Mohon tunggu...
eddy restuwardono
eddy restuwardono Mohon Tunggu... swasta -

Bersyukur itu enak dan perlu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Guru Menyentuh Hati Muridnya

14 September 2017   20:19 Diperbarui: 11 Oktober 2017   07:35 1368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu ini saya membaca dua buku sekaligus. Pertama bukunya Ami Newmark dan Alex Kajitani " Chiken Soup For The Soul - Inspiration For Teacher (101 story how you make a different ) terbitan tahun 2017. Buku yang kedua berjudul " Secangkir Teh Hangat Dari Ded " editor oleh G Kriswanta Pr terbitan kanisius 2016.

Buku pertama dalam bentuk ebook berbahasa inggris, cukup di taruh di smart phone dan dibaca kalau dalam perjalanan entah naik bus atau MRT. Buku kedua memang buku beneran jadi saya baca ketika bangun tidur pagi hari atau mau tidur malam hari. Lengkap dengan corat coret dan lipat melipat pojok kertas bukunya.

Pada awalnya saya lebih suka dengan buku pertama karena bukunya berisi banyak kisah hidup bagaimana guru menghadapi murid di sekolah dalam banyak keadaan. Buku kedua juga tentang hal yang sama tetapi baru di bagian keduanya atau mulai halaman 59, di halaman sebelumnya lebih banyak berbicara tentang karyawan sekolah.

Bagian kedua buku " Secangkir teh hangat dari Ded " ini berisi cerita hidup yang dialami para guru TK eksperimental Mangunan dan SD Kanisius Eksperimental mangunan. Cerita yang ditulis oleh para guru dalam berinteraksi dengan muridnya inilah yang menyentuh dan memberi inspirasi sehingga saya memutuskan untuk membawanya  kala bepergian beberapa hari ini untuk dibaca ketika dalam perjalanan. Sementara ebook " Chicken Soup For The Soul - Inspiration For Teacher  " saya Simpan dulu.

" Secangkir Teh Hangat Dari Ded " menyentuh hati karena buku ini berangkat dari warisan almarhum Romo JB Mangun Wijaya, Pr. Warisan pertama adalah sebuah sekolah TK dan SD eksperimental Mangunan di Yogyakarta, sebuah sekolah yang mengedepankan konsep pendidikan yang memerdekakan dan manusiawi. Warisan kedua adalah wisdom quote Romo JB Mangun Wijaya Pr " Di mana hati diletakkan disitulah proses belajar dan maju dimulai ".

Ya pendidikan memang bukan soal kurikulum dan angka statistik belaka. Masa depan anak anak adalah soal apakah guru dan orang tua punya hati dan meletakkan hatinya pada kepentingan pendidikan anak anak baik di sekolah maupun di rumah. Kita dapat melihatnya dalam banyak kisah sederhana yang kita temukan dalam buku ini.

Salah satu kisah yang menarik adalah bagaimana seorang guru volunter TK mangunan dengan biaya sendiri mau belajar bagaimana cara mengajar anak autis bahkan bisa menterapinya sehingga anak ini menjadi normal. Sungguh luar biasa guru ini meletakkan hatinya pada kebutuhan khusus anak ini.

Kisah lainnya adalah bagaimana seorang guru SD menemukan bakat luar biasa anak yang berkebutuhan khusus yang ketika belajar tidak mau masuk kelas meskipun sudah kelas V SD. Dengan berbagai cara guru ini berhasil membuat anak ini mau masuk dan diterima kawan kawannya. Malah guru ini berhasil menemukan bakat luar biasa anak ini dalam mengikuti pelajaran di dalam kelas. Ternyata daya ingat visual anak ini luar biasa hebat.

Masih banyak kisah menarik dari para guru yang hebat ini. Mereka hebat bukan karena mengandalkan secarik kertas bernama ijasah atau sertifikat kualifikasi guru, bukan pula mengandalkan berjejernya gelar yang menggetarkan. Tetapi bagaimana mereka menaruh hatinya pada muridnya.

Menjadi guru adalah bagaimana menjadi teman baik bagi anak didik dalam menghadapi masalahnya. Mengenali kekhususan anak didik dan bagaimana merespon dengan tepat itulah yang membedakan guru itu baik atau tidak. Anak anak tidak sama dalam bakat, kemampuan dan karakternya begitu juga latar belakang keluarganya. Disitulah ketajaman mata hati bapak ibu guru diasah.

Orang tua yang anaknya menonjol di bidang olah raga pasti segera mengenali apakah dia berhadapan dengan guru yang baik atau tidak. Prestasi di bidang olah raga bukan tiba tiba datang tetapi butuh pengorbanan. Latihan tiap hari makan waktu 3-4 jam misalnya untuk atlet badminton, renang, tenis dan sebagainya. Di sekolah anak anak ini kebanyakan tidak menonjol prestasi akademisnya. 

Bahkan tidak jarang harus menghadapi stigma sebagai anak bodoh karena guru tidak mau menaruh hatinya pada kebutuhan khusus anak seperti ini. Kebanyakan guru lebih suka menaruh hatinya kepada anak anak yang orang tuanya kaya, punya kedudukan dan bermartabat yang diharapkan dapat membantu sekolah manakala ada kesulitan. Atau pada anak anak yang sibuk les ke sana kemari sampai malam hari hanya demi mengejar nilai tinggi di kelas. Apalagi kalau sekolah mengharapkan anak seperti ini bisa mengkatrol nama sekolah ketika mendapat nilai ujian nasional yang tinggi di kotanya.

Saya menemui banyak kasus anak anak yg menonjol dalam bidang olah raga yang terpinggirkan di sekolah dan mendapat stigma jelek. Bahkan seringkali guru sesumbar dengan congkaknya dihadapan murid bahkan dihadapan orang tua " Anak anda termasuk yang paling bodoh di sekolah ini." Atau " Sekolah ini bukan sekolah olah raga, tapi ini sekolah umum " seolah olah berlatih dan berprestasi olah raga adalah tabiat buruk dari anak anak itu. Jangan heran kalau martabat bangsa kita dibidang olah raga kalah dibandingkan negara seperti Singapura atau Thailand.

Artinya pendidikan karakter anak anak muda kita juga tertinggal. Bukankah olah raga adalah ajang terbaik untuk pendidikan karakter anak anak dalam hal disiplin sosial, sportifitas dan kesetiakawanan sosial. Kalau terhadap anak anak yang berprestasi olah raga saja guru tidak bisa mengakomodir kebutuhan khususnya bagaimana bisa menaruh hati pada anak anak berkebutuhan khusus lainnya seperti autis, hiperaktif, korban kekerasan rumah tangga, broken home, korban bullying atau yang lain.

Dengan membaca buku ini saya bisa lebih memahami bahwa guru yang baik bukan tiba tiba jatuh dari langit tetapi diciptakan oleh sekolah yang baik pula. Buku ini memang layak dipuji, apa lagi kalau 59 halaman pertama buku ini tidak terlalu banyak bercerita tentang hal lain selain kisah kisah inspiratif hubungan guru dan murid yg menyentuh hati seperti di bagian kedua buku ini.  Ditunggu kisah kisah inspiratif lainnya yang saya yakin masih banyak bertebaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun