BERBAGAI KISAH DI RUANG BT 5
Hari ini, Fakultas Hukum Universitas Tadulako, merayakan Dies Natalis (hari kelahirannya), yang ke 42. Acaranya berlangsung dari pagi hingga sore. Dari alumni hingga para dosen yang purna-bakti, turut pula hadir untuk memeriahkan acara tersebut.
*****
Di fakultas hukum inilah saya menamatkan kuliah S1. Tepatnya pada tahun 1997. Masih terngiang di masa lalu, ketika pertama kali menginjakkan kaki di almamater ini.
Dulu, waktu ospek, sempat disuruh berjalan jongkok dari rektorat lama hingga mendekati fakultas hukum (tepatnya di depan kantor satpam, yang sekarang ini). Begitu masuk di koridor (tepat di depan ruang BT 1), disuruh merayap lagi di bawah kursi panjang. Kursinya pun dipukul-pukul pakai rotan.
Jumlah maba fakultas hukum di angkatanku sekitar 180 orang. Maklum ruang kuliahnya masih terbatas. Seiring bertambahnya gedung, sekarang ini, penerimaan maba bisa mencapai 800 orang.
Pada semester 1, ketika diadakan perkuliahan, 180 mahasiswa tadi, semuanya dikumpul di ruang BT 5 (yang kini diubah menjadi gedung Video Conference Mahkamah Konstitusi).
Kondisi di atas, tentu berbeda dengan sekarang. Saat ini, mulai semester 1, Â mahasiswanya telah dipecah-pecah dalam beberapa kelas. Mulai dari kelas A, B, C dan seterusnya. Karena, tentu tak mungkin menyatukan 800 mahasiswa tadi dalam sebuah ruang kuliah.
Dari BT 5 inilah, kami mengenal semua dosen. Tentu ini disebabkan, karena hanya ada satu ruangan bagi semua dosen untuk mengajar. Pun dari BT 5 ini, seluruh teman seangkatan saling kenal begitu dekat. Dan hingga kini, hubungan pertemanan itu tetap dirajut melalui grup wa.
Kesan Mengajar Para Dosen
Di ruang BT 5 itu, banyak kesan dari dosen yang mengajar. Misalnya saja Bapak Soleman S. Rory. Sebelum masuk pada materi, beliau membuka absensi dulu. Dengan cara diacak, ia menyebut beberapa nama untuk diajukan pertanyaan. Tentu pertanyaan itu, adalah materi yang diberikan pada perkuliahan sebelumnya.
Ada-ada saja model mahasiswa kalau penunjukan itu sementara berlangsung. Ada yang berpura-pura izin buang air kecil. Ada pula yang menahan diri untuk masuk ke ruangan, alias berpura-pura datang terlambat.
Kalau Bapak I Ketut Suasana, lain lagi. Kalau dosen lain ada yang melarang mahasiswa masuk karena terlambat, beliau ini, justru mempersilahkan. Tapi ada syaratnya. Yaitu si mahasiswa tadi, mampu menjawab pertanyaan yang diajukan.
Tentu bagi yang tidak belajar, Â akan berpikir panjang untuk mengetuk pintu. Istilahnya, lebih baik tidak usah masuk, Â dari pada menjadi malu, Â karena tidak mampu menjawab pertanyaan di hadapan teman-teman yang jumlahnya lebih dari 100 orang.
Lubang Persegi panjang
Lanjut, kenangan lain di BT 5 ini. Ketika masuk, kukira tempat itu adalah ruang pertunjukan atau semacam bioskop. Soalnya, ruangannya cukup luas dan memanjang. Lantainya dibuat menurun dari belakang ke depan. Dan pada dinding belakang (bagian atasnya), ada sebuah lubang berbentuk persegi panjang. Pokoknya menyerupai bioskoplah. Seolah ada tempat proyektor atau pemutar roll film, di situ. Lalu dibalik dinding yang berlubang tadi, ada kamar khusus dibuat untuk penjaga kampus.
Kembali. Pada saat ujian semester, kadangkala ada dosen yang naik dan mengintip lewat lubang persegi panjang tadi untuk mengawasi ujian. Dan banyak kejadian. Beberapa mahasiswa mengira, ruangan tidak diawasi oleh dosen sehingga ia bisa dengan seenaknya melihat catatan. Tiba-tiba mereka kaget, ketika namanya disebut oleh sang dosen karena melihat catatan. Mereka baru sadar, ternyata itu adalah hasil intipan dari atas tadi.
Baju Sweater
Dan ini yang terakhir, Â kesan yang masih saya ingat-ingat di BT 5 itu. Ketika kuliah, mayoritas kami menggunakan baju sweater. Baju sweater adalah sejenis baju bagian luar yang terbuat dari wol atau cotton halus. Tentu pakaian ini dipakai untuk memberikan kehangatan pada cuaca dingin. Sekali lagi, di BT 5 itu, hampir semua menggunakan baju sweater, kendati berkipas-kipas sambil mengikuti kuliah.
Ketika di semester 2, ada seorang senior bercerita kepadaku. Apakah cerita ini benar atau tidak. Kenapa baju sweater begitu booming ketika itu. Ternyata itu adalah pakaian mahasiswa di luar negeri ketika mengikuti kuliah di musim dingin atau musim salju.
Dan ceritanya, ada mahasiswa yang pulang ke Indonesia, setelah mengikuti pertukaran mahasiswa di Amerika Serikat. Ternyata ia tetap menggunakan jenis pakaian ini ketika kuliah di Indonesia. Alhasil, dari situlah, baju sweater menjadi trendi dipakai kuliah di mana-mana oleh mahasiswa indonesia (walaupun ruangannya dalam keadaan panas).
Demikian sekelumit kisah dari BT 5 Fakultas Hukum Untad.
Palu, 26 Agt 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H