Kedua, para pemimpin dan anggota dewan kota terpilih gagal mewakili mandat kedaulatan rakyat. Alih-alih melindungi kepentingan publik, mereka yang berkuasa justru mewakili kepentingan mereka sendiri atau kepentingan kelompok sempit.
Fokus pada kepentingan ego sendiri membuat masyarakat tidak lagi percaya atau setidaknya meragukan produk politiknya.
Ketiga, keterbatasan kapasitas sebagai pejabat publik. Faktor ini merupakan konsekuensi logis dari demokrasi transaksional dan prosedural sebagaimana dijelaskan poin di atas. Selain itu, pengabaian kualifikasi kompetensi dan keterampilan dalam pemilihan manajer menyebabkan menurunnya kualitas produk kebijakan publik dan rendahnya kepercayaan masyarakat.
Bagaimana mereka bisa menghasilkan produk yang berkualitas jika ada keraguan terhadap integritas dan kinerja pabrikan itu sendiri? Oleh karena itu, wajar jika masyarakat tidak lagi percaya.
Keempat, kualitas kebijakan publik tidak dipertimbangkan secara matang. Ketika faktor pertama hingga ketiga ditambahkan, kualitas produk menurun. Kebijakan publik seringkali tidak melalui proses pengkajian yang baik dan menyeluruh.
Meskipun prosedur formal sudah ada mulai dari proposal hingga diskusi, pengambilan keputusan, dan pertukaran, prosedur tersebut pada dasarnya lemah. Kelemahan ini menyebabkan penerapannya seringkali tidak praktis, kontraproduktif, memberatkan masyarakat, dan tidak adil.
Keempat faktor ini menghalangi kebijakan publik pemerintah yang beralasan politik untuk mendapatkan kepercayaan publik. Mungkin rencana program pemerintahan belum tentu buruk, namun jika kebijakan publik sejak awal tidak mendapat kepercayaan masyarakat, maka tidak hanya akan mengundang kontroversi dan agitasi, namun juga kurang efektif dalam implementasinya.
Lalu apa yang harus dilakukan?
Pertanyaan semacam ini menjadi pekerjaan awal pemerintahan berikutnya, bahwa kepercayaan adalah keadaan psikologis masyarakat di mana banyak masyarakat yang masih rentan karena ekspektasi positif terhadap niat dan tindakan dari kekuasaan.
Maksudnya, masyarakat meyakini bahwa pemerintah akan selalu berupaya untuk menjamin kesejahteraan dan keadilan bagi rakyatnya. Kehilangan kepercayaan terjadi apabila ekspektasi positif tidak sesuai dengan kenyataan dan hal itu dapat mengundang krisis.
Hilangnya kepercayaan publik merupakan persoalan kehilangan etika, seperti kebohongan, ketidakjujuran, dan kecurangan. Ketika kita mencari solusi untuk dilema etika ini, maka hendak berfokus pada satu target yang bersifat button line, dan jenis kepemimpinan yang tepat.