Mohon tunggu...
Nasrullah Mappatang
Nasrullah Mappatang Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Alumni Fakultas Sastra UNHAS dan Pascasarjana UGM - Pegiat Sekolah Sastra (SKOLASTRA) - Mahasiswa Doktoral/ PhD di University of Malaya, Malaysia.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Ketika Dua Gubernur PDIP Tolak Timnas Israel

6 Mei 2023   11:56 Diperbarui: 6 Mei 2023   12:33 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau sudah begitu, ketua PSSI ini, yang sepertinya juga sedang menyusun kekuatan untuk 2024, sedang menghadapi ujian. PSSI akan berhadapan dengan respons FIFA, sementara Erick Tohir akan berhadapan dengan para penolak yang makin garang dan kecaman pendukung yang kecewa karena menilai PSSI dan pemerintah kurang tegas dan tidak mampu "mengendalikan keadaan". Dalam benaknya. Erick Tohir barangkali berpikir, "dunia politik rupanya tak semudah dunia bisnis" yang selama ini dijalaninya dan membuatnya kaya - raya.

Dinamika dunia sepakbola memang tak ada matinya. Apatahlagi, sepakbola Indonesia.

***
Dari kejadian ini kita belajar, bahwa sepakbola memanglah tak bisa dilepaskan dengan faktor "politik". Semakin kita mengingkari dan melarang - larangnya, semakin menjadi - jadi pada akhirnya. Kenapa? Sebab, bukankah untuk mewujudkan sepakbola yang baik butuh sokongan "keinginan politik" (political will) dari pemerintah dan segala pihak? Lihat saja daerah yang keberpihakan kebijakan sepakbolanya jelas, pasti fasilitas dan infrastrukturnya layak dan memadai.

Sementara itu, kebijakan itu lahir dari "keinginan politik" (political will). Jika tidak, lihat saja daerah yang infrastruktur, fasilitas, sarana dan prasarana olahraganya, terkhusus sepakbola, tidak memadai bahkan terbilang miris. Bisa dipastikan, "keinginan politik" pemerintahnya dipastikan minim, jika bukan tidak ada.

Olehnya, politik dan sepakbola memiliki hubungan erat, dalam artian positif. Yang tak elok dipandang memang, adalah "politisasi" sepakbola. Seringkali, hal ini yang sangat menjengkelkan para penggemar bola yang tulus mencintai dunia sepakbola.

Ke depan, semoga dunia sepakbola kita dapat bertumbuh lebih dewasa, matang, dan profesional. Setiap pendewasaan memang butuh proses. Mudah - mudah kita berada di jalur itu. On the track.

Ulla Mappatang
Penyuka bola

*) Tulisan ini dibuat tidak lama setelah Indonesia dinyatakan batal sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 di tahun 2023 ini. Tulisan ini juga pernah dikirim ke salah satu platform media bola, namun belum sempat dipublikasi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun