Mohon tunggu...
Nasrullah Ali Fauzi
Nasrullah Ali Fauzi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas, tinggal di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia

Koordinator Penghubung Community Learning Center (CLC) Wilayah Kota Kinabalu, Sabah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Semua karena Visa: Cerita Ringan soal Guru Indonesia di Sabah

31 Maret 2024   16:17 Diperbarui: 31 Maret 2024   16:19 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama pria itu cukup singkat: Fajiyusni. Lahir di Mensere, Sambas, Kalimantan Barat, pada 23 Februari 1993. Punya anak satu dari istrinya yang bernama Yeni Rahmawati.

Pada Sabtu petang, 23 Maret 2024, saya dan Suraban --kawan setahap Fajiyusni-- mengantarnya ke Bandara Kota Kinabalu (KK) karena dia akan terbang ke Kuching, Sarawak. Itulah hari terakhir Fajiyusni di  Sabah setelah mengabdi dua tahun sebagai Guru Bina pada Community Learning Centre (CLC) FGV, Lahad Datu, sejak 24 Maret 2022.

Walau masa tugasnya di Sabah cukup singkat, ada beberapa pengalaman menarik sekaligus dramatik yang sudah dilaluinya, termasuk istrinya. Khususnya berkaitan dengan persoalan visa atau izin tinggal.

Pengalaman pertama dialami istrinya. Pada 04 Juli 2022, Yeni terbang ke Sabah untuk menjenguk suaminya di Lahad Datu. Maklum keduanya masih pengantin baru. Sebelum ke Sabah, ia masuk Sarawak melalui perbatasan Aruk (Indonesia)-Biawak (Malaysia) sehingga di paspornya terdapat cop keluar-masuk imigrasi tanggal 04 Juli 2022. Kemudian lanjut terbang ke Sabah sehingga di paspornya terdapat cop imigrasi masuk tanggal 05 Juli 2022.

Sebulan kemudian, persisnya pada 04 Agustus 2022, Yeni berencana terbang kembali ke Sambas dari Sabah --dan juga harus melalui Kuching, Sarawak. Tiket pesawat sudah di tangan sesuai tanggal kepulangan. Tiada yang tahu soal rencana tersebut, kecuali sepasang suami-istri itu saja.

Tiba-tiba, pada hari yang sama, saya mendapat kabar dari Fajiyusni: istrinya tertahan di Imigrasi Bandara KK. Dia tidak boleh terbang ke Kuching karena visa sosialnya terkategorikan sudah tamat tempoh alias sudah habis masa berlaku. Dia masuk Sarawak pada 04 Juli 2022, seharusnya keluar Sabah-Sarawak pada 03 Juli 2022.

Karena itu, Yeni harus segera urus special pass (SP) di Kantor Jabatan Imigrasi Malaysia (JIM) Sabah. Dan untuk urusan itu, Suardi Tammu selalu setia membantu sampai semua beres. Dan pada 06 Agustus 2022, Yeni akhirnya bisa terbang ke Kuching dan terus masuk Aruk.

Pengalaman lain dialami Fajiyusni. Pada 08 Juni 2023, ia harus kembali ke Sambas karena ayahnya wafat. Sementara paspornya masih di KK untuk pembaharuan visa (masa berlaku sampai 23 Maret 2023). Untung saja proses visa selesai pada 06 Juni 2023. Maka terjadilah drama singkat di Bandara KK waktu itu: Fajiyusni sejak pagi naik mobil dari Lahad Datu menuju KK. Sesampai di bandara dan seraya berjalan ke ruang masuk, ia menerima paspornya dari tangan Aksar yang sudah setia menantinya di sana dengan sabar.

Pengalaman paling dramatis justru terjadi tatkala Fajiyusni akan meninggalkan Sabah karena purna tugas. Sesuai tiket, dia rencananya akan pulang pada 21 Maret 2024 (visanya habis 23 Maret 2024). Untuk pembatalan visa, ia terpaksa mengirim paspornya lewat jasa sebuah perusahaan pengiriman barang yang cukup terkenal. Paket itu dia kirim ke alamat saya di Sekolah Indonesia KK pada 13 Maret 2024.

Bagaimanapun, paket itu tenyata belum sampai juga ke tangan saya. Justru pemiliknya sendiri yang lebih dahulu sampai KK pada 18 Maret 2024. Fajiyusni sudah berulangkali menanyakannya kepada perusahaan pengiriman tersebut. "Masih dalam perjalanan, tunggu sahaja nanti pun tiba," begitu selalu jawaban yang didapat.

Lebih aneh dan mendebarkan lagi adalah ini. Pada 21 Maret 2024, di mana pada hari itu Fajiyusni sudah harus terbang ke Kuching sesuai tiket, diperoleh informasi secara online bahwa paket itu sudah pernah sampai Likas, malah nyasar sampai Kuching, Sarawak! Astaghfirullah...

Maka, pada hari itu juga, saya dan Fajiyusni bersepakat untuk membuat laporan polisi bahwa paspor yang ditunggu sudah hilang entah di mana (bukan dikirim paketan). Dan dari Balai Polis Kepayan, kami langsung ke Konsulat Jenderal RI Kota Kinabalu (KJRI KK) dengan maksud membuat paspor baru atau Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).

Sampai siang hari itu belum ada pilihan apa pun dan keadaan serba dilematis. Yang pasti adalah ini: tiket KK-Kuching waktu itu sudah tidak mungkin bisa dipakai lagi alias hangus. Dalam pikiran kami, kalau paspor baru diterbitkan, otomatis paspor lama --yang masih misterius-- akan terbatalkan. Paspor baru pun secara peraturan tidak bisa diterbitkan oleh KJRI KK karena Fajiyusni akan habis kontrak (tidak bertugas lagi di Sabah sebagai Guru Bina).

Bagaimana kalau buat SPLP? Ini bisa dilakukan dengan konsekuensi: paspor lama tetap terbatalkan dan Fajiyusni masih harus buat paspor baru di Indonesia nanti kalau dia mau ke luar negeri lagi. Jadi tujuan utama saat itu: dia bisa keluar Sabah-Sarawak dengan SPLP walau harus buat SP lagi di JIM.

Tapi, nanti dulu. Di tengah kegalauan, Fajiyusni ternyata masih sangat berharap paspornya masih bisa didapatkan. Ini karena dia sudah punya rencana lain yang tak kalah penting, yang sebelumnya belum dia ceritakan kepada siapa pun, termasuk saya dan Suraban: dia dan istrinya sudah punya tiket dan visa umrah menggunakan paspor misteriusnya dan akan berangkat pada 25 Maret 2024. Berangkatnya dari Kuching pula!

Jadi, sejak itu, saya hanya bisa bilang begini padanya: "Di sisa bulan Ramadhan yang suci ini, mari kita bersama menantikan keajaiban dari Tuhan asal tanpa henti berikhtiar dan berdoa. Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik. Kalau memang ada rezeki, paspormu akan tetap datang dan kamu bisa umrah...."   

Sampai akhirnya, di Sabtu pagi, 23 Maret 2024, persis di hari visanya tamat, Fajiyusni kirim whatsapp ke saya: "Pak, alhamdulillah, sepertinya kiriman sudah sampai SIKK...."

Tanpa pikir panjang, saya langsung minta dia beli tiket segera untuk terbang ke Kuching pada siang atau sore hari. Lalu saya bergegas ke sekolah untuk mengantarnya ke Bandara KK bersama Suraban. Di tengah perjalanan ke bandara, saya sempat berkoordinasi dengan Lucky Fathria Jatnika (KP CLC Wilayah Sarawak) untuk kemungkinan membantu mengawal perjalanan Fajiyusni dari Kuching sampai perbatasan Biawak-Aruk.

Menurut Lucky, karena visa Fajiyusni sudah habis pada 23 Maret 2024, sementara perbatasan Biawak-Aruk akan tutup pada pukul 16.00 waktu setampat, maka kemungkinan besar dia harus bermalam dulu di Kuching semalam dan baru berangkat ke perbatasan keesokan harinya.

Pada Ahad petang, 24 Maret 2024, tiba-tiba Fajiyusni mengirim whatsapp. "Pak Nas, alhamdulillah, saya sudah berjumpa dengan anak dan keluarga. Terima banyak, Pak Nas, dan semua KP atas bantuan yang diberikan...."

Alhamdulillah. Tugas kami sudah selesai melayani Fajiyusni. "Terima kasih juga sudah turut membantu pelayanan pendidikan bagi anak pekerja Indonesia di CLC FGV. Mohon maaf kalau ada kekurangan dan kekhilafan," jawab saya singkat.

Dan pada Kamis siang, 28 Maret 2024,  dia kirim kabar lagi: "Alhamdulillah, sekarang kami sudah di Jeddah...."

 

Labbaika Allaahumma labbaika. Labbaika  laa syariika laka labbaika....

 

Kota Kinabalu, 30 Maret 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun