Selamat malam ibu. Aku sedang menulis ini untukmu. Aku lihat, engkau sedang tertidur pulas, sehingga aku tidak berani membangunkanmu hanya untuk mengatakan ini. Jadi aku tulis saja. Lalu, kau bisa membacanya besok pagi atau sorenya.
Ibu, sebelum aku menuliskan banyak hal, aku ingin bilang kau adalah yang terhebat. Ibu, ah.. maksudku, semua ibu deh, walau yang berkulit hitam, berambut keriting, bermata sipit, cantik, tinggi, gendut, kurus, apapun itu kau tetap yang paling hebat menurutku.
Ibu, kau selalu ingin yang terbaik untuk anakmu, dan tidak ada yang meragukan itu. Memberikan kursus musik pukul tujuh malam, les tambahan dengan pelajaran yang sama setiap sepulang sekolah, kursus bahasa inggris di hari minggu, dan apapun itu asalkan aku bisa menjadi yang nomor satu di sekolahku. Agar aku menjadi yang hebat seperti yang kau inginkan. Atau setidaknya seperti dirimu. Terimakasih untuk semua itu ibu. Tapi ibu, malah itu yang mau aku sampaikan disini.
Ibu, apa kau tahu, aku memang ingin menjadi yang nomor satu, menjadi yang hebat, tapi ada hal yang lebih aku inginkan dari sekedar menjadi nomor satu. Aku ingin kau mendengarku. Duduklah bersamaku lantas dengarkan saja aku.
Ibu, apa kau lupa? Aku bukanlah milikmu. Aku hanya titipan dari Tuhan untukmu. lantas Dia akan mengambilku lagi. Lalu, mengapa kau bersikeras untuk membuatku menjadi seorang “yang hebat” menurut kehendakmu. Atau menjadi replikasi dirimu. Ibu, Tuhan tidak menitipkanku padamu agar kau bisa menjadikanku sesuatu menurut definisimu. Tidak ibu. Dia menitipkanku agar kau menjagaku, memeliharaku, dan mengarahkanku menjadi manusia yang baik. Menjadi pribadi yang berkualitas.
Ibu, dengarkan saja aku.
Aku sesungguhnya tidak terlalu memerlukan beragam kursus. Apalagi yang menyita waktu luangku. Aku hanya menginginkan waktuku. Setidaknya sepulang sekolah, engkau jangan menyuruhku les ini dan itu, biarkan saja aku bermain layang-layang. Siapa tau dengan menerbangkan layang-layang, aku berkeinginan menjadi pilot. Lantas aku akan bertanya padamu. “Ibu, bagaimana cara agar aku menjadi pilot?”. Lalu kau bisa menjawab, “Anakku, untuk menjadi pilot, kau harus bersekolah yang tinggi, kau harus pandai. Terutama pelajaran berhitung atau matematika dan bahasa inggris. Apakah kau mau ibu berikan les agar kau lebih pandai matematika dan bahasa inggris?”. Maka dengan senang hati aku akan menjawab, “Iya ibu, berikan aku les itu”. Tentulah ibu, aku akan bersungguh-sungguh melakukannya, walau harus mengorbankan waktu luangku sepulang sekolah. Karena aku menginginkannya sendiri. Itulah yang aku maksud bahwa kau cukup mengarahkanku saja, bukan memaksaku.
Ibu, selain bermain layang-layang, biarkan saja aku dengan bonekaku. Bermain seolah-olah sedang merawat bonekaku yang sedang sakit. Siapa tau dengan bermain itu, aku berkeinginan menjadi dokter. Lantas aku akan bertanya padamu, “Ibu, bagaimana cara agar aku menjadi dokter?. Lalu, kau bisa menjawab, “Wahai anakku, sesungguhnya menjadi dokter tidaklah mudah. Kau harus bersekolah tinggi dan pandai dalam segala hal. Terutama dalam pelajaran IPA. Sekarang ibu tanya, apa kau ingin ibu berikan les agar kau semakin pandai dalam pelajaran IPA?”. Maka dengan bersemangat aku akan menjawab, “Iya ibu, lakukanlah. Aku akan bersungguh-sungguh saat les. Karena aku akan menjadi dokter yang handal”. Itu juga yang aku maksud, bahwa kau cukup megarahkanku saja, bukan memaksaku.
Ibu, dengarkan saja aku.
Sesungguhnya, selain menghabiskan waktu luang sepulang sekolah dengan bermain, aku lebih suka mendengar ceritamu ibu. Ceritakan aku tentang Sayidina Zainab Sang Srikandi Karbela, cucu Baginda Rasulullah yang sangat hebat dan berani. Maka bisa jadi, aku berkeinginan menjadi wanita hebat seperti beliau. Ceritakan saja aku tentang Kan’an putra Nabi Nuh yang pembangkang, agar aku mengambil pelajaran dan bersikap baik kepada ayah dan ibu. Ceritakan saja aku tentang Sayidina Aisyah, perempuan pandai nan bijaksana, agar aku berkeingian menjadi perempuan yang sangat pandai seperti beliau. Ceritakan saja aku tentang Bilal pemilik suara yang indah, siapa tau dengan suaraku ini, aku berkeinginan menjadi pelantun dan penghafal ayat Suci Al-Qur’an. Sesungguhnya, di dalam ceritamu ada banyak pelajaran untukku ibu.
Ibu dengarkan saja aku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H