Mohon tunggu...
Nasywa Azzura
Nasywa Azzura Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

untitled

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Kemiskinan Disebabkan oleh Rasa Malas Saja?

18 Desember 2023   10:57 Diperbarui: 18 Desember 2023   11:07 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang yang masih beranggapan bahwasanya faktor dari kemiskinan itu adalah hanya dari faktor kemalasan saja atau kurang kerja keras. Padahal faktanya banyak saja orang yang bekerja keras dari pagi hingga malam, tetapi tetap saja ekonominya kurang sejahtera karena ada yang namanya kemiskinan struktural.  Kemiskinan struktural merupakan suatu fenomena kemiskinan yang kondisinya terisolasi oleh struktur sosial dan juga lingkungan dimana faktor sosial dan lingkungan itulah yang justru menghambat masyarakat miskin untuk keluar dari jurang kemiskinan. Dimana kemiskinan itu berpola secara turun-temurun dari generasi sebelumnya.

Di Indonesia ini masih banyak sekali orang-orang yang masih belum sejahtera secara ekonominya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat masih ada sebanyak 25,9 juta orang miskin di Indonesia per-akhir Maret 2023. Meski cukup banyak, namun orang miskin ini sudah berkurang 460 ribu orang dibandingkan akhir September 2022, yakni sebanyak 26,36 juta orang. Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto mengatakan secara persentase jumlah orang miskin ini sebesar 9,36 persen atau turun 0,21 persen dari September 2022 sebesar 9,57 persen. Jika kita mengacu dari data BPS, persentase kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan, dikarenakan orang yang dianggap miskin menurut BPS adalah orang yang pengeluran maksimalnya hanya Rp. 472.525/bulan atau  sekitar Rp.15.750/hari. Artinya orang dengan pengeluaran diatas Rp.16.000/ hari dianggap bukan orang miskin. Dimana jika kita bayangkan sendiri orang yang pengeluarannya hanya segitu pasti kondisi ekonominya masih jauh dari kata layak. Jadi kita tidak bisa mendefinisikan orang miskin itu dari data BPS saja.

Faktor-faktor yang memicu terjadinya kemiskinan struktural yang pertama adalah pola pikir keliru yang tanpa sadar tertanam oleh masyarakat, dimana mereka  cenderung pasrah dengan keadaan. Mereka pikir kemiskinan itu sudah takdir dan tidak bisa diubah dan akhirnya mereka terjebak di lingkaran kemiskinan itu. Faktor kedua adalah sulitnya akses pendidikan yang berkualitas, mereka hanya mampu bersekolah ditempat yang akreditasinya rendah sehingga kesulitan untuk mencari sumber belajar yang terstandarisasi seperti kita. Anak-anak miskin juga tidak bisa merasakan keadaan yang kondusif untuk belajar baik itu di rumah ataupun di sekolah. Biasanya mereka dipaksa oleh keadaan untuk membantu membiayai perekonomian keluarga, oleh sebab itu mereka kebanyakan memilih untuk putus sekolah. Dengan mereka putus sekolah itu tanpa sadar memupus harapan untuk mereka mengubah nasib dan jadilah mereka terjebak di rantai kemiskinan. Dan yang terakhir faktor ketiga adalah keterbatasan akses sumber daya, Orang-orang miskin kebanyakan belum di jangkau oleh perbankan. orang-orang pra-sejahtera ini kebanyakan mengalami kesenjangan sosial yang dimana biaya hidup orang miskin lebih mahal daripada orang yang menengah. Salah satu contohnya adalah rata-rata orang miskin ini dikenakan bunga bank oleh perbankan lebih tinggi dibandingkan orang yang menengah serta kesulitan akses untuk mendapatkan modal usaha.

Jadi sudah jelas bukan penyebab kemiskinan di Indonesia itu tidak hanya karena rasa malas saja, melainkan karena adanya  kemiskinan struktural yang mengakar di kalangan masyarakat. Untuk itu menurut penulis, cara agar kita bisa terlepas dari kemiskinan struktural dimulai dari diri kita sendiri. Mengubah mindset atau cara pikir kita untuk membangun privilege yang baik agar generasi setelah kita ini tidak merasakan ketidaksejahteraan. Alangkah lebih baiknya kita jangan berpasrah pada nasib saja, tetapi harus bisa focus untuk memperbaiki kondisi secara perlahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun