Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat 1 mengamanatkan kepada pemerintah bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, kemudian pada pasal 11 Ayat 1 mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk memberikan layanan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu (berkualitas) bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi (UU No.20 Tahun 2003). Dalam konteks hari ini, tentu pendidikan tidak cukup hanya 12 tahun masa belajar, namun juga sampai tingkat Pendidikan Tinggi.
Berkaitan dengan Pendidikan Tinggi, dalam  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, pada pasal 4, disebutkan bahwa  Pendidikan Tinggi berfungsi: "Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa".
Perguruan Tinggi sebagai lembaga yang menyelengarakan Pendidikan Tinggi, memiliki peran penting dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) suatu negara. Melalui penyediaan pendidikan berkualitas, penelitian dan inovasi, pengembangan keterampilan, persiapan untuk pasar kerja, pemberdayaan individu, pengembangan pemimpin, dan kontribusi terhadap masyarakat, perguruan tinggi juga berkontribusi besar terhadap pembentukan dan penguatan SDM yang berdaya saing dan mampu memajukan masyarakat serta ekonomi secara berkelanjutan.
Berdasarkan UU dan peran dari Pendidikan Tinggi di atas, maka dapat kita pahami bersama bahwa Perguruan Tinggi seperti Univeristas, Institut, Sekolah Tinggi atau nama lain dari Perguruan Tinggi baik itu Perguruan Tinggi Negeri atau Perguruan Tinggi Swasta, memiliki tanggung jawab untuk menyelengarakan Pendidikan Tinggi yang dapat diakses oleh siapapun oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa mengesampingkan kualitas pendidikan.
Tentu hal ini bukan perkara yang mudah bagi suatu Perguruan Tinggi, terutama Perguruan Tinggi Swasta (PTS) untuk dapat menyelengarakan pendidikan dengan biaya yang murah agar dapat diakses oleh siapapun, namun dengan fasilitas pendidikan yang mumpuni, seperti sarana prasarana yang layak, SDM atau tenaga pendidik yang memiliki kapasitas di atas rata-rata, sistem akademik yang sistematis dan fasilitas pendidikan lainnya.
Sampai disini, hemat penulis, bahwa perguruan tinggi dituntut untuk dapat menjalankan dwi fungsi dan perannya, peran sebagai lembaga sosial dan sebagai lembaga bisnis.
Peran Perguruan Tinggi sebagai Lembaga Sosial.Â
Dalam teori ilmu ekonomi, pendidikan termasuk didalamnya adalah Pendidikan Tinggi dikategorikan sebagai barang publik. Barang publik adalah barang yang dimanfaatkan oleh masyarakat yang mengandung dua sifat pokok, yaitu non-rival dan non-excludable. Non-rival artinya penggunaan satu konsumen terhadap suatu barang tidak akan mengurangi kesempatan konsumen lain untuk juga mengkonsumsi barang tersebut. Setiap orang dapat mengambil manfaat dari barang tersebut tanpa mempengaruhi manfaat yang diperoleh orang lain. Non-excludable artinya apabila barang publik tersedia, tidak ada yang dapat menghalangi siapapun untuk mendapatkan manfaat dari barang tersebut.
Agar kedua sifat barang publik tersebut dapat dipenuhi, sudah seharusnya pendidikan Tinggi juga disediakan oleh pemerintah dengan pendanaan yang berasal dari uang pajak. Namun faktanya memang tidak demikian, akibat keterbatasan pemerintah dalam hal ini keterbatasan daya tampung Perguruan Tinggi Negeri dalam menerima mahasiswa, akhirnya pihak swasta yang mendapat izin dari pemerintah dapat menyelengarakan pendidikan tinggi, yang selanjutnya disebut dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Sehingga dalam perjalanannya PTS dituntut untuk dapat melaksanakan pelayanan publik kepada masyarakat dengan memberikan kesempatan kepada siapapun untuk dapat merasakan pengalaman menimba ilmu di PTS. Hal ini penting kiranya bagi PTS untuk dapat memberikan sumbangsih dalam mewujudkan cita-cita pendidikan nasional dalam mencetak generasi (SDM) yang berdaya saing dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional yang berkelanjutan, di mana SDM memiliki peranan penting dalam pembangunan nasional, mengingat SDM memiliki peranan fundamental dalam pembangunan nasional.
Agar PTS dapat diakses oleh masyarkat luas, maka biaya minimal menjadi prasayat utama. Oleh karena itu PTS hendaknya mampu memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki baik, tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana dan prasarana. Tentu sebagai lembaga sosial PTS tidak seharusnya mengedepankan keuntungan secara materi, sebagaimana karakteristik dari lembaga sosial yang lebih mengutamakan pelayanan publik.
Â
Peran Perguruan Tinggi sebagai Lembaga Bisnis. Â
Berbeda halnya dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang pendanaan kegiatan akademiknya didukung penuh oleh APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), Â di mana PTS harus memikirkan berapa generate income yang dimiliki, lalu bagaimana pengelolaannya agar dapat memenuhi semua kebutuhuan operasional PTS, mulai dari gaji pegawai dan tenaga pendidik, penyediaan sarana dan prasarana, investasi bidang teknologi komunikasi dan informasi dan lain sebagainya.
Disinilah PTS dituntut untuk dapat menjalankan perannya sebagai lembaga bisnis, agar mampu menjaga suitainabilitas lembaganya. Pendanaan operasional pendidikan saat ini memerlukan biaya yang tidak sedikit, misalnya saja jika PTS hendak meningkatkan kapasitas tenaga pendidiknya melalui pelatihan, tentu biaya yang harus dikeluarkan juga tidak sedikit, atau misalnya menghadapi akreditasi program studi, maka setidaknya PTS harus mengeluarkan biaya sekitar 50juta Rupiah untuk pendaftaran akreditasi dan pelaksanaannya. Angkat tersebut tentu bukan nominal yang sedikit khususnya PTS yang mahasiswanya dibawah 1000 mahasiswa.
Oleh karena itu jika kita melihat beberap PTS yang sudah besar, mereka akan membuka banyak jenis usaha guna meringankan biaya pendidikan yang dibebankan kepada mahasiswanya, penulis ambil contoh misalnya saja kampus UMM (Universitas Muhammadiyah Malang) untuk meringkan biaya SPP mahasiswanya serta untuk memberikan pendidikan yang berkualitas, membuka banyak gerai usaha, misalnya seperti SPBU (stasiun pengisian bahan bakar), Rumah Sakit, Minimarket dan lain sebagainya, hal ini juga yang dilakukan oleh kampus-kampus swasta besar lainnya.
Demikian halnya dengan kampus-kampus swasta di negara maju, misalnya saja hasil riset dari Sandor, dkk tahun 2013, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pendanaan operasional Pendidikan Tinggi di beberapa Negara Eropa memfokuskan pada kualitas pembiayaan, keberlanjutan serta memberikan ruang bagi pihak swasta untuk turut berkontribusi dalam pendanaan Pendidikan Tinggi. Misalnya saja pada Universitas Martin Luther di Halle-Wittenberg, Universitas Manchester Britania Raya, Lille Institute of Studi Politik di Prancis, dan dari Eropa Tengah dan Timur yakni Universitas Jagiellonian di Krakow Polandia dan Universitas Ljubljana Slovenia.
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa, PTS harus mampu menjalankan perannya sebagai lembaga sosial agar dapat menyediakan layanan publik serta sebagai lembaga bisnis agar dapat menjaga sustainabilitas/ keberlanjutan lembaganya.Â
Belajar dari PTS yang sudah berkembang entitasnya mereka membuka gerai usaha untuk meningkatkan pendapatan lembaga sehingga dalam operasionalnya tidak mengandalkan sumbangan pendidikan dari mahasiswanya semata, demikian dengan kampus-kampus di negara maju, mereka secara aktif mengandeng lembaga bisnis (perusahaan) untuk pembiayaan pendidikan. PTS harus harus selalu tetap eksis dan berkembang, karena tanpa kehadiran mereka, bagaimana nasib anak bangsa yang tidak dapat melanjutkan studinya di kampus negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H