Mohon tunggu...
Nasywah Hanifa
Nasywah Hanifa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

ENFP

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

7 Aspek Keagamaan dalam Novel di Bawah Lindungan Ka'bah

20 Juli 2024   17:05 Diperbarui: 20 Juli 2024   17:13 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sinopsis Novel

Novel berjudul Di Bawah Lindungan Ka'bah ini diterbitkan pada tahun 1938 merupakan sebuah karya yang ditulis oleh sastrawan sekaligus ulama Buya Haji Abdul Karim Abdullah atau yang biasa dikenal dengan Buya Hamka. Karya ini pertama kali diterbitkan tahun 1938 oleh penerbit Balai Pustaka. Poin ini novel ini memfokuskan tentang kisah cinta yang gagal karena budaya masyarakat minang.

Novel ini mengisahkan tentang Hamid dan Zainab. Diceritakan dalam novel tersebut bahwa Hamid merupakan seorang anak yang sudah menjadi yatim di usianya yang menginjak 4 tahun. Hamid ini dulunya merupakan keluarga yang sangat kaya dan selalu dihormati oleh masyarakat sekitar. Banyak orang yang mendekatinya ketika sang ayah masih hidup dan keluarganya masih kaya namun, nasib berbalik ketika keluarga mereka jatuh miskin. Bahkan teman dekat maupun keluarganya tidak lagi menganggap keberadaan mereka. Karena situasi lingkungan yang mengerikan, kedua orang tua Hamid pun pindah tempat tinggal ke sebuah gubuk kecil yang juga menjadi tempat berpulang ayahnya ke rahmatullah.

Dua tahun setelah kepergian sang ayah, Hamid berniat untuk membantu ibunya mencari nafkah. Ia meminta kepada ibunya untuk membuat kue, lalu Hamid akan pergi untuk menjualkan kue-kue tersebut. Hal itu biasa ia lakukan sang ibu dan Hamid setiap pagi di lingkungan sekitarnya. Selama berjualan, Hamid dan sang ibu tak jarang melewati sebuah rumah mewah di dekat rumahnya. Pemilik rumah tersebut bernama H. Ja'far.

H. Ja'far tinggal di dalam rumah tersebut bersama istrinya yang bernama Mak Asiah serta anak perempuannya yang bernama Zainab. Zainab merupakan pelanggan setia yang selalu membeli jualan Hamid dan sang ibu. Pada suatu saat ibunda Zainab bertanya tentang kehidupan Hamid, termasuk keluarganya. Lantas Hamid menceritakan kisah masa lalu nya dan keluarganya. Setelah mendengar masa lalu Hamid, ibunda Zainab meminta agar ibunya berkunjung kerumahnya.

Pertemuan antara ibunda Zainab atau Mak Asiah dan ibu Hamid pun terjadi dan keduanya sangat cepat akrab sampai Mak Asiah menggangap Hamid dan ibunya seperti keluarganya sendiri. Satu tahun pun berlanjut dan kini usia Hamid sudah menginjak 7 tahun. H. Ja'far menyekolahkannya di tempat yang sama dengan Zainab. Hamid dan Zainab terasa seperti kaka dan adik karena usia Zainab lebih muda dari Hamid. Setelah lulus SD, mereka berdua pun di masukkan kembali di satu sekolah yang sama. Singkat cerita mereka berdua telah selesai menempuh pendidikan nya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau Mulo. Keduanya harus terpisah karena mengikuti adat yang tertera di masyarakat sekitar.

Dalam adat Minang, seorang perempuan seusia Zainab sudah saatnya untuk dipingit, sementara itu berbeda dengan kaum laki-laki yang diperbolehkan untuk melanjutkan pendidikannya yang lebih tinggi. Hamid pun melanjutkan pendidikannya di Sekolah Agama di Padang Panjang yang masih di biayai oleh H. Ja'far.

Seiring berjalannya waktu, Hamid merasa hampa karena lama tak bercengkrama dengan Zainab. Hamid pun mengakui bahwa ia telah jatuh cinta kepada Zainab. Namun, Hamid sadar bahwa ia bukanlah siapa-siapa berkat H. Ja'far karena itulah ia sulit dan memilih untuk tidak mengungkapkan perasaannya. Suatu hari Mak Asiah yang tengah berjalan di pesisir bertemu dengan Hamid dan mengjaknya untuk berkunjung ke rumahnya besok. Keesokan harinya, Mak Asiah berkata kepada Hamid ia meminta tolong untuk membujuk Zainab agar mau dinikahkan dengan saudara H. Ja'far. Hal ini dilakukan semata-mata unutuk menjaga harta H. Ja'far agar tetap berputar di tangan keluarganya. Hamid yang mendegar nya pun sontak hatinya terasa remuk.

Hamid tidak memiliki keberanian unutuk menolak permintaan dari Mak Asiah. Ketika ia menyampaikannya kepada Zainab, dia berkata bahwa yang dicintainya hanyalah Hamid. Hamid pun bimbang, hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke medan, dan berlanjut ke Mekkah. Sebelum pergi ke Mekkah, Hamid mengirim surat untuk Zainab. Dia berpesan unutuk mematuhi perintah ibunya untuk menikah dengan pria pilihan orang tuanya itu. Zainab yang menerima surat itupun merasakan kekosongan di dalam hatinya.

Setelah 2 tahun Hamid tinggal di Mekkah, dia bertemu dengan sahabat lamanya, Saleh. Saleh menceritakan kabar tentang Zainab yang ternyata dia masih menunggu dan tetap mencintai Hamid. Perasaan Hamid sangat senang ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Saleh namun sayangnya, sebelum Hamid pulang ke Indonesia dia mendapat kabar bahwa Zainab telah meninggal.

Hamid pun kaget dan jatuh sakit, ia memutuskan untuk melakukan tawaf di Ka'bah. Qadarullah, pada tawaf ke-7, Hamid mendapat sakaratul maut lalu meninggal setelah berdoa untuk terakhir kalinya.

Nilai Keagamaan

  • Keikhlasan dalam menghadapi takdir 

Hal ini dapat dilihat melalui sikap Hamid yang menerima dengan lapang dada tengan kepergian ayahnya. Dan dalam konteks dia menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa menikahi Zainab meskipun saling mencintai, karena keterbatasan kondisi.

  • Tanggung jawab anak terhadap orang tua

Hamid yang membantu sang ibu untuk mencari nafkah dengan cara berjualan kue, ini menujukkan sikap tanggung jawabnya sebagai anak yang berbakti.

  • Ketabahan dalam menghadapi ujian hidup

Hal ini ditunjukkan oleh Hamid dan sang ibu ketika harus menghadapi kemiskinan setelah kepergian ayahnya.

  • Pentingya keilmuan

Hamid yang tetap melanjutkan pendidikannya di Padang Panjang, menunjukkan pentingnya untuk menuntut ilmu untuk membentuk karakter dan iman seseorang.

  • Kekuatan doa dan iman

Kekita Hamid menghadapi kesedihan dan kesulitan, dia senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan tawaf di Ka'bah sebelum meninggal.

  • Berkorban demi kebahagiaan orang lain

Demi menghormati dan menjaga keharmonisan keluarga H. Ja'far, Hamid rela tidak mengungkapkan perasaannya kepada Zainab.

  • Mengingat kematian

Karya novel ini mengingatkan pembacanya perihal kematian yang dapat datang kapan dan dimana saja. Juga pentingnya untuk mempersiapkan diri dengan amal dan iman yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun