias dalam menghadapi perubahan dan tantangan baru. Bagi saya, setiap langkah adalah peluang untuk maju dan menciptakan hal yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Gender Di Era Modern: Apakah Masih Ada Batasan Domestik dan Publik?

1 November 2024   13:18 Diperbarui: 1 November 2024   13:46 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desain : Nasywa Winar Wiryawan. Ilustrasi : Canva.

Di era modern, peran gender sering kali dianggap semakin fleksibel. Namun, perdebatan mengenai perempuan di ranah domestik dan laki-laki di ranah publik masih hangat dibicarakan. Sebagian orang mempertanyakan, apakah peran tradisional ini masih relevan, atau sudah saatnya meninggalkan batasan tersebut?

Dalam masyarakat tradisional, perempuan sering diasosiasikan dengan tanggung jawab domestik, sementara laki-laki lebih banyak diasosiasikan dengan peranan publik. Namun, dengan semakin berkembangnya pemahaman akan kesetaraan gender, banyak yang mulai mempersoalkan relevansi peran ini di masa sekarang. Apa sebenarnya yang mendorong perubahan ini, dan sejauh mana peran gender masih dibatasi oleh stereotip?

Transformasi Peran Gender: Dari Domestik Menuju Publik

Pada dekade terakhir, perubahan signifikan dalam peran gender semakin terlihat di berbagai lapisan masyarakat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, partisipasi angkatan kerja perempuan di Indonesia meningkat menjadi 55,5 persen dari 50,8 persen di tahun 2015. Ini menunjukkan lebih banyak perempuan yang aktif di ranah publik atau profesional, yang dulunya didominasi laki-laki.

Namun, meski angka partisipasi meningkat, perempuan tetap menghadapi tantangan dalam ranah publik, seperti adanya kesenjangan upah, kesempatan promosi yang terbatas, serta diskriminasi berbasis gender. Sebagai contoh, dalam sektor di Indonesia, posisi manajerial yang dipegang perempuan hanya sebesar 32 persen. Angka ini menunjukkan bahwa batasan dalam peranan publik masih ada, meskipun perempuan semakin banyak yang terlibat di dalamnya.

Tantangan di Ranah Domestik

Tidak hanya di sektor publik, peran gender tradisional juga berdampak di ranah domestik. Meskipun banyak perempuan yang berkarier, beban domestik, seperti mengurus rumah tangga dan anak-anak, masih seringkali dianggap tanggung jawab perempuan. Hal ini membuat banyak perempuan bekerja yang mengalami beban ganda atau kerja dua kali, yakni harus mengelola pekerjaan profesional sekaligus tanggung jawab domestik.

Riset dari UN Women di tahun 2022 menunjukkan bahwa perempuan menghabiskan watu tiga kali lebih banyak untuk pekerjaan rumah tangga dibandingkan laki-laki. Meski sebagian laki-laki mulai ikut berperan dalam pekerjaan domestik, pada data ini memperlihatkan bahwa beban domestik masih didominasi oleh perempuan. Padahal, bagi banyak pasangan muda, konsep dari “kerja sama dalam rumah tangga” sudah mulai menjadi hal yang umum.

Mengapa Batasan Domestik dan Publik Perlu Dipertanyakan? 

Relevansi peranan gender tradisional kini dipertanyakan karena pandangan tentang kesetaraan semakin meluas. Kesetaraan gender tidak lagi sekedar wacana, tetapi sudah menjadi bagian dari nilai modern yang diupayakan dalam kehidupan sehari-hari. Para ahli menyebutkan bahwa membatasi peran gender tidak hanya membatasi peluang individu, tetapi juga menghambat perkembangan sosial dan ekonomi.

Menurut psikolog sosial Henri Tajfel, identitas sosial sesorang terbentuk melalui peranan yang mereka jalani dalam masyarakat. Ketika peran-peran ini dikekang oleh norma-norma tradisional, identitas sosial mereka pun menjadi terbatas sesuai dengan harapan-harapan tersebut. Hal ini dapat menghalangi individu, baik pria maupun wanita, untuk mengeksplorasi potensi diri mereka sepenuhnya.

Langkah Menuju Kesetaraan: Meruntuhkan Stereotip 

Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi batasan-batasan ini. Di berbagai negara, termasuk Indonesia, telah ada program-program yang mendorong kesetaraan peranan dalam rumah tangga dan dunia kerja. Salah satunya adalah kebijakan cuti ayah yang memungkinkan laki-laki ikut terlibat dalam perawatan anak. Hal ini tidak hanya mendorong pembagian tugas yang lebih setara, tetapi juga membentuk pemahaman bahwa peran domestik bukan hanya tanggung jawab perempuan.

Di dunia profesional, semakin banyak perusahaan yang menerapkan kebijakan anti diskriminasi dan mendorong partisipasi perempuan di posisi strategis. Langkah-langkah seperti ini tidak hanya membantu mengurangi batasan peranan gender, tetapi juga meciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif.

Menuju Masa Depan Tanpa Batasan Gender 

Banyak yang percaya bahwa di masa depan, batasan-batasan peran gender di ranah domestik dan publik akan semakin memudar. Generasi muda saat ini lebih terbuka pada konsep kesetaraan, dimana peran seseorang tidak ditentukan oleh gender tetapi oleh potensi dan kemampuan individu.

Namun, pergeseran ini membutuhkan perubahan pola pikir secara luas dan berkelanjutan. Kesetaraan gender tidak hanya bisa dicapai dengan kebijakan atau kampanye, tetapi juga elalui perubahan perilaku di rumah dan lingkungan sosial. masyarakat perlu menyadari bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki hal untuk memilih peran mereka, baik di rumah maupun di tempat kerja, tanpa terbatas oleh stereotip.

Akankah Peran Gender Tradisional Berakhir? 

Seiring dengan perkembangan kesetaraan gender, ada harapan bahwa stereotip peran domestik dan publik akan semakin menghilang. Meski demikian, perubahan ini membutuhkan waktu dan dukungan dari seluruh elemen masyarakat. Selama individu masih dibebani oleh ekspetasi gender yang kaku, keseimbangan peran diranah domestik dan publik sulit untuk dicapai.

Namun, dengan meningkatnya kesadaran tentang pentingnya kesetaraan dan kebebasan individu, diharapkan generasi mendatang akan menikmati kehidupan yang lebih setara tanpa batasan gender yang menghambat mereka.

Identitas Penulis:
Nasywa Winar Wiryawan, Mahasiswa Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, di bawah pengampu dosen Dr. Merry Fridha Tripalupi, M.Si. 

Sumber Data

1. Badan Pusat Statistik (BPS), Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Agustus 2023: https://www.bps.go.id/id/publication/2023/12/08/f8c567805aa8a6977bd4594a/keadaan-angkatan-kerja-di-indonesia-agustus-2023.html

2. Badan Pusat Statistik (BPS), Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Februari 2023: https://www.bps.go.id/id/publication/2023/06/09/5ce5c75f3ffabce2d6423c4a/keadaan-angkatan-kerja-di-indonesia-februari-2023.html

3. Badan Pusat Statistik (BPS), Statistik Indonesia 2023: https://www.bps.go.id/id/publication/2023/02/28/18018f9896f09f03580a614b/statistik-indonesia-2023.html

4. UN Women, Progress of the World’s Women Reports: https://www.unwomen.org/en/digital-library/publications

5. Henri Tajfel, Human Groups and Social Categories: Reference to book; available in academic libraries or online databases.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun