Mohon tunggu...
Nasrullah Abdullah Umar
Nasrullah Abdullah Umar Mohon Tunggu... -

Pekerja lepas. Menulis. Fotografi. Lari gunung.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jalan-jalan ke Gunung Ungaran (1)

4 September 2012   14:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:55 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menikmati Kehangatan di Ketinggian 2050 mdpl

Udara terasa sangat dingin malam ini. Suara gemericik air sungai terdengar perlahan. Angin menderu menggoyangkan alang alang tempatku berbaring dalam kesendirian. Rerumputan mulai basah oleh embun. Bergelung dalam kantung tidur yang kuhamparkan diatas rumput, aku merasakan senyumku mengembang. Perasaan senang dan bahagia yang tulus karena sedang berselingkuh dengan gunung dan hutan di ketinggian 1300 mdpl.

Akhir pekan telah tiba! Bagi pekerja yang melewatkan kehidupan tiap minggu mereka dengan rutinitas yang kadang menjemukan di tempat kerja, akhir pekan adalah surga yang selalu dinanti. Seperti hidup itu hanya untuk menunggu akhir pekan berikutnya. Dan kali ini, aku akan mengisi akhir pekanku dengan mendaki Gunung Ungaran bersama adik kawanku. Kawanku bukanlah pencinta gunung hutan namun adiknya adalah sebaliknya hahahaha.

Sabtu pagi kami menunggu bis yang akan mengantarkan kami ke kawasan Jimbaran – bukan yang di Bali lhoo – sebagai titik awal pendakian kami. Kurang lebih satu jam perjalanan dari Semarang. Sekitar pukul 9 (setelah hampir satu jam menunggu), bisa kami datang dan seketika kami melompat masuk kedalam bis ¾ tersebut. Setelah meletakkan ransel dibawah jok , bis ekonomi ini lalu meraung-raung kembali meneruskan perjalannya.  30 menit pertama perjalanan akan dihiasi dengan ajang salip menyalip dengan bis lain. Maklum Ini jalur yang juga menuju kota kota lainnya seperti Jogjakarta atau Solo. Tepat di tanjakan Lembah Abang, bis akan belok menuju kawasan wisata Bandungan.

Selepas gapura kawasan ini, kita akan menikmati perjalanan berkelok menuju ke ketinggian. Udara sejuk perlahan terasa meskipun panas masih menyengat. Tampak beberapa hotel kelas melati di kiri kanan jalan menawarkan pelayanan yang bersaing seperti ada kamar, kendaraan parkir dalam atau air panas.

Ketika bis tiba di pasar Jimbaran, kami lalu turun dan segera menuju pos ojek untuk membawa kami ke titik awal pos pendakian.  Oh iya kami membayar Rp 7.000/orang untuk bisnya.

20 menit melalui desa dan jalan menanjak, kami tiba di Mawar. Sebutan masyarakat setempat untuk pintu masuk hutan gunung ungaran. Jalan yang kami lewati ini sudah bagus dengan beton. Maklum, sebelum tiba di pintu masuk hutan, ada sebuah kawasan wisata umbul sidomukti yang terkenal dengan kolam renang empat tingkatnya dan banyak kegiatan outdoor lainnya seperti flying fox, trekking dan rapelling. Biaya ojek Rp 15.000/motor.

Segera setelah melapor di pos pendakian dan membayar biaya sebesar Rp 2.000/orang, kami mulai berjalan masuk menyusuri jalur pendakian. Jalan menanjak menyambut kami. Tidak panjang sebenarnya namun panas terik yang menyengat membuat kami cepat berkeringat. Ditambah lagi, kami adalah pemuda yang menyandang predikat sebagai penggemar membakar tembakau merusak paru :D

Sekitar 20 menit kemudian, kami tiba di sebuah aliran sungai kecil. Kami putuskan untuk beristirahat semaunya. Perjalanan kali ini kami anggap adalah bersenang – senang tanpa target apapun. Di sungai ini kami membasuh wajah dan sekedar duduk menikmati udara sejuk dibawah rindangnya pepohonan dan dedaunan yang menghalangi sinar matahari menyentuh tanah.

Tidak berapa lama kami melanjutkan perjalanan naik turun bukit dan tibalah kami di areal perkebunan kopi. Terlihat di kejauhan Gunung Merbabu.

[caption id="attachment_210511" align="alignnone" width="408" caption="Tanaman kopi siap panen dari lereng Gunung Ungaran"][/caption] Tampak di ketinggian seekor burung terbang rendah. Terlihat seperti burung elang [caption id="attachment_210512" align="alignnone" width="614" caption="Burung terbang bebas di lereng gunung"]

134676903285666821
134676903285666821
[/caption] Areal perkebunan kopi ini sebagai penanda bahwa dusun Promasan yang menjadi tujuan kami sudah dekat. Dusun yang menjadi titik akhir sebelum melakukan pendakian ke puncak gunung Ungaran. Kawasan ini dapat dijangkau dengan kendaraan roda empat yang biasa digunakan untuk mengangkut hasil panen kopi atau teh. Sayangnya, jalur yang kami pilih bukan jalur yang digunakan kendaraan ini hehehe.

Tampak beberapa petani sedang melakukan pemilihan terhadap biji kopi setelah dipanen. Yang dipilih adalah biji kopi berwarna merah

[caption id="attachment_210513" align="alignnone" width="614" caption="para pekerja tampak memilah kopi hasil panen."]

1346769124461396252
1346769124461396252
[/caption]

Dari sini, kami lalu berjalan sekitar 15 menit dan tibalah di perkebunan teh. Disini juga para buruh sedang melakukan panen daun teh untuk dikirimkan ke pabrik pengolahan tidak jauh dari lokasi ini. Mandor yang kami temui masih muda sekitar 28 tahun. Dia mengeluhkan tentang kualitas daun teh yang semakin tahun kurang baik. Belum lagi tentang upah buruh yang menurutnya tidak manusiawi. Dia sendiri baru tujuh bulan ditugaskan di area ini. Tanggung jawabnya adalah mengawasi panen untuk kebun seluas kurang lebih lima hektar.

Dari semua buruh yang aku lihat, kebanyakan adalah perempuan. Mulai dari usia 20an hingga 70an. [foto nenek bekrond gunung]. Kebanyakan buruh mempunyai tugas sama yaitu memotong pucuk daun teh

[caption id="attachment_210514" align="alignnone" width="614" caption="Sejenak beristirahat dari kegiatan memanen daun teh"]

13467692261236040871
13467692261236040871
[/caption] . Sedangkan buruh lainnya bertugas menimbang dan mengatur hasil panenan. Aku tiba tiba merasa tidak nyaman melihat seorang nenek berjalan terbungkuk bungkuk dengan buntalan karung besar di punggungnya. Aku taksir sekitar 40 kg.
1346769316915914199
1346769316915914199

Dusun Promasan adalah dusun yang terletak di ketinggian 1300 mdpl. Terdiri dari sekitar 20 rumah, dusun ini menjadi tempat tinggal bagi buruh tani pada perkebunan teh ini. Ada mata air yang menjadi sumber air bagi warga dusun dan para pejalan. Di lokasi ini ada gua Jepang yang didalamnya terdapat ruang-ruang. Bagi para pejalan dapat menggunakan beberapa rumah penduduk yang bagian dalamnya diberi alas papan hingga dapat dijadikan tempat tidur paling tidak 20 orang.

Kami sengaja tidak mencari tempat tidur di rumah warga karena ingin merasakan tidur di alam terbuka. Selain itu, dusun ini sedang ramai oleh rombogan sebuah sekolah alam dari Kabupaten Semarang yang hendak merayakan liburan sekolah mereka. Tidak kurang 50 anak ditambah pendampingnya berkeliaran di area ini melakukan banyak kegiatan. Kami memilih untuk menikmati duduk dan berbaring diatas rerumputan dibalik alang-alang dan dua buah pohon dan membiarkan ransel kami tergeletak begitu saja. Kami bahkan terlalu malas untuk membuat bivak sederhana :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun