Mohon tunggu...
Nasrur Muhammad
Nasrur Muhammad Mohon Tunggu... lainnya -

Mencari sebuah kepercayaan itu sangat sulit. Maka jangan pernah mengabaikan kepercayaan orang lain, jika kita sudah dipercaya. "HIdup demi sebuah Kepercayaan".

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tidak Ada yang Gratis

30 November 2011   01:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:02 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap warga Negara yang sudah memenuhi syarat, membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah suaru kewajiban. Tapi kenyataannya, kesibukan menjadikan seseorang beralasan tidak ada waktu untuk mengurus KTP. Terkadang, jarak geografis antara tempat tinggal dan kantor pelayanan KTP menjadi alasan orang malas mengurus KTP.
Untuk itu, pemerintah membuat program KTP Online dan KTP Gratis. Dengan harapan orang tidak perlu jauh-jauh lagi mengurus KTP dan dapat membuat KTP tanpa harus mengeluarkan biaya. Tapi harapan tinggal harapan, kenyataan lapangan mengatakan lain.
Coba saja kita lihat di desa-desa yang masih jauh dari kata modernisasi. Pegawai Kelurahan/Desa masih belum tahu bagaimana mengoperasionalkan komputer, terlebih system online baik dengan internet maupun intranet. Alhasil, mereka selalu beralsan kalau jaringannya sedang trouble.
Mungkin hal itu dapat dimaklumi. Tapi bagaimana kalau petugas meminta ongkos pembuatan KTP? Nampaknya ini masalah baru diluar program pemerintah.
Awalnya, saya dan istri saya hendak pandah ke luar kota. Untuk mengurus surat pindah memanng ada beberapa syarata yang harus dipenuhi. Mulai dari minta surat keterangan RT/RW, Kelurahan, Pihak Kecamatan, Koramil/Kodim, Polsek/Polres, sampai Dinas Catatan Sipil.
Nampaknya, untuk mendapatkan tanda tangan dari masing-masing pos ini tidaklah gratis, tapi ada uang tips. Mereka secara terang-terangan meminta ongkos tanda tangan sebesar Rp. 5.000. Nominalnya memang tidak seberapa, tapi praktek yang tanpa dasar undang-undang atau peraturan pemerintah yang jelas seperti ini membuat saya menjadi kesal. Tapi apa boleh buat, demi kelancaran untuk mendapatkan surat pindah, saya harus merogoh kantong saku saya.
Pertanyaan saya, masih kurangkah gaji para pegawai negeri itu? Sehingga mereka tanpa malu-malu mengemis kepada rakyat. Bayangkan, jika sehari ada 10 orang yang meminta tanda tangan, sudah berapa uang yang mereka kantongi, kali sebulan. Lalu dikemanakan uang itu, jika kenyataanya uang itu masuk ke kantong pribadi. Kenyataannya, saya tidak menerima Kwitansi atau sejenis tanda terima lainnya, termasuk membuat KTP, selain foto harus bawa sendiri, Laminasi saya kerjakan sendiri, mereka masih meminta ongkos. Padahal perangkat yang mereka gunakan, berasal dari uang rakyat.
Tahu sama tahu itu yang terjadi. Pada waktu itu, kebetulan saya mengurus surat bareng dengan orang berseragam PNS. Kelihatannya orang itu tidak member uang tips, tapi setelah saya mencoba mengintip dari belakang. Ternyata di dalam map surat permohonannya itu, sudah terselip uang Rp. 5000. Saya jadi tahu, kalau praktik seperti itu biasa terjadi di kalangan PNS atau pelayan public lainnya. Maaf buat para PNS yang baik, saya tidak bermaksud menyinggung anda.
Semoga tulisan ini bias menambah pengalaman bagi kompasianer yang lain. Terima Kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun