Mohon tunggu...
Aida Naswa Aulia
Aida Naswa Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Fakultas Pertanian Univ. Widyagama Malang. Pengurus UKM KSR Univ. Widyagama Malang. Tutor SMP di LBB Gold Generation Malang. Gadis energik dari Lamongan. :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ibu, Refleksi dari Matematika Cinta

27 Februari 2017   15:37 Diperbarui: 28 Februari 2017   16:00 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang, mudah sekali mengenali kata “matematika”. SD, SMP, SMA, di Jawa, Kalimantan, Sumatera, seluruh Indonesia bahkan dunia sepertinya sudah tidak asing dengan matematika. Bagaimana bisa hanya mendengar kata “matematika” sudah membuat pening kepala beberapa orang. Hanya dengan kata “matematika”, cukup sudah membuat kita menutup telinga rapat-rapat, lantas mengeluh “aku tidak menyukai matematika”. Tidak tidak, jangan meneluh dulu. Jangan pusing apalagi bersiap mengambil kertas dan pensil. Kita tidak akan mempelajari masalah diferensial, trigonometri, ataupun aritmatika. Kita hanya akan membicarakan tentang matematika sederhana, misalnya pembagian. Pembagian yang sangat mudah dan sederhana.

Baiklah, semua pembagian akan menghasilkan hasil bagi lebih sedikit daripadi bilangan pembaginya. Contoh, 4 dibagi 2 hasilnya adalah 2. 2 lebih sedikit daripada 4. 20 : 2 = 10, 10 lebih sedikit dari pada 20. 1 : 2 = 1/2, 1/2 : 2 = 1/4, 1/4 : 2 = 1/8, dan seterusnya akan menghasilkan bilangan yang lebih kecil lagi. Ingat, contoh tersebut hanya berlaku untuk matematika biasa. Matematika yang kita pelajari sejak SD. Matematika yang setiap orang pasti bisa menghitungnya.

Lalu bagaimana dengan matematika cinta? apakah bisa dihitung hasilnya? Apakah hasilnya juga berupa angka-angka atau bilangan bulat? Memangnya ada matematika cinta?.

Anggap saja ada. Dan contohnya adalah Ibu. Begini, tidak ada ibu yang tidak mencintai anaknya. Ibu islam, non islam, berkerudung atau tidak, cantik atau kurang cantik, pintar atau kurang pintar, kaya atau miskin, dan semua kategori ibu lainnya, pasti mencintai anaknya dengan sepenuh hati. Jika seorang ibu memiliki satu anak anggap saja rasa cintanya adalah 100%. Lalu bagaimana dengan ibu yang memiliki 2 atau 4 anak bahkan lebih? Apakah anak-anaknya akan mendapat cinta 50% jika anaknya 2, 25% jika anaknya 4, dan 10% jika anaknya 10? jadi jika setiap ibu yang memiliki banyak anak, maka akan semakin sedikit cinta yang didapatkan anaknya karena dibagi-bagi dengan jumlah anaknya?

Tidak. Untuk yang satu ini kita jangan menghitung dengan matematika biasa. Karena seorang ibu berapapun jumlah anaknya maka rasa cintanya tetap 100%, bahkan bisa lebih. Seorang ibu yang melahirkan lebih dari seorang putra/putri, tenu saja akan mendapatkan kebahagiaan yang semakin besar. Lalu bagaimana bisa dengan kebahagiaan yang sangat besar itu, cinta yang diberikan malah  semakin kecil? Tidak. Semakin besar kebahagiaannya semakin besar pula cintanya. Semakin hari cinta yang diberikan bukannya berkurang, tapi semakin bertambah.  

Karenanya, dengan cinta yang besar, ibu tidak pernah membenci anaknya. Perhatikan saja. Seorang ibu yang lelah mengurus rumah, kemudian mendengar putra/putri kecilnya menangis, lantas ia menyusuinya, dan tanpa sengaja tertidur disamping buah hatinya. Baru saja ia tertidur lelap, sudah terbangun lagi akibat bajunya yang basah oleh kencing si buah hati. Maka bukannya marah, ibu malah tersenyum lantas mengganti popok buah hantinya. Bagaimana bisa seorang yang memberi kebaikan kemudian dibalas dengan air kencing, malah bisa tersenyum? Begitulah ibu. Sesorang yang penuh dengan kebahagiaan.

Atau ibu, yang sedang menjaga balitanya sambil asyik mempraktekkan cara membuat kue seperti di TV, lalu melihat balitanya menumpahkan tepung, mengotori pakaian dan wajah kecilnya, bukannya marah, ibu malah tersenyum lantas menggendongnya dan membersihkannya. Bagaimana bisa seorang yang sedang serius dengan sesuatu kemudian diganggu dan dikacaukan, malah bisa tersenyum? Begitulah ibu. Lagi-lagi, seseorang yang penuh dengan kebahagiaan.

Ibu, jangan hanya diingat ketika tanggal 22 Desember – seperti saat dunia merayakan “Mother’s day”. Ibu adalah orang yang harus diingat setiap hari. Setiap kamu masih menghembuskan napasmu. Karena ibu juga memberi kebahagian dan cinta kepada anaknya setiap hari. Bukan hanya satu anak, tetapi kepada seluruh anaknya. Semoga yang masih memiliki ibu di sisinya semakin mencintai ibunya.

  • Selamat sore..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun