Nasrudin Joha - Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah SWT hanyalah ulama, ulama adalah pewaris Nabi, ulama tidak mewarisi dari Nabi berupa dinar maupun dirham kecuali syariat Islam. Posisi ulama adalah Pelita, yang dengan sinarnya menerangi umat yang berada dalam gelap gulita. Ulama adalah maqom yang paling Agung diantara hamba, karena ulama adalah makhluk yang paling mengenal dan dekat dengan Tuhannya.
Ulama diagungkan dengan penghormatan, pemuliaan, dengan adab dan ilmu. Bukan direndahkan dengan recehan dunia.
Kami tersinggung, marah, dan mencela kalian yang telah merendahkan ulama. Membawa seonggok sampah dunia kepada ulama, dan meminta fatwa ulama untuk urusan dunia. Kalian telah merendahkan martabat dan kewibawaan para ulama.
Apalagi, kami lebih marah ketika ulama kami umat Islam direndahkan oleh orang dari luar kami. Yang tak paham bagaimana memuliakan ulama kami. Yang mengukur pemuliaan ulama sebagaimana mereka memperlakukan rahib rahib dan para pendeta. Ini sudah melanggar batas merah !
Mau menangguk elektabilitas, Silahkan. Mau kampanye Pilpres, Silahkan. Tetapi jika caranya dengan merendahkan ulama kami, mengubur kewaro'an dengan sekerat tulang dunia yang tidak mengenyangkan, jelas ini penghinaan. Apalagi, penghinaan itu dipertontonkan dihadapan publik.
Kami telah mencukupkan, apa yang ditetapkan Allah SWT sebagai Rizki yang halal dan barokah. Jangan kotori rezeki halal dan bersih yang telah ditetapkan bagi kami, juga bagi ulama kami, dengan kotoran dan najis-najis dunia.
Kami harus marah, Karena kalian tidak saja mendatangi rumah, tapi merengsek menginjak karpet dan sajadah. Padahal, tempat suci kami tidak diperkenankan bagi siapapun yang kufur terhadap keesaan Allah SWT. Masjid-masjid kami, haram didatangi najis yang Allah swt telah mengabarkan hukum itu terhadap kami.
Kaum kufar semakin tidak tahu batas, tidak tahu adab, telah masuk pada urusan kami sementara kami tak berkepentingan masuk dan terlibat pada urusan kalian. Bagi Kami agama kami, bagi kalian agama kalian. Cukuplah saling menghargai dan menghormati, dan tidak saling melanggar batas.
Jika kalian merasa mendapat legitimasi karena diamnya sebagian kecil kami, maka kami bicara atas nama mayoritas dan syariat agama kami. Kalian, tidak diperkenankan masuk dalam urusan kami, apalagi sampai merendahkan ulama kami dengan secara kertas yang sangat merendahkan martabat ulama kami.
Segera mundur, jangan maju dan merengsek lebih jauh. Ingat ! Menjadi sah bagi kami, untuk memukul dan melumat siapapun yang melanggar batas eksklusif yang telah ditetapkan Allah SWT.
Pilpres ya Pilpres, tapi jangan kehilangan akal dan nalar, sehinga masuk ke ranah privat agama kami. Berfikirlah, sebelum menyesal karena baru menyadari kesalahan. [].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H