Mohon tunggu...
Nasrudin Joha
Nasrudin Joha Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis, Blogger & Politikus
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

nasrudinjoha.blogspot.com nasrudinjoha.wordpress.com facebook.com/NasjoLagi facebook.com/CatatanNasjo facebook.com/NasjoReborn

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Siapa Diuntungkan Pilpres Curang?

3 April 2019   23:13 Diperbarui: 3 April 2019   23:29 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nasrudin Joha - Sudah menjadi rahasia umum, politik itu soal kekuasaan. Politisi tak peduli bagaimana cara kekuasaan diraih, mereka hanya peduli pada kekuasaanya bukan cara mendapatkanya.

Menghalalkan segala cara itu biasa, politik uang itu lumrah, menyalahgunakan kekuasaan itu wajib. Karenanya, dalam Pilkada nyaris jarang seorang petahana akan kalah dengan penantang. Kecuali, pada kondisi luar biasa.

Umumnya, petahana memanfaatkan jabatannya, agar terpilih kembali pada periode kedua. Paling mudah, publik bisa melihat dari postur anggaran menjelang pilihan. Di sana, akan banyak program populis -meskipun tak wajar- karena modus ini paling nyaman untuk mengunduh elektabilitas menggunakan sarana anggaran negara.

Semua itu masih dalam 'kategori wajar' dalam politik. Namun, jika curang itu bukan dengan merayu rakyat, bukan membuat rakyat terpesona dengan calon -meskipun menggunakan anggaran, alat dan fasilitas negara- tetapi mengulik data-data, menggelembungkan suara, menghapus suara real, mengubah suara yang dipublis, membuat 'surat keputusan pemenang' di atas data yang manipulatif, inilah curang yang sesungguhnya.

Data 17,5 juta DPT invalid, sampai saat ini menjadi isu utama tentang kekhawatiran Pilpres curang. Sebab, angka 17,5 juta adalah angka signifikan untuk mempengaruhi hasil akhir pemenangan. Angka ini, bisa mengubah neraca kekuatan suara politik jika digunakan sebagai 'bandul ilegal' untuk mengolah hasil suara akhir.

Curang itu bukan terletak saat kampanye, saat menuju TPS, saat menghitung suara, saat mengisi formalir C1. Tapi curang saat tabulasi suara, curang saat penulisan kertas keputusan pemenang Pilpres, curang menggunakan data invalid untuk menambah bobot calon yang kalah dan mengubahnya menjadi pemenang.

Pertanyaannya, siapa yang diuntungkan dengan Pilpres curang ini?

Pertama, tentu pasangan capres dan cawapres yang melakukan curang. Dengan Pilpres curang, nasib kalah bisa disulap menjadi menang dengan permainan data-data, teknologi, otoritas penyelenggara, hingga otoritas Mahkamah yang mengadili sengketa Pilpres.

Kedua, para cukong, partai, koalisi partai, politisi dan birokrat yang mendukung calon curang. Mereka dapat merayakan pesta pora kemenangan, membagi jatah kue kekuasaan, konsesi bisnis dan berbagi kepentingan, serta meneguhkan komitmen untuk merusak negara. Sebab, hanya orang yang ingin merusak negara yang melakukan kecurangan.

Ketiga, lembaga survei yang sejak awal mengorbitkan capres tertentu sebagai pemenang. Lembaga ini, tidak peduli hasil akhir Pilpres apakah normal atau hasil curang. Mereka hanya berkepentingan hasil Pilpres sejalan dengan hasil survei yang mereka edarkan.

Mereka tidak peduli kemenangan itu curang, sepanjang berkesesuaian dengan hasil survei yang mereka edarkan. Sebaliknya, mereka tidak menginginkan hasil akhir Pilpres yang menghasilkan pemenang yang bertentangan dengan hasil survei mereka.

Secara tidak langsung, lembaga survei akan mendukung dan diuntungkan Pilpres curang, jika hasil Pilpres itu sejalan dengan survei yang mereka terbitkan. Sebab, jika hasil Pilpres bertentangan dengan hasil survey, meskipun hasil Pilpres diperoleh secara jujur dan alami, ini merupakan petaka bagi reputasi dan masa depan lembaga survei.

Karena itu, segenap rakyat dan bangsa Indonesia wajib memprotes penyelenggaraan Pilpres jika disinyalir ada potensi kecurangan. Sebab, jika Pilpres curang maka yang sangat dirugikan adalah seluruh rakyat Indonesia.

KPU, masih ada waktu untuk menghapus data 17,5 juta DPT invalid. Ini sumber potensi kecurangan. Jika diteruskan, Pilpres ini telah mengandung praduga, siapapun yang menang akan menanggung beban dari dakwaan telah melakukan kecurangan. [].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun