Mohon tunggu...
Nasruddin Leu Ata
Nasruddin Leu Ata Mohon Tunggu... Lainnya - Pengangguran Berbakat

Menulis apa saja yang jauh lebih matang dari kesepian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dilema Pacaran Dengan Perempuan Suku Lamaholot, NTT: Gaji Sekecil itu Harus Berkelahi Dengan Mahar Versi Om dan Tantenya

30 Juli 2024   12:50 Diperbarui: 30 Juli 2024   15:05 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjalin hubungan dengan perempuan asal NTT (Nusa Tenggra Timur) tantangan terberat saya itu bukan orang ketiga, melainkan keluarganya (om dan tante).

Karena dalam tradisi orang NTT wabil khusus suku Lamaholot dalam urusan penentuan mahar/mas kawin atau "belis" oleh orang Lamaholot. Om dan tantenya ibarat punya hak veto, suaranya bisa mempengaruhi 70% keputusan orang tua kandung dari perempuan itu sendiri. Artinya lo akrap dengan paman, lo aman!

Di sinilah tugas kami bertambah sebagai laki-laki konvensional pada umumnya. Karena bukan hanya satu hati, melainkan hati satu keluarga kita taklukan.

Lalu apa masalahnya? Bukannya "belis" itu adalah penghormatan untuk keluarga perempuan? Atau jangan-jangan pihak laki-lakinya saja yang kurang mampu?

Hey hey hey, tak semudah itu Markuss. Masalahnya, belis orang Lamoholot itu berupa gading gajah. Dan di NTT langkahnya naujubilah minjalik, jangankan gading, gajah saja kami hanya lihat lewat gambar dari kelender tahuanan yang dibagi pegawai PNPM Mandiri.  

Faktor kelangkaan itulah harga gading gajah tiap tahun naik. Sekarang bisa tembus hingga 100 juta. Mengingat saya merantau di Kota Semarang, yakali gaji UMK Kota Semarang bisa tangulangi. 

Lagipula wilaya NTT itu bukan tempat berkembang biak gajah sehinggah gading sulit untuk didapat. Setahu saya, ada dua hewan yang paling cocok untuk iklim sana. Ya kalau gak babi, ya anjing.  Bacanya biasa saja, nggak usah ditekan!

Kembali soal om dan tanta. Selain faktor kelangkaan ada hal lain yang juga mempengaruhi besar tidaknya belis.

Pertama, tingkat pendidikan perempuan. Setiap tingkatan ada harga dan pertimbangannya dan itu di luar urusan cewe mu sudah kerja apa tidak. Tapi bagi saya okelah, karena patut untuk diapresiasi prosesesnya.

Kendati pun waktu maitua (calon/istri) mau melanjutkan kuliah S2, saya bilang nanti dulu, kita kerja dulu sayang. Sekurung kurangnya kamu bisa bantu separuh sekaligus nikah pas masih S1, lanjut S2 nunggu kalau udah sah jadi istri.  

Kedua, Faktor lingkungan namun bukan dalam arti ritus kebudayaannya melainkan normalisasi dari lingkungan tentangga. Kita tahu bahwa tetangga selalu punya peran penting dalam keberlanjutan wacana sosial dan isu rumah tangah alias gosip.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun