Mohon tunggu...
Nasril Aril
Nasril Aril Mohon Tunggu... -

seorang anak bangsa yang tak henti berusaha mengejar cita cita...senang menulis dan fotografi...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kota Mati (bagian ke-5)

30 Oktober 2013   22:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:48 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

HARAPAN DALAM KEGELAPAN

Kota sudah di penuhi mayat hidup. Mereka berjalan jalan diluar jalan untuk mencari mangsa. Mereka seperi predator yang sedang menunggu mangsanya lewat. Mereka adalah orang orang malang yang menjadi korban wabah mematikan itu. Entah dari mana wabah mematikan itu berasal. Yang pasti kota itu sudah menjadi kota mati. System pemerintahan, perekonomian, sudah tak berjalan lagi.

Malam semakin gelap. Hanya terdengar desahan para mayat hidup itu. Suara orang orang tak ada lagi terdengar dimana mana. Yang ada hanyalah kesunyian.

“kapan kamu kembali Fahri ?” tanya Rama dengan penasaran

“tadi siang aku sampai disini. Kamu sudah dapat kabar dari rumah ?”

“ia,,,semalam tante menelpon ku kalau bapak meninggal dunia”

“aku juga mendapat telepon yang sama dari tante. Tapiiii…aku sudah tidak tahu kabar mereka. mudah mudahan keluarga yang lain masih selamat dari peristiwa ini”

Dua bersaudara itu termenung membayangkan nasib keluarganya. Mereka tidak tahu apakah keluarga yang lain baik baik saja atau mereka sudah menjadi korban dari peristiwa itu. Rama menoleh kearah Linda dan Nana.

“mereka siapa Fahri ?” tanya Rama kepada saudaranya

“aku Linda….dan ini Nana.” Kata Linda sambil memeluk anak manis itu didepannya

“itu anak kamu ?”

“bukan..aku pramugari. Kami menemukan anak ini di jalan raya. Dia sendirian makanya kami membawa dia”

“dia pramugari pesawat yang aku tumpangi tadi. Kami berhasil keluar dari bandara.” Kata Fahri menceritakan kejadian di bandara yang telah penuh dengan mayat hidup”

“oo ia,,ini teman ku Ravi.” Kata Rama memperkenalkan temannya

“bagaimana dengan rencana kita Rama ?” tanya Ravi sambil melihat lihat situasi di luar lewat pintu kaca supermarket itu

“rencana apa Rama ?’ tanya Fahri penasaran

“kami punya rencana pergi kekantor polisi. Kami ingin mencari senjata api dan perlengkapan lainnya disana.”jawab Rama

“tapi ini sudah malam. Kita tidak bisa pergi kesana, apalagi Nana sudah kelihatan sangat lelah. Dia butuh istirahat” sanggah Linda dengan tiba tiba

“kalian tinggal saja di tempat ini, biar kami berdua ke kantor polisi”

“aku ikut “ potong Fahri

“ini pekerjaan polisi. Kamu tinggal saja disini. Jaga mereka berdua” kata Rama sambil melemparkan senyum kepada saudaranya itu. “aku senang kau selamat saudara ku”

“aku juga Rama “

“ayo kita berangkat “ kata Ravi mengajak Rama sahabatnya

Dengan perlahan Ravi membuka pintu supermarket itu. Mereka berjalan sangat hati hati dan berusaha sebisa mungkin untuk menghidari kontak dengan mayat hidup itu. Malam semakin larut semakin menambah kengerian di kota mati itu. Dua sahabat itu masih terus berjalan menelusuri jalan jalan yang penuh dengan bangkai manusia. Hanya ada satu atau dua mayat hidup itu di jalan.

*******

“ayo cepat Sari” kata Irman kepada sahabatnya

Mereka berdua berjalan dengan sangat hati hati memasuki kantor polisi yang sangat besar itu. Satu persatu pintu kantor mereka buka untuk mencari ayah Sari. Mereka menelusuri koridor dikantor itu. Tiba tiba saja lampu di kantor itu mati. Sari mencoba menyalakan sebuah senter yang dia bawah dari rumahnya.

“Man..hati hati “ kata Sari memperingatkan Irman

“kamu tahu dimana ruangan ayah mu bekerja ?” tanya Irman memastikan

“di lantai dua “jawab Sari singkat

Satu persatu anak tangga mereka naiki sambil berhati hati dengan para kanibal itu. Suasana di kantor itu sangat mencekam. Tapi itu tidak membuat Sari mengurungkan niatnya untuk bertemu ayahnya walau dengan keadaan yang berbeda.

“Man.. itu dia ruangan ayahku” tunjuk Sari ke salah satu ruangan di koridor

“apa kamu yakin Sar ?”

“aku yakin Man “ jawab Sari

Aaaaaraaaaaarrggggggg…

Secara mengejutkan muncul suara kanibal itu. Irman menoleh kearah belakangnya dan mengarahkan senternya kearah suara yang baru saja mereka dengar. Mereka berdua mengambil langkah seribu untuk lari dari kanibal itu

“ayo cepat Sar “sahut Irman kepada Sari sambil menggenggam tangannya

Kanibal itu berlari menuju arah mereka berdua. Dua sahabat itu berusaha membuka ruangan milik ayah Sari. Akan tetapi ruangan itu terkunci dari dalam. Mereka berusaha mendobrak pintu ruangan itu tapi masih saja belum terbuka.

“ayo ayo terbuka…”

Sementara dari arah belakang mereka kanibal itu terus berlari berusaha memangsa mereka.

“ayo sekali lagi….1…2…3” kata Irman memberikan aba aba kepada Sari untuk membantunya mendobrak ruangan itu dengan penuh tenaga. Mereka berdua berhasil membuka pintu itu dan segera menguncinya dari dalam.

“hampir saja…” kata Sari

“ruangan ini beranatakan sekali “ kata Irman

Sari melirik ruangan yang telah berantakan itu

“ayah ku tidak ada disini” kata Sari

“mungkin ayah mu berhasil keluar dari kantor ini” kata Irman menenangkan hati Sari

“bagaimana jika dia tikda selamat” Sari mulai terlihat sedih. Dia mulai mengeluarkan air mata melihat keadaan yang tidak sesuai dengan keinginannya

Irman menepuk punggung Sari untuk menenangkannya. Sari dengan penuh kesedihan memeluk sahabat setianya itu. Dia merasa tidak ada lagi keluarga yang dia miliki selain sahabatnya.

Bbbruuuukk….bbrruuukkk..bbrruukkk

Suara ketukan sangat keras terdengar di pintu itu

“dia masih ada di luar, kita harus bagaimana man ?” tanya Sari ketakutan

Dobrakan dari kanibal itu semakin menjadi jadi. Engsel pintu rungan itu sudah rusak Karena dobrakan kanibal itu sangat keras. Perlahan lahan pintu itu mulai terbuka. Tangan kanibal itu mulai masuk keselah selah pintu yang terbuka sebagian.

Sementara itu Irman memikirkan apa yang harus dia lakukan untuk melawan kanibal itu dan melindungi Sari. Dia ambillah pistol yang dia simpan di celana sebelah kirinya dan mengambil aba aba untuk menembak kanibal itu .

Belum juga kanibal itu masuk suara tembakan terdengar dari luar ruangan itu. Kanibal itu langsung roboh setelah seseorang menembaknya. Sari sangat berharap yang menembak itu adalah ayahnya

Samar samar dari kegelapan Irman melihat dua sosok yang tinggi dan besar. Sosok itu semakin lama semakin mendekati Irman dan Sari. Irman dengan berhati hati mengacungkan pistol ke arah dua sosok itu

“wow wow wow…jangan mengacungkan pistol mu kearah orang yang masih hidup” kata Ravi sambil mengangkat kedepan kedua telapak tangannya

“apa yang kalian lakukan di tempat ini ?” tanya Rama

“kami ingin bertemu seseorang.”

“siapa ?” tanya Ravi

“ayah teman ku ini “ kata Irman sambil menunjuk Sari. Melihat kedua sosok yang menyelamatkannya Sari termenung karena yang menyelamatkannya bukan lah seseorang yang dia harapkan

“apa yang kalian berdua lakukan di kantor ini. Bukan kah kalian polisi ?” kata Irman sambil memperhatikan seragam kedua polisi itu

“yaaahh…kami memang polisi. Kami ingin mencari senjata” jawab Rama. “sebaiknya kalian ikut kami. kami bersama orang yang selamat. Mereka menunggu di supermarket”

“baiklah kami akan ikut” jawab Irman setuju

“sebelum itu, kita keruang persenjataan. Kita harus mengambil sebanyak mungkin senjata untuk melawan para mayat hidup itu” kata Rama

Mereka berempat segera meninggalkan ruangan yang telah penuh darah mayat hidup itu. Merek menelusuri koridor yang telah gelap itu. Sampailah mereka di sebuah ruangan . ruangan yang penuh dengan senjata api

“wow…ini dia “kata Raavi gembira

Dengan segera mereka mengumpulkan senjata dan amunisi dari ruangan itu. Terdengar suara erangan dari luar ruangan itu. Mereka semua bersiap siap menghadapi mayat hidup yang semakin mendekat itu. Perlahan lahan mayat hidup itu memasuki ruangan persenjataan

“ayah….” Sahut Sari sambil mendekati mayat hidup itu

“ayah..ini sari “ mayat hidup itu tidak memperdulikan perkataan Sari

“apa ayah lupa dengan ku ?” tanya sari pada ayahnya yang sudah berubah jadi mayat hidup itu

“Sari…dia bukan lagi ayah mu “ sahut Irman pada Sari

Sari hanya bisa menangis melihat ayahnya telah berubah menjadi salah satu mayat hidup. Dia seakan tidak bisa menerima kenyataan yang ada. Sebelum Sari sampai di mayat hidup itu, Sari kembali kearah Irman dan mengambil pistol milik ayahnya itu

Dduuuuuuuuuuurrrr…..suara tembakan menggelegar di kantor itu

Sari telah menarik pelatuk pistol itu. Peluru menembus tepat di dahi ayahnya. Ayahnya yang telah berubah mayat hidup itu langsung roboh karena tembakan Sari. Ayahnya telah tiada. semua hanya tinggal kenangan dalam memori Sari.

bersambung



bagian sebelumnya

http://fiksi.kompasiana.com/novel/2013/10/27/kota-mati-602603.html

http://fiksi.kompasiana.com/novel/2013/10/27/kota-mati-bagian-ke-2-602742.html

http://fiksi.kompasiana.com/novel/2013/10/28/kota-mati-bagian-ke-3-603209.html

http://fiksi.kompasiana.com/novel/2013/10/29/kota-mati-bagian-ke-4-603473.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun