“Ada museum selain Benteng Vredeburg di Malioboro? Memangnya bakal menarik museumnya?” begitulah reaksi teman saya pertama kali saat saya mengajaknya untuk berkunjung ke museum baru yang terdapat di Malioboro. Yogyakarta merupakan sebuah kota dengan wisata yang tidak ada habisnya. Kalian dapat menemukan berbagai wisata mulai dari wisata alam, budaya, hingga wisata yang mengikuti minat pasar saat ini dan kekinian. Wisata kekinian salah satunya museum yang baru dibuka pada awal tahun ini. Museum yang dibuat menarik bernama Jogja Horor Museum: Misteri Barang Antik ini memberikan pengalaman horor yang mencekam untuk pengunjung yang datang. Akses menuju museum ini sangat mudah dijangkau karena terletak di jalan Malioboro dan berdekatan dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Namun, jangan sampai salah mengunjungi wisata ini sebab jika dilihat sekilas, wisata ini mirip dan berdekatan juga dengan Rumah Hantu Malioboro. Untuk memastikan bahwa yang dikunjungi sudah benar, pastikan gedung yang dihadapan kalian adalah Gedoeng Merah Malioboro dan berada di sisi selatan dari Rumah Hantu Malioboro.
Tidak perlu bingung untuk mengunjungi museum yang terbilang masih sangat baru ini karena di depan gedung sudah ada staff museum yang menawarkan kepada wisatawan Malioboro. Kami berdua segera dipandu oleh staff yang berada diluar gedung untuk diarahkan menuju loket tiket memasuki museum. Biaya yang dikeluarkan untuk harga tiket masuk berjumlah Rp25.000 untuk satu orang dan sudah termasuk dengan tour guide serta wahana uji nyali sehingga harga ini sangat terjangkau untuk museum pribadi yang berada di jalan Malioboro. Seorang tour guide wanita telah menunggu kami dengan ramah di pintu masuk dan segera mempersilakan kami masuk melalui pintu yang telah didesain dengan nuasa horor terbuat dari kayu. Terlihat sekilas dari luar museum terkesan lebih seperti wahana rumah hantu seperti biasa. Namun, ketika melangkahkan kaki pertama masuk melewati pintu utama, perasaan mencekam segera menghampiri.
Rupanya, disediakan berbagai macam spot foto telah disediakan seperti berfoto mirror selfie serta kursi-kursi yang disusun di beberapa tempat dengan latar belakang yang mendukung kesan horor. Ruangan display museum ini tidak begitu besar dan berisi koleksi yang cukup acak, namun yang menarik adalah dibuatnya alur perjalanan serta pembatas untuk membagi koleksi menjadi lebih teratur dan bisa dinikmati. Terdapat lorong yang merupakan pembuka dari museum horor yang menampilkan peta-peta lama, lukisan tertua yang menggambarkan visualisasi wayang orang berjenis kelamin wanita yang dikatakan bahwa matanya mengikuti kita bergerak, serta lukisan-lukisan tua lainnya. Selain itu, di lorong tersebut juga dipajang koleksi komik kartun ternama yang asli dan rilis pertama seperti Marvel dan DC. Koleksi yang berasal dari dunia barat banyak ditunjukkan sebagai pembuka, mungkin karena tidak begitu mencekam dan terhitung sangat antik sehingga diperlihatkan terlebih dahulu. Suasana yang kami rasakan di lorong ini masih terasa seperti museum antik dan belum terlalu mencekam. Begitu melalui lorong singkat yang hanya dapat dilalui dua orang berdampingan itu, kami memasuki ruangan yang lebih besar menampilkan surat-surat yang diketik asli, peta-peta astronomi dan geografi yang menggambarkan berbagai makhluk mitologi serta foto-foto keluarga tokoh ternama cukup memanjakan mata. Masih sama seperti lorong, ruangan ini menampilkan peninggalan dunia barat yang dapat ditunjukkan melalui susunan desain yang menggunakan perapian, beberapa buku klasik yang disusun, kepala hewan hasil buruan, senjata yang digantung menempel di dinding, dan kerangka kepala manusia.
Ruangan selanjutnya berisi koleksi yang berkaitan dengan kerajaan luar Nusantara, seperti alat makan yang digunakan bangsawan pada masanya, koleksi uang Indonesia serta koleksi kebudayaan Cina yang dimiliki oleh keluarga kaya dari Cina. Kami juga menemukan dua boneka plastik yang dipakaian gaun pucat sehingga menambah kesan horor yang mencekam. Ditambah lagi pencahayaan yang remang-remang berwarna kuning namun masih dapat terlihat dengan jelas menambah aura intimidasi yang diberikan melalui boneka-boneka tersebut. Bergeser ke ruangan selanjutnya, yang menurut saya paling terasa aura mistisnya, memamerkan berbagai peninggalan koleksi budaya Jawa seperti keris dengan ragam ukuran, gamelan, jam dinding, wayang, hingga lemari kayu jati yang masih terlihat kokoh dan antik. “Gamelan ini berasal dari kerajaan juga kak,” ujar tour guide museum. Kami banyak terpesona dengan berbagai koleksi yang merupakan milik pribadi tersebut, betapa menariknya memiliki barang antik dengan filosofi yang sangat mahal itu. Bagi saya, museum ini seperti Cabinet of Curiosities yang menjadi sejarah awal mula adanya museum karena berisi berbagai macam koleksi pribadi yang acak dan kemudian dipamerkan untuk publik.
Memasuki ruangan terakhir yang tidak memiliki kategori koleksi yang jelas karena isinya lebih bercampur namun tetap disajikan sangat halus sehingga memanjakan mata kami, berisi koleksi seperti motor lama, jendela rumah lama yang disusun di dinding menjadikan latar belakang potrait yang menarik, hingga harimau yang diawetkan. “Harimau ini asli kak, diawetkan dan dikeluarkan organ dalamnya. Namun, mata dan gigi juga telah diganti, jadinya yang masih sangat asli itu kulitnya kak. Boleh pegang kalau penasaran.” Tour guide museum kembali menjelaskan fakta menarik dari koleksi ini. Saya sempat menyentuh kulit harimau yang diawetkan tersebut dan menjadi pengalaman yang baru dan menarik. Pajangan lukisan di dinding menjadikan museum ini penuh dengan koleksi yang menarik. Namun, karena banyak lukisan dan foto manusia yang dipamerkan terutama dengan suasana mencekam, kami merasa semakin terintimidasi, lengkap dengan suara gamelan dan suara wanita tertawa melengking yang disetel melalui pengeras suara dapat membuat bulu kuduk berdiri.
Koleksi yang paling menarik dari seluruh museum ini adalah adanya dua makhluk mistis yang saya yakin sudah umum didengar di telinga masyarakat Indonesia. Makhluk ini kerdil seperti ranting kecil dan memiliki rambut serta kuku yang terus tumbuh bernama Jenglot. Dua makhluk ini ditaruh di dekat tangga menuju wahana uji nyali karena menurutnya, Jenglot ini sangat menyukai kegelapan sehingga diletakkan di dalam kabinet kaca dan ditutupi kain hitam. “Jenglotnya suka gelap kak, kalau mau difoto boleh, tetapi jangan menggunakan lampu flash ya kak” ujar tour guide yang memperingatkan kami. Ini adalah kali kedua saya melihat Jenglot yang nyata, namun tetap menjadi pengalaman yang unik bagi saya. Jika kita bertanya-tanya apakah dua makhluk ini tidak akan marah karena dijadikan konsumsi publik, maka jawaban menurut tour guide adalah tidak apa-apa karena sudah dilakukan pengamanan oleh pawang tersendiri agar tidak mengganggu pengunjung dan staff.
Museum Horor Jogja ini menjadi destinasi wisata baru yang unik karena disajikan dengan memanjakan adrenalin yang menantang karena berada di tempat yang mencekam. Museum ini tidak seperti museum lain yang mementingkan koleksi pamerannya dan melakukan konservasi secara profesional seperti museum yang berada dalam naungan pemerintahan. Wahana uji nyali yang berada tepat diatas museum patut dicoba karena dirancang sangat gelap dengan berbagai properti yang mendukung suasana horor. Untuk pengunjung yang merasa takut dengan kagetan, dapat meminta untuk tidak memasukkan talent. Tertarik dengan koleksi pribadi yang dipamerkan? Atau merasa tertantang dengan uji nyali setelah diperlihatkan makhluk mistis yang nyata? Bagi anda yang memiliki keberanian dan menyukai adrenalin yang menantang, pengalaman menarik museum horor ini menjadi salah satu opsi untuk memuaskan keduanya dan jangan lewatkan kesempatan ini ketika anda berkunjung ke Jogja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H