Mungkin tidak semua orang tahu bahwa Aceh pernah memiliki seorang laksamana penjaga selat malaka pada abad 16 masehi. Laksamana itu adalah seorang perempuan yang memimpin pasukan 2000 pasukan inong balee ( Janda yang di tinggal oleh suami yang pejuang). Dan beliau membangun benteng inong balee di dekat selat malaka untuk mendukung suplai makanan dan pengisian amunisi senjata perang.
Nama beliau adalah Keumalahayati atau yang lebih dikenal dengan sebutan laksamana Malahayati. Beliau seorang perempuan keturunan raja dan ayahnya seorang panglima laut yang bertugas pada masa kerajaan Darussalam Aceh.
Suami laksamana Malahayati  yang bernama Zainal Abidin mati syahid saat berperang dengan pasukan Portugis di Selat Malaka. Oleh karena itu, Malahayati menghimpun seluruh perempaun yang di tinggal mati suaminya untuk ikut berperang melawan penjajah. Sehingga terbentuk pasukan inong balee yang berjumlah sekitar 2000 orang.
Dengan pasukan yang banyak dan juga terlatih Laksamana Malahayati mampu menbendung serangan demi serangan yang dilancarkan oleh pasukan Portugis dan Belanda.. dan Belanda harus kehilangan salah satu komandan mereka yaitu Corneulis de Houtman yang mati berduel satu lawan satu dengan laksamana Malahayati.
Keberanian Laksamana Malahayati bukan muncul tiba -- tiba, namun beliau di didik dengan pendidikan Islam yang kuat dan juga ilmu kelautan yang mumpuni yaitu pendidikan Aceh yang bernama Baitul Maqdis, sebuah sekolah punya kesultanan Aceh yang mengajari berbagai disiplin ilmu pada masa itu.
Dari keberanian Laksamana Malahayati dalam di ambil kesimpulan bahwa beliau tidak pernah putus asa, tidak pernah meratap atas kematian suaminya, malah menjadi api semangat untuk terus berjuang dan tanpa menyerah. Dan beliau berjuang juga mengajak dan memimpin pasukannya untuk tidak cengeng dan tidak putus asa karena kehidupan harus dilanjutkan dan penjajah harus menerima hukuman mereka sendiri.
 Walaupun beliau seorang anak bangsawan namun hal itu tidak membuat Laksamana Malahayati hidup enak di istana kesultanan Aceh. Beliau keluar dari zona nyaman untuk berjuang dengan laut melawan Portugis. Sebab hidup enak bukannlah tujuan Hidup tapi sebagai alat untuk mencapai sebuah cita -- cita yang mulia.
Kehebatan Laksamana Malahayati juga dalam ilmu beladiri, hanya dengan menggunakan Rencong (Pedang khas Aceh) beliau mampu membunuh Corneulis de  Houtman yang  secara teori tidak mampu dikalahkan. Karena seperti yang kita tahu bahwa orang eropa besar dan tinggi. Namun, Laksamana Malahayati mampu mengalahkannya hanya dengan Rencong Aceh. Hebat bukan.
Kehebatan Laksamana Malahayati dalam memimpin pasukan dan kemampuan beliau dalam ilmu bela diri menjadi acuan pendidikan bagi perempuan Indonesia. Karena tujuan sekolah sebenarnya adalah untuk Negara bisa menjaga ekstensinya di mata dunia. Oleh karena itu, Negara tidak boleh meremehkan peran perempuan khususnya, sebab baik perempuan dan laki --laki sama penting untuk keberlanjutan Negara Indonesia.
 Ilmu bela diri sebenarnya wajib di masukkan dalam kurikulum pendidikan mengingat banyak perempuan menjadi korban dari para penjahat. Tapi tujuan sebenarnya adalah untuk bisa menjaga Indonesia dari Negara lain.Â
Karena perlu diketahui bahwa Negara Indonesia kapanpun bisa di serang oleh Negara asing. Oleh karena itu, dengan memasukkan ilmu bela diri dalam kurikulum pendidikan maka dengan sendirinya akan menjadi Negara kuat sebab rakyatnya juga kuat.
Selain ilmu bela diri laksamana Malahayati juga ada ilmu memimpin yang mampu memperngaruhi inong balee untuk siap berperang melawan penjajah. Ilmu kepemimpianan ini tidak semua orang mampu melakukan karena mengajak perempuan ikut berperang ditengah laut bukanlah mudah. Namun, dengan strategi pendekatan sama -- sama inong balee maka laksamana malahayati mampu mengajak inong balee berperang ditengah laut.
Laksamana Malayahati juga sebagai penjaga laut selat malaka yang mana jika sebuah kapal yang mau melintasi harus mendapat izin dari Laksamana Malahayati, keren bukan Laksamana Malahayati.
Tidak putus asa nya Laksamana Malahayati saat suami mati syahid di medan tempur dapat menjadi pelajaran bagi perempuan bahwa putus asa bukanlah jalan terbaik. Namun, bangkit dan berjuang merupakan jalan satu -- satunya untuk membalas semua yang telah terjadi. Dalam keadaan lemah laksamana Malahayati menyatakan perang terhadap  Portugis. Sebab menyerah dan meratapi nasib bukanlah solusi.
Di zaman modern ini yang banyak kaum millennial yang labil, hanya gara --gara putus cinta langsung bunuh diri. Sehingga sangat disayangkan karena mati sia --sia, maka saatnya menjadikan Laksamana Malahayati sebagai panutan sebab hanya dengan menjadikan Laksamana Malahayati maka akan muncul malayahati yang lain di zaman modern ini.
 Untuk melahirkan manusia seperti Laksamana Malahayati maka diperlukan pendidikan yang komprehensif untuk bisa menghasilkan para perempuan atau penerus bangsa yang mau berjuang demi Negara.Â
Bukan sekolah hanya untuk mencetak karyawan tapi sekolah mampu melahirkan Laksamana Malahayati lainnya yang dapat mengguncang dunia. Sebab hanya dengan pendidikan yang tepat dapat menghasilkan manusia -- manusia yang berkualitas di masa depan bangsa dan Negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H