Mohon tunggu...
Nasrun Aminullah Muchtar
Nasrun Aminullah Muchtar Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Muballigh Jemaat Ahmadiyah Indonesia

"Ketika tiba saatnya nanti Rabb-ku memanggilku, aku ingin dalam keadaan sedang mencintai-Nya yang sedalam-dalamnya"

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Keyakinan, Akal, dan Pengadilan Akhirat

16 Desember 2020   16:02 Diperbarui: 16 Desember 2020   16:11 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Yaumil Mahsyar (Sumber: Pinterest)

Yang sulit itu apabila ada orang yang memiliki pandangan taklid buta atau apriori terhadap setiap sudut pandang orang lain. Apa yang benar menurut bapakku adalah pasti benar, apa yang benar menurut mainstream adalah yang paling benar. Suatu pandangan baru pasti salah dan tidak boleh dibiarkan berkembang, katanya. Doktrin kita pasti yang benar dan tidak bisa ditawar-tawar lagi, titik!.

Saya teringat ada suatu pesan yang sangat berharga dari sabda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam yang menyatakan bahwa tiada agama tanpa menggunakan akal. Dalam suatu kesempatan lainnya beliau menyatakan bahwa Islam itu adalah suatu keyakinan dan Islam adalah sebuah pilihan.

Jika agama-agama tersebut diturunkan oleh Tuhan Sang Pencipta, maka ajaran yang diberikan tentunya mengandung suatu kebenaran hakiki.

Kebenaran hakiki tentunya bukan suatu barang yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Lalu, bagaimanakah menguji kebenaran sebuah ajaran?

Pertama, karena Tuhan adalah Wujud Yang Maha Hidup, Dia tidak bisu, maka jalan yang paling baik untuk menguji kebenaran suatu ajaran agama yaitu melalui komunikasi dengan-Nya.

Semua makhluk berakal memiliki hak yang sama untuk bertanya kepadanya dan menanti jawaban langsung darinya (direct revelation) melalui mimpi (ru'ya), pandangan rohani (kasyaf) dan bahkan wahyu.

Semua manusia secara genetis memiliki semacam "phone number" yang dapat berkomunikasi dengan Sang Pencipta. Sebuah keyakinan yang hidup adalah keyakinan yang mengajarkan bahwa Tuhan memiliki sifat "Mutakallim" (berkomunikasi) dengan hamba-Nya. Dia itu bukanlah Tuhan yang bisu, diam saja ketika hambanya meminta berulang-ulang.

Orang-orang yang terus memohon kepada-Nya, maka Dia akan menghubungi pada saat manusia itu sudah membersihkan diri dari semua keburukan nafsu serakah dan menyerahkan semua kehidupannya secara totalitas kepada Sang Khaliq, yakni Allah Pencipta Alam Semesta.

Kedua, karena Tuhan sudah menciptakan alam ini dengan hukum-hukum yang pasti, maka suatu ajaran agama dapat dinilai kebenarannya melalui standar-standar logika dan ilmu pengetahuan, dalam hal ini suatu doktrin agama yang benar tidak mungkin bertentangan dengan hukum alam, karena hukum alam juga telah diciptakan oleh Allah Ta'ala Yang Maha Tunggal.

Setiap anak manusia ketika sudah dewasa, sebenarnya dia diberikan pilihan bebas untuk memilih keyakinan berdasarkan pilihannya masing-masing.

Apakah ia memutuskan ingin menjadi Hindu, Budha, Majusi, Yahudi, Nasrani atau Islam, bahkan tidak mau beragama sekalipun itu terserah masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun