Mohon tunggu...
Naswa Aulia Saputri
Naswa Aulia Saputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

INTJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyebab, Dampak, dan Upaya Penanggulangan Stunting untuk Masa Depan Anak

22 November 2024   20:14 Diperbarui: 22 November 2024   20:40 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

B. PEMBAHASAN

Suatu negara dan masyarakat di dalamnya berperan dalam menimbulkan kondisi stunting pada anak-anak di negara tersebut. Berbagai keadaan seperti kebudayaan, pendidikan, pelayanan kesehatan, keadaan ekonomi dan politik, keadaan perrtanian dan sistem pangan, serta kondisi air, sanitasi, dan lingkungan.

Stunting disebabkan oleh berbagai faktor yang saling mempengaruhi, bukan hanya karena faktor ibu hamil tidak mendapatkan asupan makanan yang cukup. Ibu yang kurang memiliki pengetahuan pengetahuan mengenai kesehatan dan gizi sejak hamil sampai melahirkan berperan dalam menimbulkan stunting pada anak yang dilahirkannya.

Jika bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif atau diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tidak memenuhi kebutuhan gizinya, maka risiko stunting akan meningkat dan pola asuh yang buruk, seperti kurangnya perhatian terhadap kebersihan, kebiasaan makan yang tidak sehat, atau kurangnya stimulasi mental dan fisik, juga dapat berkontribusi pada stunting.

Dalam jangka panjang, anak yang stunting cenderung memiliki potensi fisik dan intelektual yang lebih rendah. Ini berimplikasi pada kualitas sumber daya manusia di masa depan dan berdampak negatif pada ekonomi negara. Anak yang stunting cenderung memiliki produktivitas kerja yang lebih rendah, yang dapat mempengaruhi perekonomian masyarakat dan negara. Anak yang mengalami stunting lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit karena sistem imun mereka lemah. Tubuh yang kekurangan gizi cenderung lebih mudah terinfeksi dan membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh, yang memperburuk kondisi kesehatan mereka.

Anak-anak yang mengalami stunting juga berisiko lebih tinggi untuk mengalami komplikasi kesehatan yang dapat berujung pada kematian, terutama jika mereka terinfeksi penyakit berat seperti pneumonia, diare, atau malaria. Kekurangan gizi mengurangi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan mengatasi penyakit.

Untuk mengatasi masalah stunting, diperlukan intervensi gizi sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun, serta peningkatan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan gizi yang lebih baik bagi ibu dan keluarga. Program pemberian makanan tambahan, pemberdayaan ibu, dan peningkatan sanitasi juga penting untuk menurunkan angka stunting.

Secara keseluruhan, dampak stunting sangat luas dan memengaruhi berbagai aspek kehidupan anak, yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas hidup dan masa depan mereka. Oleh karena itu, upaya untuk menanggulangi stunting menjadi sangat krusial dalam memastikan generasi yang lebih sehat dan produktif.

C. KESIMPULAN

Kejadian stunting meningkat pada kondisi usia ibu saat hamil <20 atau ≥35 tahun, lingkar lengan atas ibu saat hamil ≥23,5cm, kehamilan pada usia remaja, dan tinggi ibu yang kurang. Hal ini berlanjut ketika ibu sudah melahirkan terkait ASI ataupun MPASI. Inisiasi menyusui dini yang tidak dilakukan, pemberian ASI eksklusif yang tidak dilaksanakan, pemberian MPASI dini sebelum usia 6 bulan, dan kualitas makanan yang kurang terkait asupan energi, protein, kalsium, zat besi, dan seng ditemukan dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting.

Selanjutnya tumbuh kembang anak dapat terganggu dan mungkin mengalami stunting jika terdapat riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) ataupun prematur, anak dengan jenis kelamin laki-laki, adanya riwayat penyakit neonatal, riwayat diare yang sering dan berulang, riwayat penyakit menular, dan anak tidak mendapat imunisasi. Lingkungan turut berperan dalam  menimbulkan kejadian stunting. Beberapa diantaranya yaitu status sosial ekonomi yang rendah, pendidikan keluarga terutama ibu yang kurang, pendapatan keluarga yang kurang, kebiasaan buang air besar di tempat terbuka seperti sungai atau kebun ataupun jamban yang tidak memadai, air minum yang tidak diolah, dan tingginya pajanan pestisida.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun