Akhir  akhir ini viral masalah kerumunan massa yang dilakukan oleh Habib Rieziq Shihab atau yang lebih di kenal dengan HRS. sebab HRS banyak mengundang tamu undangan dan massanya saat acara pernikahan anaknya di Petamburan, Jakarta.
Akibat acaranya yang menyebabkan kerumunan massa maka kepolisian Indonesia langsung bertindak cepat dengan memberhentikan Kapolda Metro Jaya.
Selain itu HRS juga membuat acara di daerah Bogor yang mengakibatkan Kapolda Jawa Barat dicopot. Di copot dua Kapolda Jawa Barat dan Metro Jaya, mengakibatkan isu untuk segera dicopotnya Kapolda Jawa Tengah karena  aksi Gibran sebagai calon walikota solo yang juga mengudang kerumunan.
Dengan banyaknya kritikan yang ditujukan oleh politisi kepada pemerintah, salah satunya pak Fadli Zon maka mengakibatkan pihak istana bereaksi, menurut penuturan istana beda kasus HRS dan Gibran, HRS hanya sebuah acara pernikahan dan tidak mengikuti protokol  kesehatan, sedangkan Gibran di Solo telah mengikuti protokol kesehatan dan sesuai dengan undang -- udang pilkada, yang mana jika Gibran melanggar maka yang menegur adalah pihak badan pengawas pemilus. (warta ekonomi.co.id)
Dua kasus berbeda dan tentu juga dengan perlakuan yang berbeda membuat masyarakat semakin bingung dengan aturan pemerintah. Padahal, sebenarnya sama -- sama mengundang kerumunan, walaupun Gibran sesuai aturan. Namun, di saat pandemi begini seharusnya semua pihak untuk menahan diri keluar rumah, sebab virus covid 19 masih mengancam masyarakat.
Jadi, siapa yang berani menegur Gibran?
Pihak BAWASLU yang mungkin menegur mas Gibran, eits, tunggu dulu mas Gibran bukan orang sembarang, beliau adalah anak presiden dan partai yang mengusungnya bukan partai kaleng -- kaleng. Tapi partai pemenang pemilu dalam 10 terakhir. Jadi, pihak Bawaslu pasti berpikir keras bagaimana menegur mas Gibran jika salah, apa melalui ibunya atau melalui ayahnya. sebab jika Bawaslu langsung yang menegur maka bawaslu tidak enak dengan pimpinan yang langsung di perintah oleh kepala negara yaitu Presiden.
mungkin ayahnya yang bisa menegur sebab peran ayah sangat penting supaya anaknya tidak terpapar virus corona di saat pandemi ini, atau ibunya yang sayang pada buah hatinya supaya tidak terkena virus corona, seba virus corona adalah virus yang ganas yang bisa menghancurkan ekonomi negara dan kesehatan negara.
Biarkan lah waktu yang menjawab siapa yang salah, siapa yang benar. Tapi menurut masyarakat awam tidak ada yang berani menegur mas Gibran. Lah, presidennya siapa dulu?, ayah kandungnya.
Kita pasti saat kecil dulu pernah berkelahi, dan saat ada anak orang yang terhormat berkelahi dengan kita, pasti kita mengalah karena kita hanya masyarakat kecil, dan orangtua kita memilih mengalah daripada berurusan dengan orang besar atau orang terhormat.
Sudah menjadi budaya masyarakat awam  bahwa yang lemah tidak bisa apa apa, hal ini sudah  terjadi  sekarang, banyak penjabat kerabatnya pejabat dan anaknya pejabat tidak bisa di sentuh oleh hokum karena mereka mempunyai kekuasaan semua.
Alasan pemerintah menegakkan hukum kepada  HRS dan cenderung tidak peduli dengan kelakuan calon pemimpin yang akan mengikuti pilkada serentak terkhusus mas Gibran, maka akan membuat masyarakat semakin muak dengan aturan dan himbauan presiden. Karena jika sedang menghadapi virus corona seharusnya semua kegiatan yang membuat kerumunan massa harus dihentikan.
Oleh karena itu, jika pemerintah bersikap lebih keras ke satu masyarakat contohnya HRS dan melunak kepada mas Gibran maka langkah pemerintah ke depan dalam menghadapi virus corona akan terhenti alias semua akan sia -- sia, sebab permerintah terkesan pilih kasih.
Mas Gibran mencalonkkan diri sebagai calon walikota solo saja sudah membuat seluruh Indonesia gaduh, hal ini bukan tanpa sebab karena beliau adalah anak presiden, tentu masyarakat yang sudah dengan masa lalu, menganggap pecalonan mas Gibran sebagai langkah dinasti poltik.
Padahal, sebenarnya dalam demokrasi tidak dikenal dengan istilah politik dinasti, karena setiap pemimpin yang terpilih akan dipilih langsung oleh masyarakat. Namun, kesan masyarakat yang sudah menganggap bahwa sebab pengaruh bapaknya bisa saja  mas Gibran naik menjadi walikota Solo.
Kembali lagi siapa yang bisa menegur mas Gibran?
Mungkin istrinya yang bisa menegur beliau tidak pergi ke kerumunan massa, supaya beliau tidak terpapar virus corona, mengingat mas Gibran, seorang ayah yang mempunyai dua anak yang masih kecil kecil. karena juga bentuk perhatian seorang istri kepada suaminya.
Teguran dari istrinya mungkin saja bisa, tapi tidak berefek terhadap khalayak ramai yang masih berharap bahwa mas Gibran harus segera ditegur dan di periksa demi keadilan seluruh rakyat Indonesia yang sesuai pancasila sila ke -5, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kepolisian seharusnya  jeli melihat kasus pelanggaran pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat. Sebenarnya bukan masyarakat tidak mau mengikuti semua instruksi presiden tapi kemampuan dan kelakuan aparat pemerintah yang tidak bisa meyakinkan masyarakat.
Bagaimana bisa yakin bahwa virus corona ada?
Sedangkan pemerintah sendiri membolehkan pilkada serentak yang mana sudah pasti terjadi kerumunan massa yang tidak terkontrol, dan semakin banyak menciptakan kluster baru di daerah daerah yang belum parah, sungguh tragis,  mungkin  sekarang ibu pertiwi sedang menangis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H