Suatu kebaikan harus disampaikan dengan cara yang baik pula.Itu bisikan hati tuan saya. Saya mendengarnya karena saya adalah kuping.
***
"Aaaaaa.....iiiii.....uuuuu....eeee....oooo".
Teman tuan saya, yang seorang penyanyi, mengulang-ulang teriakan ala Tarzan itu. Selanjutnya ia membenamkan wajahnya ke dalam baskom yang berisi air. Demikianlah teman tuan saya memperlakukan huruf vokal tersebut sepaaaanjang yang ia bisa serta membenamkan wajahnya ke dalam baskom berisi air selaaaama yang ia mampu. Katanya untuk melatih ketahanan napas dan vokalnya.
"Lakukan setiap pagi", saran penyanyi itu kepada tuan saya. "Kalau bisa sebelum sarapan".
Saya mengira tuan saya akan mencontoh teknik tersebut guna memanjangkan napasnya. Ternyata ia punya teknik sendiri agar suaranya tidak putus di tengah jalan saat menyerukan azan di masjid. Kala mendapati lafaz panjang, saya pasti ditariknya. Walau aneh, cara tersebut selalu berhasil. Napasnya lebih panjang, saya semakin merah.
Meski sudah belasan tahun menjadi muazin, teknik tersebut masih saja digunakan kalau mendapati lafaz yang ingin ia liukkan. Akibatnya saya pun terjulur lebih panjang dibanding kuping orang yang berazan tanpa menarik kupingnya sampai memerah.
***
Tak apa. Tidak lama lagi saya istirahat. Kini tuan saya mengajarkan cara azan kepada anaknya yang berumur 13 tahun. Ia juga menularkan trik napas panjangnya itu kepada anaknya yang baru saja pecah suaranya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H