Kontrasnya pasar induk Bogor sekontras siang dan malam. Siang begitu lengang, sepi, seperti tak ada kehidupan.
Pedagang kuliner pun tidak ada yang buka, semua gerobaknya tertutup oleh terpal dan terkunci.
Tak ada tukang parkir, tak ada kuli panggul, tak ada pungutan liar dan tak ada preman yang berkeliaran. Itulah siang hari.
Cukup sulit mencari tempat parkir. Berderet mobil truk dari luar daerah. Mobil bak terbuka pun memenuhi hamparan tempat parkir.
Mobil penumpang pribadi minibus pun banyak yang ku temui. Dari toyota kijang jadual, xenia-avanza, rush-terios, juga mobil kelas yang lebih tinggi lagi.
Aku pun heran mengapa banyak mobil pribadi kelas menengah berseliweran di pasar induk Bogor ?
Kuli panggul bangunan sudah berjejer didepan pasar dan berseliweran di arena pasar. Ku hitung seluruh pungutan resmi dan liar ada 6 kali bayar.
Mungkin dengan fasilitas yang minim, para supir, pedagang dan pembeli banyak kencing di area parkir. Bau pun begitu semerbak.
Kekontrasan hidup pasar induk Bogor, menggambarkan juga kekontrasan hidup para pedagang dan non pedagang.
Saat pedagang bergeliat yang non pedagang masih diam dengan aktifitasnya. Mungkin para pedagang orang yang tak pernah berhenti untuk bergeliat dan bergerak.
Sungguh kontras kehidupan pedagang di pasar induk dan pasar yang ukurannya kecil. Yang kecil mulai ramai di pagi hingga siang. Di pasar induk mulai ramai diwaktu sore.
Pasar induk sebuah kehidupan yang penuh dengan kekontrasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H