Mohon tunggu...
Rizky Syahfitri Nst
Rizky Syahfitri Nst Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Magister Sains Psikologi, Universitas Sumatera Utara, Angkatan 2013 | Youth Governance 2007 Shanghai-China | Duta Remaja 2005 | Purna Paskibraka Indonesia 2004 | Kontributor ceritamedan.com | Penggagas @MedanHeritage

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menikmati Sisi Lain Wisata di Kota Medan

23 Oktober 2014   01:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:04 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di balik kemegahan kota tersimpan begitu banyak sejarah yang bisa diungkap melalui bangunan-bangunan tua yang memiliki nilai sejarah. Bangunan tua yang beragam bentuk dan fungsi, memiliki panorama yang berbeda untuk bisa diulas seputar keberadaannya. Sayangnya, di Kota Medan masih banyak masyarakat yang masih alpha akan keberadaan dan sejarah dari bangunan-bangunan tersebut. Maka, jangan heran kalau Kota Medan sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia hingga saat ini belum memiliki Kota Tua layaknya kota-kota di provinsi lain.

Berangkat dari fenomena tersebut, saya bersama teman-teman mempunyai cara tersendiri dalam menyemarakkan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69 tahun, tepat pada tanggal 17 Agustus 2014 silam. Bagi kami, salah satu cara menumbuhkan rasa nasionalisme dalam diri setiap individu juga bisa dilakukan dengan mempelajari sejarah kotanya. Kegiatan yang kami lakukan yakni, dengan napak tilas ke beberapa Situs Tua di Medan.

Nuansa 17-an yang khas dengan simbol merah putih dan nasionalis menjadi dasar kostum yang saya dan teman-teman kenakan pada saat itu. Saya dengan kostum Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) dan beberapa teman yang mengambil tema budaya serta kostum tentara ataupun nona-nona Belanda. Aktifitas yang dilakukan yakni, napak tilas dan berfoto di setiap situs yang dikunjungi. Namun, tidak hanya sebatas itu saja, saya bersama teman-teman juga saling bertukar informasi seputar situs yang menjadi kunjungan kami pada saat itu. Jadi, kegiatan ini layaknya berwisata pintar.

[caption id="attachment_330537" align="aligncenter" width="600" caption="Kantor Pos Pusat Medan"][/caption]

Perjalan dimulai dari Tugu Titik Nol Kota Medan yang tepat berada di depan pintu masuk utama Kantor Pos Pusat Medan, Jl. Pos No. 1 Kesawan, Medan 20111. Berawal dari tempat ini kami mengulas sejarah Kantor Pos yang merupakan akses para pemerintahan zaman dahulu mengirimkan surat. Kantor yang berdiri pada tahun 1911 ini terletak tepat di sisi kiri Lapangan Merdeka yang merupakan landmark Kota Medan. Bangunan ini merupakan karya besar arsitek SNUYF.

Kantor Pos yang memiliki bentuk menyerupai sangkar burung merupakan suatu pernyataan bahwa pada zaman dahulu sebelum adanya Kantor Pos, para pejuang berkirim surat dengan menggunakan media burung merpati. Oleh sebab itu, Kantor Pos berbentuk menyerupai sangkar burung dan memiliki banyak jendela di bagian utama gedungnya. Situs ini dapat diakses pada hari kerja yakni, senin hingga sabtu dan tidak ada biaya masuk.

[caption id="attachment_330545" align="aligncenter" width="484" caption="Bank Indonesia"]

14139742021981270846
14139742021981270846
[/caption]

Perjalanan berlanjut menuju Gedung Bank Indonesia yang berada tepat di depan Lapangan Merdeka Kota Medan. Gedung ini sangat khas sebab berdampingan dengan Balai Kota yang merupakan tempat para petinggi Belanda menggelar konfrensi kenegaraan. Balai Kota yang berdiri sejak tahun 1900 ini memiliki gaya arsitektur Eropa Klasik dengan pendiri tunggal oleh Hulswit.

Enam tahun setelahnya, Gedung Bank Indonesia pun didirikan pada tahun 1906. Pada masanya Bank Indonesia memiliki nama Belanda yang dikenal dengan sebutan De Javasche Bank dan diresmikan menjadi Bank Indonesia regional Medan pada tahun 1951. Gaya arsitekturnya sama dengan Balai Kota yakni, Eropa Klasik, sebab salah arsitekturnya merupakan arsitektur Balai Kota juga, diantaranya Hulswit, Fermost dan Cuypers. Berbeda dengan Kantor Pos, di Gedung Bank Indonesia akses tidak bebas. Jika ingin berkunjung disarankan pada hari kerja. Namun, jika ingin pada hari Minggu, cukup izin ke pihak security yang bertugas pada hari tersebut. Sedangkan untuk akses Balai Kota, anda hanya berkunjung sebagai pelanggan sebab saat ini fungsi Balai Kota sudah menjadi D'Heritage Cafe.

Kemudian perjalanan kami lanjutkan dengan berjalan kaki menuju Gedung Lonsum dengan melalui Bank Mandiri yang mana bangunannya juga merupakan bangunan tua. Baank Mandiri merupakan bangunan yang sudah menjadi cagar budaya yang dilindungi oleh Pemerintahan Kota (Pemko), sama seperti bangunan sebelumnya. Keunikan yang kami temukan pada bangunan ini yakni, kotak pos tua bergaya arsitektur Eropa bertuliskan “Brieven.”

[caption id="attachment_330550" align="aligncenter" width="610" caption="Kotak Surat, Bank Mandiri"]

14139748491444060295
14139748491444060295
[/caption]

Berlanjut ke PT London Sumatera (Lonsum) yang dahulunya dikenal dengan sebutan Juliana Building ini berdiri ppada tahun 1906. Bangunan ini memiliki empat lantai dengan interior khas Eropa dan memiliki lift yang mana merupakan lift pertama yang ada di Kota Medan. Tidak kalah dengan bangunan Bank Mandiri, bangunan yang biasa dikenal dengan sebutan Gedung Lonsum ini juga memiliki keunikan tersendiri yakni, lift tua berbahan besi dengan menggunakan sistem katrol dan ini masih berfungsi sehat hingga kini. Gedung Lonsum merupakan pemilik dari Horrison dan Crossfield, merupakan Perusahaan Perkebunan Swasta pertama di Kota Medan dan saat ini juga masih berfungsi sama. Sama dengan Kantor Pos dan Gedung Bank Indonesia, Gedung Lonsum dapat diakses pada hari dan jam kerja.

[caption id="attachment_330554" align="aligncenter" width="481" caption="Waren Huis"]

14139753161859575670
14139753161859575670
[/caption]

Selanjutnya kami berjalan kembali menuju Gedung Waren Huis yang berada beberapa meter di belakang Gedung Lonsum. Gedung yang diresmikan oleh Daniel Bawon Mackay, merupakan Walikota Medan pertama yang melakukan peletakan batu pertama di bangunan tersebut. Gedung ini didirikan sejak tahun 1919, merupakan super mall di Kota Medan pada zaman dahulu. Saat ini kondisi Gedung Waren Huis sangat memprihatinkan sebab banyak bagian dari gedung ini sudah mulai rusak, baik atap, jendela, hingga interior gedung. Namun, gedung ini masih berfungsi sebagai Kantor AMPI cabang Medan Barat. Jadi, tidak ada syarat khusus untuk mengakses Gedung Waren Huis ini.

[caption id="attachment_330555" align="aligncenter" width="542" caption="Pasr Hindu"]

14139755402070419805
14139755402070419805
[/caption]

Napak tilas kami lanjutkan menuju Pasar Hindu, yang terletak di ujung Jalan Hindu. Pasar Hindu memiliki nama latin yakni, Oude Markt/Huttebachstraat/Moskeestraat memiliki nuansa warna hijau pada kios-kios mini yang terdapat di pasar tersebut. Kawasan yang berjarak sekitar 50 meter dari Gedung Waren Huis ini juga sudah termasuk cagar budaya yang dilindungi Pemerintah Kota (Pemko) dan berkerjasama dengan PT Jamsostek. Kawasan ini juga terbentuk oleh Pasar Lama dan Masjid Tua yang dikenal dengan sebutan Masjid Lama Gang Bengkok.

Melalui Pasar Hindu hingga ke bagian belakang pasar, kami menelusuri jalan hingga menuju ke Masjid Lama Gang Bengkok. Memang benar bahwa Pasar Hindu dan Masjid Lama Gang Bengkok merupakan satu kawasan yang terhubung dan lintasan ini terdiri dari komplek rumah penduduk, baik ras pribumi, Tionghoa dan India. Masjid Lama Gang Bengkok yang sudah berusia 50 tahun lebih ini masih kokoh berdiri dan sangat terawat oleh nazir masjidnya.

[caption id="attachment_330557" align="aligncenter" width="1024" caption="Masjid Lama Gang Bengkok"]

14139761341079010748
14139761341079010748
[/caption]

Masjid tersebut dibangun pada masa pemerintahan Sultan Makmun Al Rasyid pada tahun 1890 dan berdiri di atas tanah yang diwakafkan Datuk Haji Muhammad Ali, Nazir/Imam pertamanya adalah Syekh H.Muhammad Ya’Qub (1894-1910). Biaya utama pembangunan masjid ini diperoleh dari Tjong A Fie yang merupakan saudagar terkaya di Medan pada masa dulu. Dari informasi yang didapatkan melalui nazir masjid, keunikan bangunan ini yakni, gaya arsitektur yang memiliki tiga unsur budaya, diantaranya Melayu, Arab dan Tionghoa. Melayu, tampak dari ornamen utama interiornya dan mimbar masjid. Arab, terlihat dari bentuk menara berlantai lima dan Tionghoa, ini tampak dari empat pilar utama yang terdapat di dalam masjid yang menyerupai bentuk pilar yang ada di rumah kediaman Tjong A Fie.

Selepas beristirahat sebentar dan beribadah solat di Masjid Lama Gang Bengkok, saya bersama teman-teman melanjutkan kembali perjalanan menuju situs terakhir yakni, kediaman Tjong A Fie yang terletak di Jl. Ahmad Yani, Medan. Berdiri tahun 1900, kediaman Tjong A Fie yang bergaya arsitektur Tiongkok Kuno dengan jumlah ruangan terdiri dari 21 kamar ini sangat khas dengan nuansa warna hijau dan merahnya. Keberuntungan kami yang sempat bertemu dengan Pak Fon yang merupakan salah satu cucu kandung dari mendiang Tjong A Fie dan sempat juga berdiskusi sebentar tentang pentingnya melestarikan kearifan budaya lokal.

[caption id="attachment_330558" align="aligncenter" width="600" caption="Diskusi di Tjong A Fie"]

14139764691896324593
14139764691896324593
[/caption]

Setelah bercerita dengan Pak Fon, saya bersama teman-teman diajak berwisata ke dalam kediaman Tjong A Fie yang sangat fenomenal tersebut dengan biaya tiket masuk Rp. 35.000 dan sudah mendapat buku panduan sejarah singkat Tjong A Fie Mansion. Tjong A Fie adalah seorang jutawan pertama di Sumatera yang wafat karena sakit akibat harga komoditi perkebunannya anjlok. Tjong A Fie juga sangat menghargai Kesultanan Deli pada masa itu dan hal ini tampak dari salah satu desain ruangan tamu yang sengaja Tjong A Fie buat demi menghormati Sultan Deli. Ruang tamu ini ia desain dengan gaya arsitektur Melayu agar Sultan Deli nyaman saat berkunjung ke kediaman beliau.

Selain itu, di beberapa ruangan lainnya terdapat ruang makan yang lengkap dengan perlengkapan makannya. Ada juga ruang ibadah yang masih lengkap dengan beberapa koleksi foto pemakaman Tjong A Fie. Di sisi lain, ada ruang istirahat sekaligus ruang kerja Tjong A Fie yang masih lengkap mulai dari busana tidur, perabot dan juga beberapa koleksi buku. Terakhir, di sisi luar dari ruangan inti, ada beberapa koleksi alat musik seperti piano dan gramavone, serta tastement yang berupa pesan-pesan bijak bagi masyarakat dan anak cucunya kelak.

[caption id="attachment_330560" align="aligncenter" width="600" caption="Tjoan A Fie Mansion, Tampak Depan"]

14139770432142629299
14139770432142629299
[/caption]

[caption id="attachment_330573" align="aligncenter" width="300" caption="Koleksi Tjong A Fie"]

1413981345366311449
1413981345366311449
[/caption]

[caption id="attachment_330565" align="aligncenter" width="1550" caption="Testament Tjong A Fie"]

1413977546792693576
1413977546792693576
[/caption]

[caption id="attachment_330559" align="aligncenter" width="600" caption="Halaman Tengah Tjong A Fie"]

14139766933179356
14139766933179356
[/caption]

Sungguh perjalanan yang kaya akan informasi dan pengetahuan. Saya merasakan ada yang berbeda terjadi dalam diri saya setelah melakukan perjalanan ini, seperti ada timbul rasa keinginan dan kencintaan serta kebanggaan akan kearifan budaya lokal kota saya. Perasaan ini saya tuangkan dalam blog Kompasiana berharap agar Kota Medan tidak hanya sekedar sebagai kota wisata kuliner dan kota transit saja, melainkan bisa menjadi salah satu pilihan pariwisata Indonesia. Memang Kota Medan terkenal sebagai kota wisata kuliner, namun jika anda ingin meluangkan waktu sebentar sekitar dua jam saja, sudah cukup bagi anda untuk menikmati sembilan situs tersebut. Silahkan datang dan berkunjung ke Kota Medan yang seksi akan sejarah kota dengan budaya yang beragam. Horas majua-jua..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun