Mohon tunggu...
Nasrun Aminullah Muchtar
Nasrun Aminullah Muchtar Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Muballigh Jemaat Ahmadiyah Indonesia

"Ketika tiba saatnya nanti Rabb-ku memanggilku, aku ingin dalam keadaan sedang mencintai-Nya yang sedalam-dalamnya"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dia Pergi Meninggalkan Kami untuk Selamanya

30 November 2020   09:37 Diperbarui: 30 November 2020   09:59 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu moment yang aku abadikan di facebook | dokpri

Aku tidak tahu lagi betapa campur aduknya perasaanku saat itu, ada rasa percaya, ada juga rasa ragu apakah kami bisa berbahagia nantinya, terutama yang jadi buah pikiranku adalah masalah perbedaan umur yang sangat jauh di antara kami.

Tiga bulan setelah lamaran itu, tepatnya tanggal 2 Februari 2008 kami pun melaksanakan acara pernikahan di kediaman orangtuanya, dilanjutkan acara jamuan walimah sehari sesudahnya.

Saat memutuskan menikah denganku dia memilih resign dari pekerjaannya sebagai karyawan di salah satu perusahaan di Tangerang untuk selanjutnya mengabdikan hidupnya sebagai ibu rumah tangga, mendampingiku dalam suka maupun duka.

Aku adalah seorang muballigh atau guru agama yang diberikan tunjangan setiap bulan oleh salah satu organisasi keagamaan, walaupun tunjangan itu hanya seadanya namun masih cukup untuk kehidupan kami berdua.

Enam bulan setelah pernikahan istriku positif mengandung, kebahagian itu membuat kami menangis bersujud syukur kepada Yang Maha Kuasa, walaupun tadinya dokter kandungan sempat mengatakan kalau istriku agak sulit untuk hamil karena ada miom dengan ukuran 6,3 cm dalam ovariumnya, itu jugalah yang membuat istriku sering merasakan nyeri yang luar biasa setiap datang bulan.

Pada 13 Mei 2009, Si Buah Hati yang ditunggu-tunggu itu pun lahir secara sesar berjenis kelamin perempuan, kebahagian kami pun terasa semakin lengkap. Terutama sekali istriku tampak rasa syukurnya semakin bertambah, dia hari-hari semakin rajin membaca Alqur'an dan sholat tahajjud serta dhuha.

Aku menjadi saksi, betapa istriku pantas menyandang sebagai wanita salehah, sosok ibu yang dewasa, cerdas dan menyayangi anakku. Dia disiplin dalam merawat anak, baik itu memandikan, memberikan susu dan mengajak bermain, serta mendidik hingga anakku beranjak besar.

Bukan hanya memperhatikan kebutuhan jasmaninya saja, masalah pendidikan rohaninya juga, istriku sering menyertakan anakku mulai masih bayi untuk ikut shalat berjamaah lima waktu denganku, meletakkannya di samping sajadahnya dan sering memperdengarkan bacaan Alqur'an.

Berkat didikan istriku, puteri semata wayang kami, Alyya tidak pernah meninggalkan sholat wajib lima waktu hingga sekarang, walaupun terkadang Alyya tertidur, ia segera melaksanakan sholat atas kesadarannya sendiri ketika ia terbangun.

Selain itu, istriku juga selalu mengajarkan kepada anakku untuk menerapkan sikap jujur, melarang berkata-kata yang tidak baik dan menanamkan sikap peduli kepada orang lain. Ini semua berkat ilmu parenting yang dipelajari secara otodidak oleh istriku.

Pernah suatu ketika anakku yang masih duduk di kelas satu Sekolah Dasar bercerita bahwa dia sering berbagi uang jajannya untuk teman sekelasnya, ia merasa iba terhadap temannya itu tidak pernah jajan karena tidak memiliki uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun