Mohon tunggu...
Nasrul
Nasrul Mohon Tunggu... Guru - nasrul2025@gmail.com

Pengajar sains namun senang menulis tentang dunia pendidikan, bola dan politik, hobi jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kegelisahan yang Membuatku Pergi

30 November 2020   21:22 Diperbarui: 30 November 2020   21:35 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pantai barat selatan Aceh (dok.pribadi)

Tahun 2020, iya, aku sudah empat tahun meninggalkan kampus tercinta. Padahal, ada harapan untuk bisa melanjutkan pasca sarjana dan mungkin bisa jadi doktor.

Namun nasib berkehendak lain, aku memilih pergi untuk bisa menghindar dari nuansa ke ilmuan yang masih membuat aku belum paham sama sekali.

Aku seorang sarjana fisika, fisika murni. Fisika yang membuat aku masih belum paham, artinya aku masih harus belajar lebih dalam.

Penyebab aku pergi setelah aku lulus sarjana, karena aku merasa tidak di anggap oleh orang orang hebat yang ada di sekelilingku. Mungkin aku saja merasa atau mungkin aku memang tidak pantas melanjutkan pasca sarjana.

Memang aku sedikit sok, karena aku sangat berharap untuk sambung S2 luar negeri. Pernah ada tawaran S3 di kampus yang sama, tapi selain aku tidak tertarik, kriteria S3nya juga membuat aku takut karena banyak sekali syaratnya, yang mana menurut nilai akademik aku tidak bisa, sebab IPK aku sedikit dan tidak memenuhi syarat.

Suatu kali ada telepon yang datang dari guru aku dulu, saat aku masih SMP, beliau meminta aku untuk mengajar di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama supaya bisa menang Olimpiade Sains Nasional (OSN).

Adanya telepon tersebut membuat aku mantap untuk segera pergi dari kampus. Sebab aku merasa tidak berguna jika berada dikampus terus, sehingga diriku merasa sia sia dalam menghadapi hari hari saat pergi ke kampus, terkadang terpikir oleh ku apa yang aku perbuat ini.

Empat tahun sudah aku meninggalkan kampus dan sejak itu aku sudah beberapa kali bertemu dengan dosen pembimbingku yang sudah aku anggap sebagai orangtua. Sebab beliau yang menyelamatkan aku dari skripsiku yang sebenarnya gagal total, tapi aku bersyukur aku bisa lulus dari kampus dan dari jurusan yang payah Fisika.

 Aku pernah ditegur oleh dosen pembimbing mengapa aku begitu bersemangat kuliah ke luar negeri yaitu Negara Jepang. Beliau mengatakan bahwa kuliah luar negeri belum tentu lulus dan di sana sulit kehidupannya , selain mahal juga sulit mencari makanan halal.

Namun, walaupun beliau begitu memberi saran tapi beliau mau membantu aku melamar S2 jepang, dari baagaimana membuat CV , surat motivasi dan proposal penelitian.

Tapi namanya nasib belum berpihak kepadaku, aku dinyatakan tidak  lulus oleh pihak penerima beasiswa. Aku terpukul dengan pengumuman tersebut sebab sesuai sekali dengan harapan ibuku supaya aku tidak melanjutkan S2 ke luar negeri.

Karena aku masih labil dan mau menang sendiri sehingga aku memutuskan menjadi guru honorer di tempat guru yang menelepon aku, yang tempatnya jauh sekali dari rumah.

Ibu hanya diam saja saat aku pamit pergi, beliau bilang jaga diri baik baik di sana. Walaupun aku jauh, ibu tetap memberi aku restu.

 Aku  bersyukur sejak menjadi guru honorer dan memang gajinya sedikit, aku bisa menikah dan bisa hidup sederhana. Walaupun gaji kecil tapi aku merasa bahagia saja, namun. Sejak diriku menjadi kepala sekolah hidupku tidak tenang dan  tidak bisa tidur nyenyak memikirkan sekolah.

Walaupun gajinya jauh jika dibandingkan bekerja di perusahaan, setidaknya aku sudah menyelesaikan nazar aku saat SMA dulu, yang mana aku sempat bernazar bahwa jika lulus S1 nanti, aku akan berusaha menjadi relawan untuk orang orang miskin dan berusaha menjadi yang terbaik mengajari anak bangsa.

Pernah juga dosen pembimbing aku menasehati untuk bisa berbagi ilmu dengan menjadi guru di Indonesia mengajar. Namun, aku tidak lulus seleksi oleh karena itu aku berpikir jika aku hanya mengajar jadi guru honorer tidak masalah asalkan mengajarnya penuh dengan keikhlasan.

Sempat  diremehkan oleh teman teman guru sebelum aku mengajar, mereka mengatakan bahwa mengajar membutuhkan keberanian dan tidak takut saat berdiri didepan siswa.

Semua anggapan remeh mereka aku patahkan dengan prestasi anak didikku, yang mana anak didikku secara mengejutkan mendapatkan juara 1 mata pelajaran IPA tingkat kabupaten dan berhak lomba di provinsi.

Sebenarnya aku merasa biasa saja namun ternyata dengan dapat juara anak didikku bisa memberi efek kejut kepada yang pernah meremehkan kemampuanku.  Sejak saat itu para guru tidak berkutik dengan kemampuan ku, bukan berarti aku sombong namun memang karma itu kejam.

Sekarang selain aku masih mengajar, aku juga ada tugas tambahan menjadi kepala sekolah. Masalahnya menjadi kepala sekolah tidak seindah dengan kata kata atau pujian orang.

Karena seorang kepala sekolah harus mampu mengatur semua kepentingan guru dan sisanya. Sehingga jabatan kepala sekolah membuat aku tidak senang dan mulai gelisah untuk segera pulang kampung. Sebab selain tugas aku sudah selesai selama empat tahun, aku juga tidak senang menjadi kepala sekolah.

Alasan tidak senang karena sekolah tidak sesuai dengan hayalan, yang mana sekolah masih baru dan masih dikelola amatiran, yang menyebabkan aku pusing tujuh keliling. Dan aku merasa tidak sanggup, dan tidak mampu untuk melanjutkan beban ini.

Selain itu gurunya pun sangat sulit di ajak kerjasama, semua masih mau menang sendiri, ada yang merasa paling senior, ada yang tidak peduli dan yang tidak mau tau dengan urusan sekolah.

Terkadang aku mikir bahwa memang sulit mencari orang yang bekerja professional jika gajinya sedikit. Padahal, gaji bukanlah misi utama tapi kemampuan diri wajib dikembangkan.

Aku merasa sekarang tidak dibutuhkan lagi, sehingga aku punya peluang besar untuk segera meninggalkan sekolah ini. Selain tidak ada prospek yang jelas dan gurunya tidak mencukupi maka solusi pergi dari sekolah adalah yang terbaik.

Didedikasikan untuk sekolah tempat yang pernah aku  belajar dan mengajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun