Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menyatakan dukungan terbukanya buat K.H Mustofa Bisri (Gus Mus) dan K.H Said Aqil Siradj (Kang Said) di hadapan kader PKB dan para aktivis Perempuan Kebangkitan Bangsa.
Dukungan terbuka yang dikutip sejumlah media itu tentu bukan cuma di mulut saja. Cak Imin dengan kekuasaanya di struktur PKB seluruh Indonesia, tentu akan menggunakan berbagai cara untuk memenangkan duet Gus Mus-Kang Said di Muktamar NU nanti.
PKB, pasca masuknya Rusdi Kirana, pemilik Lion Air dan sejumlah perusahaan besar di Indonesia, semakin kuat secara finansial. Ditambah lima menteri di Kabinet Jokowi-JK, 47 anggota DPR RI, sejumlah Kepala Daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan sejumlah wilayah lain adalah raksasa yang akan bermain di Muktamar NU ke 33.
Kekuatan finansial, kekuatan politik dan penguasaan kebijakan pemerintahan melalui sejumlah menteri adalah senjata ampuh yang diandalkan PKB untuk memengaruhi para pengurus NU, baik tanfidz maupun syuriah dalam memenangkan duet Gus Mus- Kang Said.
Sinergi PKB-NU di bawah kepemimpinan Cak Imin dan Kang Said memang luar biasa. Kang Said dalam berbagai kesempatan, termasuk dalam pemilihan legislatif lalu, bahkan bersedia menjadi bintang iklan PKB. Sebuah sikap yang berani dilakukan oleh simbol kepemimpinan NU itu bukan tanpa resiko. Selain menuai cibiran dari para ulama lain, juga menimbulkan fitnah berupa pertanyaan, berapa rupiah Kang Said ‘dibeli’ PKB sehingga mau jadi bintang iklan politik? Kok ya cuma jadi bintang iklan?
Keberanian Kang Said juga melahirkan kecemburuan bagi para politisi NU yang berkiprah di luar PKB. Mengapa PBNU di bawah Kang Said tidak lagi mengindahkan Khittah 1984, yang mengamanatkan agar NU secara lembaga dan simbol-simbol utama NU tidak berpartai atau terang-terangan mendukung partai tertentu.
Meski PKB dilahirkan oleh Ulama-Ulama NU, tetapi NU secara lembaga tentu tak elok melakukan upaya-upaya politis secara terbuka untuk memenangkan partai tertentu. Jika pun (mau) diperbolehkan, maka dalam Muktamar nanti, PKB mestinya dijadikan salah satu Badan Otonom atau Lajnah Khusus di NU, agar posisi NU-PKB semakin kokoh dan sinergis. Tapi hal itu tentu mencederai semangat yang diamantkan Khittah Situobondo, maupun amanat Mbah Sahal agar NU tidak berpolitik Praktis.
Dukungan terbuka PKB terhadap Gus Mus- Kang Said juga patut dipertanyakan. Apa misi di balik dukungan tersebut. Adakah upaya politisasi NU, atau rencana PKB menguasai penuh NU? Mengapa pula PKB tidak mendukung calon lain, seperti K.H As’ad Sa’id Ali, atau K.H Solahuddin Wahid maupun K.H Masyhuri Malik, apakah karena Kang Said mudah disetir oleh PKB dan pihak-pihak lain? Mengapa pula hanya Gus Mus yang diusung PKB, apa karena K.H Maimoen Zubeir adalah sesepuh PPP dan K.H Tolchah maupun K.H Hasyim Muzadi sulit diselaraskan dengan hasrat politik PKB?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H