"Heh Alex. Apa yang kamu katakan? Mereka ini masih kecil. Kamu ini mengajarkan hal yang tidak baik." Kata salah seorang kakak mereka yang bernama Intan.
"Intan yang cantik jelita, saking cantiknya seperti kanebo kering. Nggak usah ikut campur ya. Tadi itu hanya spontan. Orang kampung doang sok-sokan mau ngajarin orang kota." Jawab Alex.
"Astaghfirullah lex, tidak boleh seperti itu. Kalau kamu salah ya tetap salah, nggak bisa dianggap benar." Nasehat Intan. Mereka terus beradu mulut di dekat Vidi. Mendengar pertengkaran itu, Vidi cuek saja. Karena ia tidak merasa diganggu.
10 menit berlalu. Lewat lah Bima. Seorang anak kecil yang sedang bermain sepeda. Karena melihat 2 orang remaja bertengkar, Bima mendekati mereka. "Maaf kak, bang. Ini ada apa ya? Kok kalian bertengkar?" Tanya Bima.
"Adik kecil, kamu main sepeda aja ya. Nggak usah ikut campur urusan abang dengan kakak kampungan ini," jawab Alex ramah, tapi tidak ramah.
"Bang, nggak boleh gitu. Kita tidak boleh menghina orang lain. Lihat! Kak Intan menangis karena ucapan kakak." Ucap Bima.
Mendengar hal itu, Alex langsung menatap Intan dan merasa bersalah karena membuat Intan menangis. Lalu Alex meminta maaf. Tapi Intan malah lari meninggalkan Alex. Apalah daya Alex, nasi sudah jadi bubur. Tidak bisa diapa-apakan.
"Nah kan, makanya Bang Alex, mulut itu dijaga. Jangan seperti mulut ayam. Asal comot kata aja. Sekarang abang pikirkan bagaimana cara meminta maaf pada kak Intan, dan usahain untuk jaga mulut." Nasehat Bima.
"Iya Bim, abang tahu abang salah. Makasih ya atas nasehatnya." Jawab Alex. Alex pun mulai sadar dengan kesalahannya. Sedangkan Vidi, ia mulai menyadari bahwa ia tidak boleh cuek dengan keadaan sekitar, karena akibatnya fatal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H