Mohon tunggu...
nasywa alyaa
nasywa alyaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aku Mahasiswa Aja

Saya Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Cat Calling yang Sering Terjadi di Masyarakat menurut Perspektif Hukum

23 April 2024   21:00 Diperbarui: 23 April 2024   22:08 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cat calling merupakan salah satu contoh dari pelecehan verbal. Pelecehan seksual verbal, atau cat calling, mencakup berbagai perilaku yang menciptakan situasi tidak nyaman dan merendahkan martabat seseorang. Hal ini melibatkan komentar, ucapan, atau perilaku genit yang menargetkan orang lain, khususnya perempuan, di tempat umum. Dalam konteks ini, cat calling dapat mencakup siulan, panggilan dengan kata-kata kasar, dan komentar seksual yang tidak senonoh.

Cat calling, isu yang umum di masyarakat, telah memicu perdebatan dan diskusi, terutama dalam kerangka hukum. Didefinisikan sebagai tindakan melemparkan komentar seksual atau menggoda, gerakan, atau perilaku terhadap individu di ruang publik, cat calling telah lama menjadi topik yang kontroversial. Di Indonesia, Cat calling yang juga dikenal sebagai pelecehan jalanan, telah menimbulkan kekhawatiran tentang penerimaannya dan implikasi hukum di sekitarnya.

Landasan hukum di Indonesia, terutama di bidang hukum pidana, telah diteliti mengingat insiden cat calling. Pertanyaan muncul apakah cat calling harus dikriminalisasi untuk melindungi individu dari bentuk pelecehan tersebut. Terlepas dari tantangan dalam mengubah norma-norma sosial yang telah ditoleransi secara historis, ada konsensus yang berkembang bahwa langkah-langkah hukum diperlukan untuk mengatasi masalah ini secara efektif.

Dasar hukum dalam perbuatan pelecehan seksual verbal (cat calling) dalam perspektif hukum pidana bisa dilihat dari beberapa pasal yang berkaitan dengan pelecehan seksual verbal. Pasal tersebut yakni Pasal 281 Ayat (2) KUHP, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 34, Pasal 35 Undang-Undang Tentang Pornografi. Ada hal yang mendasar mengapa digunakannya Undang-Undang Pornografi sebagai dasar hukum dalam perbuatan cat calling, yaitu dilihat dari pengertian Pornografi yang termuat di dalam Pasal 1 Angka 1 Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Pada dasarnya, pengenaan pasal-pasal diatas tidak lah cukup menjamin mengenai kepastian hukumnya. Perlulah aturan-aturan khusus yang mengatur perbuatan cat calling itu sendiri. Di samping itu tidak ada lagi anggapan dari masyarakat maupun pemerintah untuk tetap menormalisasi perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang wajar, melainkan merupakan suatu perbuatan pidana yang perlu pengaturan lebih lanjut untuk mencapai suatu kepastian hukum dalam penegakan hukumnya. Sehingga yang menjadi korban dalam perbuatan cat calling memiliki keberanian dalam melaporkan ataupun mengungkap kejadian yang dialaminya.

Bentuk cat calling dapat berupa pelaku memanggil nama kamu dengan nada yang mengganggu kenyamanan mu, pelaku menggunakan kata-kata yang mempermalukan kamu, pelaku membuat lelucon dengan bahan diri kamu, pelaku mempermalukan kamu di depan umum, pelaku membentak dan memaki kamu, serta membuat ancaman terhadap kamu.

Kebutuhan akan peraturan yang jelas secara khusus menargetkan cat calling dan pelecehan jalanan telah menjadi jelas. Dengan mengkriminalisasi cat calling dan memberlakukan undang-undang terperinci yang menguraikan tindakan yang merupakan cat calling, sistem hukum dapat mengatasi dan mencegah perilaku tersebut dengan lebih baik. Mengingat perkembangan legislatif baru-baru ini, seperti diberlakukannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UUTTPKS), optimisme akan diperkuat perlindungan hukum bagi korban pelecehan seksual termasuk cat calling.

Cat calling juga dapat menimbulkan dampak psikologis bagi si 'korban' yang mengalami. Pelecehan seksual verbal tidak hanya menimbulkan dampak fisik, tetapi juga dapat merusak kesejahteraan psikologis korban. Beberapa dampak psikologis yang mungkin dialami oleh korban cat calling meliputi, rasa tidak aman yang mengakibatkan korban mungkin merasa tidak aman dan ketakutan setelah mengalami pelecehan verbal di ruang publik. Stres dan kecemasan juga menjadi dampak negatif dari cat calling yang dapat menyebabkan stres dan kecemasan yang berkepanjangan pada korban, serta rendahnya harga diri yang tentu saja akibat dari perbuatan tersebut dapat merendahkan harga diri korban dan memicu rasa malu yang mendalam. Dengan memahami dampak psikologis yang mungkin timbul, penting untuk memandang cat calling sebagai serangan terhadap kesejahteraan psikologis individu.

Kesimpulannya, fenomena cat calling dari perspektif hukum menandaskan pentingnya meninjau kembali dan menyempurnakan hukum yang ada untuk memerangi bentuk pelecehan ini secara efektif. Dengan mengakui cat calling sebagai pelanggaran serius dan menerapkan langkah-langkah hukum yang kuat, Indonesia dapat maju menuju menciptakan lingkungan yang lebih aman dan hormat bagi semua individu, bebas dari godaan cat calling.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun