Akhirnya, beberapa penumpang bersepakat mau pindah mobil saja. Singkat cerita, tunggu dan tunggu, mobil yang ditunggu, tidak juga muncul. Ketika mobil yang ditumpangi tadi akan mau start, beberapa penumpang yang mau pindah mobil tadi, berkata: "Sudah kita pasrah saja. Ayo kita naik kembali".
Ketika di dalam mobil, hampir semua penumpang dibuat mengelus dada lagi. Ternyata yang menyetir mobil itu, masih juga si sopir yang tuna rungu itu. Perasaan jengkelku, bukan lagi ditujukan kepada si sopir cadangan itu, tapi kepada si sopir utamanya. Dengan melihat kekesalan, termasuk ketakutan mayoritas penumpang, dia seharusnya mengambil-alih setir itu. Tapi ya, mau dibilang apa.. Apakah kita harus ribut di dalam mobil?.
Alhasil, sepanjang perjalanan, bila kumat lagi ugal-ugalan si sopir cadangan itu, saya hanya berkomat-kamit merapalkan doa. Semoga perjalanan bisa selamat sampai di tujuan. Dan saya yakin, bukan hanya saya yang begitu.
Akhirnya, berkat kekuatan doa dari hampir semua penumpang (dan ini mungkin saja), alhamdulillah, perjalanan sampai juga di tujuan.
Palu, 9 Nop "23
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H