Mohon tunggu...
Nasya Amira
Nasya Amira Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

seorang mahasiswa yang mencoba keluar dari comfort zone.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Si Tangan Kepiting

31 Desember 2022   06:14 Diperbarui: 31 Desember 2022   06:18 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini adalah kisah dari seorang pensiunan PNS yang hampir kehilangan nyawanya dalam tragedi kecelakaan yang membuat ia saat ini cacat seumur hidup nya. Seseorang tersebut adalah ayahku. Aku mendengarkan langsung kisah ini dari mulutnya. Bagaimana air mata menetes dari mata tua itu saat ia sedang menceritakan pengalaman hidup yang hampir merenggut nyawanya.

Kejadian tragis itu terjadi pada 7 Maret 1981. Mobil melaju dengan cepatnya bak kilat, cekcok yang terjadi pada saat itu membuat sang pengemudi menumpahkan amarahnya dengan mengemudikan mobil dengan kecepatan diatas rata-rata. Penyebab dari pertengkaran itu hanyalah sebuah perbedaan pendapat dari keempat manusia yang ada dimobil tersebut, yang salah satunya adalah ayahku. Mereka adalah panitia dari acara pameran besar yang saat itu dihadiri oleh presiden Soeharto. Tugas mereka menyiapkan pameran sudah selesai, satu bulan lamanya mereka menyiapkan pameran tersebut, hingga saat itu pameran telah mencapai kata 'matang sempurna' tinggal menunggu kehadiran Bapak Presiden untuk membuka acara. Mereka memutuskan mengisi beberapa waktu kosong itu dengan pergi jalan-jalan sebentar sambil hitung-hitung melepas lelah setelah sebulan menjadi budak acara.

Niat hati, mereka akan pergi ke Piket Nol (kantor pemantau gunung Semeru) untuk menikmati udara pagi dan menyaksikan sang fajar bangun dari tidurnya. Setelah sampai disana, belum juga puas menyaksikan eloknya fajar, dua orang diantara mereka ingin bergegas kembali ke pameran. Namun, dua yang lain ingin menetap beberapa waktu lagi. "nanti saja kita kembali ke pameran, lagipula nanggung udah disini tapi kok cuma sebentar" ujar ayahku. 

Kedua temannya yang kontra dengan ucapan ayahku pun tidak terima, terjadi sedikit perdebatan hingga akhirnya ayahku mengalah, mereka semua kembali ke pameran. Di perjalanan masih saja terjadi cekcok diantara mereka ber empat. Ayahku lupa apa yang ia dan teman-temannya peributkan (kemungkinan masih membahas cekcok waktu di Piket Nol tadi). Alhasil dari pertengkaran tersebut membuat teman ayahku yang dimana dia yang memegang kemudi geram, ia meluapkan amarahnya dengan mengemudi diatas kecepatan rata-rata. Padahal saat itu sedang berada di kondisi jalan sempit yang kanan kirinya adalah tebing dan jurang.


Dari arah berlawanan tiba-tiba terlihat mobil kol plat kuning (kendaraan umum zaman dulu) yang membuat mobil yang ditumpangi ayahku panik dan akhirnya banting setir ke kanan. Mobil yang berisi ayahku dan teman-temannya pun terjun bebas seperti atlet renang yang melompat indah menuju kolam. Beruntungnya ada pohon besar ditepi tebing jurang, yang membuat mobil mereka tersangkut dan tidak sampai membuatnya terperosok sampai dasar jurang. Lalu bagaimana dengan keadaan mobil kol? mobil kol beserta penumpang nya selamat, tidak ada satupun yang terluka. Nasib na'as  hanya menimpa ayahku dan teman-temannya.

Setelah mendengar dentuman keras warga pun bergegas berdatangan dan menolong. Dua orang luka ringan dan dua orang luka parah, ayahku termasuk luka parah. Telinga, mulut, tangan semua bersimbah darah. Bahkan warga mengira ayahku telah tewas karena keadaan ayahku saat itu memang benar-benar mengenaskan, mereka pun menutupinya dengan daun pisang. Namun ayahku menolak dengan tangan kirinya sekuat tenaga. Warga sangat senang dan berbondong-bondong memberikan ayahku telur ayam mentah yang katanya bisa menambah stamina tubuh agar tidak pingsan. Zaman dahulu juga sangat susah untuk mendapatkan air minum.

Tak lama kemudian datang ambulan puskesmas terdekat, ayahku langsung dibawa ke rumah sakit yang jarak nya sangat jauh dari lokasi kejadian, ditambah pula mobil ambulan yang sudah termakan usia sehingga tidak bisa melaju cepat. Membutuhkan waktu sekitar 5 jam untuk tiba dirumah sakit. Selama diperjalanan ayahku sudah diambang kesadaran, karena darahnya yang terus mengalir membuat ayahku kehilangan banyak sekali darah. Setibanya disana ayahku langsung mendapatkan operasi karna memang keadaannya yang begitu parah. Butuh berkali-kali operasi setelah kejadian tersebut. Bahkan waktu 5 tahun tidak cukup untuk membuat ayahku sembuh total.

Akibat kejadian na'as tersebut ayahku menjadi kehilangan tangan kanan nya yang sempurna. Niat awal dokter akan mengamputasi tangannya. Namun takdir berkata lain, tangan ayahku masih bisa diselamatkan. Walaupun itu membuat tangan kanan nya menjadi tidak seperti pemberian Tuhan sebelumnya. Keempat jarinya menggabung karena memang saraf tangannya banyak yang terputus. Dengan kondisi tangan nya yang seperti itu teman-teman ayahku banyak yang menjulukinya "si Tangan Kepiting". Ayahku kini sudah ikhlas menerima keadaannya. Dan kisah itu.... akan tetap menjadi memori yang tak terlupakan bagi ayahku.

Ayahku berpesan, "Jangan sekali-kali berkendara ketika amarah dikepala. Merusak pemberian Tuhan sangat mudah bahkan hitungan sepersekian detik saja bisa. Namun, kesehatan mahal nominalnya. Dan ingat, medis tidak bisa mengembalikan tubuhmu yang rusak kembali seperti sedia kala".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun