SEBATIK (10/07/2024)- Surat edaran yang di terbitkan oleh Polsek sebatik timur terkait himbauan pelarangan menjual dan membeli minyak (bensin) Malaysia menuai ragam respon dari masyarakat sebatik, tidak sedikit yang menyayangkan terbitnya surat edaran tersebut.Â
Minyak (bensin) merupakan komoditas vital di masyarakat secara umum tak terkecuali di masyarakat perbatasan pulau Sebatik dan pasokan minyak dari Malaysia (Tawau) sejauh ini merupakan penyediaan alternatif dari pemenuhan kebutuhan terhadap bensin, apalagi ketersediaan BBM dari Indonesia sendiri di anggap belum cukup untuk memenuhi akan permintaan BBM di masyarakat sebatik.
Polemik terkait Bensin Malaysia ini bukanlah yang pertama kali, di tahun 2023 polemik ini sempat mencuat dan menjadi pembahasan di masyarakat dan tingkat pemerintah daerah, sehingga persoalan yang krusial ini menjadi attention.
Di tahun 2023 Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FORKOPIMDA) memutuskan untuk mengizinkan BBM dari Malaysia itu untuk masuk kepulau Sebatik.
Dikutip dari tribun kaltara, bupati Nunukan Hj.Asmim Laura menegaskan bahwa BBM Malaysia boleh masuk sepanjang stok BBM di SPBU habis dan toleransi lain di berikan yaitu ketika pelayanan SPBU tutup. Hal ini memberikan keluasan masyarakat untuk dapat membeli bensin secara eceran (botolan) dari Malaysia.
Menurutnya, Keputusan ini di ambil berdasarkan perjanjian Border Trade Agreement (BTA) tahun 1970. Yang pada dasarnya BBM Malaysia (Tawau) punya kedudukan yang sama dengan komuditas lainya meski secara aturan itu di atur, akan tetapi karena negara belum dapat memenuhi semua kebutuhan masyarakat di perbatasan maka menjual dan membeli BBM Malaysia di sebatik menjadi boleh. Dan yang terpenting ialah keputusan ini dibuat untuk mencegah timbulnya gejolak yang berkepanjangan di masyarakat lantaran SPBU juga dinilai belum mampu melayani kebutuhan masyarakat pulau sebatik.
Sekilas tentang BTA
Aturan Border Trade Agreement tahun 1970 dibuat karena realitas sosial yang telah ada sejak ratusan tahun sebelum munculnya republik Indonesia dan malaysia. Indonesia mewarisi sepertiga tanah borneo sebelah selatan dan sisanya milik Malaysia dan Brunei. Oleh sebab itu garis batas tidak dapat menghapus realitas sosial yang telah ada sejak dulu (jenice et al., 2021).
Merujuk pada kondisi itu kemudian dibuat perjanjian lintas batas antara Indonesia-Malaysia, Border Trade Agreement tahun 1970 kemudian diatur dalam nasional Indonesia yaitu pasal 55 dan pasal 56 undang-undang nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan yang berbunyi "setiap warga negara yang bertempat tinggal di negara kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara lain dapat melakukan perdagangan perbatasan dengan penduduk negara lain yang bertempat tinggal diwilayah perbatasan"