Kalau sudah begitu, ketua PSSI ini, yang sepertinya juga sedang menyusun kekuatan untuk 2024, sedang menghadapi ujian. PSSI akan berhadapan dengan respons FIFA, sementara Erick Tohir akan berhadapan dengan para penolak yang makin garang dan kecaman pendukung yang kecewa karena menilai PSSI dan pemerintah kurang tegas dan tidak mampu "mengendalikan keadaan". Dalam benaknya. Erick Tohir barangkali berpikir, "dunia politik rupanya tak semudah dunia bisnis" yang selama ini dijalaninya dan membuatnya kaya - raya.
Dinamika dunia sepakbola memang tak ada matinya. Apatahlagi, sepakbola Indonesia.
***
Dari kejadian ini kita belajar, bahwa sepakbola memanglah tak bisa dilepaskan dengan faktor "politik". Semakin kita mengingkari dan melarang - larangnya, semakin menjadi - jadi pada akhirnya. Kenapa? Sebab, bukankah untuk mewujudkan sepakbola yang baik butuh sokongan "keinginan politik" (political will) dari pemerintah dan segala pihak? Lihat saja daerah yang keberpihakan kebijakan sepakbolanya jelas, pasti fasilitas dan infrastrukturnya layak dan memadai.
Sementara itu, kebijakan itu lahir dari "keinginan politik" (political will). Jika tidak, lihat saja daerah yang infrastruktur, fasilitas, sarana dan prasarana olahraganya, terkhusus sepakbola, tidak memadai bahkan terbilang miris. Bisa dipastikan, "keinginan politik" pemerintahnya dipastikan minim, jika bukan tidak ada.
Olehnya, politik dan sepakbola memiliki hubungan erat, dalam artian positif. Yang tak elok dipandang memang, adalah "politisasi" sepakbola. Seringkali, hal ini yang sangat menjengkelkan para penggemar bola yang tulus mencintai dunia sepakbola.
Ke depan, semoga dunia sepakbola kita dapat bertumbuh lebih dewasa, matang, dan profesional. Setiap pendewasaan memang butuh proses. Mudah - mudah kita berada di jalur itu. On the track.
Ulla Mappatang
Penyuka bola
*) Tulisan ini dibuat tidak lama setelah Indonesia dinyatakan batal sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 di tahun 2023 ini. Tulisan ini juga pernah dikirim ke salah satu platform media bola, namun belum sempat dipublikasi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H