Mohon tunggu...
Nasywa Ibtisamah
Nasywa Ibtisamah Mohon Tunggu... Penulis - manusia berjuta asa

medium.com/@opininasywa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jadi Artis Itu Enak!

18 November 2018   16:16 Diperbarui: 12 Januari 2019   21:58 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang nggak setuju dengan judul artikel ini?

Jadi artis itu nggak ada kurangnya. Duit banyak, populer, senyum doang fans pada teriak-teriak, dapet prioritas dan kelebihan-kelebihan lain yang nggak bisa dirasakan masyarakat tanpa embel-embel artis. Hitung aja, satu orang artis bisa diperhatikan berapa orang. Stylish, hair stylish, make up artist, asisten, manajer, dan supir. 

Tinggal panggil doang, udah banyak yang nyamperin. Kalo mau kerjasama sama brand, tinggal sebut nama dan otomatis mereka setuju. Mau bikin bisnis, tinggal post di Instagram dan semua orang bisa tahu. Nggak sesusah rakyat biasa yang harus meyakinkan venture capital untuk mau memberi dana. Promosi sana-sini. Membakar duit untuk mendapatkan traffic pengunjung, biar brand kita naik Namanya.

Nah, tapi ada satu hal yang kita lupa bahwa mereka itu juga manusia. Kita -- fans red -- seringkali menganggap bahwa keenakan-keenakan mereka itu karena fansnya.

"kalo nggak ada fans, dia gabisa sebesar itu."

"Yang beli produknya dia juga fans-fansnya."

Dan celotehan-celotehan netizen lainnya. Benar memang, kalo seseorang itu bisa naik Namanya karena peran fans. Cuman, apakah peran kita sebesar itu? Coba liat, berapa banyak artis yang Namanya naik, dikenal banyak orang, mendirikan fanbase dan tidak lama kemudian, dia menghilang. 

Entah kemana. Karena dia nggak pernah memberikan sesuatu baru yang bisa dinikmati orang lain. Fans memang penting, tapi kita tidak bisa semena-mena dan menjudge bahwa orang lain bisa besar dan bertahan karena tangan dingin para fans.

Coba kita lihat perjuangan artis dengan banyak fans, sebut saja Dian Sastro. Siapa yang nggak kenal Dian? Pemeran Ada Apa dengan Cinta dengan wajah yang seolah-olah tidak pernah menua. 

Doi udah punya dua anak bok, dan wajahnya gitu-gitu aja nggak berubah. Salah satu alasan, kenapa dia bisa bertahan sampai segitu lamanya karena ia mengerti bahwa harus ada sesuatu yang bisa dinikmati banyak orang. Nggak Cuma fans AADC yang bilang kalo film itu bagus. Tanyaklah sama bapak ibu yang generasinya jauh diatas Dian, gimana kualitas bermain peran Dian.

Kok bisa ya, ada orang yang bisa sesempurna Dian Sastro. Cakep, jadi artis yang tentunya kantong tebel, dan pinter. Nah, tapi gimana sih tanggepan Dian Sastro terkait pekerjaan seorang artis? Ternyata, jadi artis tidak seenak itu. 

Ada sebuah titik dimana kita ingin mengeksplor diri, dan itupun juga dialami Dian. Dengan alasan ingin menambah pengalaman karir, ia mendaftar sebagai karyawan perusahaan. Dan hari pertama adalah hari terberat yang harus ia lalui sepanjang hidupnya!

Bayangin aja, dari seseorang yang diperhatikan banyak orang tiba-tiba ia menjadi seorang karyawan biasa tanpa keistimewaan apapun. Hari pertama, langsung diajak ketemu klien. Belum lagi, karena masih menjabat sebagai junior, seringkali dia dikerjain seniornya dengan tugas banyak yang mengatasnamakan orientasi. 

Omongan-omongan mereka pun menyakitkan. Mereka menganggap Dian adalah sebuah objek yang tidak bisa memasukkan omongan ke hati. Dengan embel-embel Artis, Dian dicap sebagai seseorang yang selalu tersenyum, tidak memiliki masalah, dan tidak bisa marah.

Efeknya adalah, dia nangis saat sampai rumah. Dian tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima label-label itu. Seringkali, kita tidak pernah mau tahu bagaimana kesusahan seorang artis. Bagaimana dia menjaga mood, supaya kalo ketemu fans dia bisa seramah mungkin. 

Tapi, itu tidak berarti dia tidak bisa mendengar apa yang kita ucapkan. Mereka juga manusia, sama seperti kita yang memiliki emosi, logika, dan perasaan yang harus dijaga. Nampaknya saja, mereka susah diraih dan hidup di alam yang berbeda. Tapi, sesungguhnya mereka juga mengalami ketakutan-ketakutan yang kita alami.

Sooo, kalau kita seringkali membatasi diri karena alasan ketakutan dan memutuskan untuk jalan di tempat, ayo dilawan. Semua orang pasti mengalami ketakutan dengan jalannya sendiri-sendiri. 

Ada yang berhasil untuk maju dan mengalahkan ketakutan-ketakutan itu. Adapula yang memilih untuk berhenti menunggu agar ketakutan itu hilang yang entah kapan waktunya. Banyak banget hal baru yang bisa kita eksplor. Belajar buat mengurangi kebiasaan mengkerdilkan diri sendiri. Satu pepatah yang saya suka, "Appear strong when you are weak." We are strong. As always.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun