Semasa Sang Buddha masih hidup, tentunya tidak ada yang namanya aliran-aliran dalam Agama Buddha. Namun perpecahan di dalam Sangha (perkumpulan para Bhikkhu-Bhikkhuni murid Buddha) sudah terjadi.Â
Perpecahan di dalam Sangha dipelopori oleh murid Buddha yang belum mencapai kesucian dan berkhianat kepada Buddha karena ingin menduduki posisi pemimpin di dalam Sangha, bernama Devadatta.
Ada banyak Sutta (Khotbah Buddha) di dalam Tipitaka yang menceritakan tentang kisah Devadatta; tokoh antagonis di dalam Buddhisme.Â
Namun ada juga sebuah sutta yang diakui oleh beberapa aliran, yang isinya justru memuji Devadatta. Ini jelas bertentangan dengan Sutta-Sutta lainnya, sehingga ditolak oleh aliran Agama Buddha seperti Theravada; yang ingin mempertahankan Ajaran Buddha yang benar.Â
Sutta yang bertentangan dengan banyak Sutta-Sutta lainnya dapat dipahami sebagai hasil ciptaan oleh para pengikut Devadatta atau oleh orang-orang yang memiliki kepentingan tertentu dengan mengatas-namakan Buddhisme.Â
Keberagaman karakter manusia dan perbedaan selera adalah hal yang alami, yang menyebabkan munculnya tradisi-tradisi ataupun aliran-aliran yang berbeda. Terlebih lagi, adanya ego dan kesombongan yang dapat muncul atas dasar identitas bangsa dan ras, juga dapat menjadi penyebab munculnya ciptaan palsu.
Di dalam Kitab Suci Agama Buddha Tipitaka dan literatur seperti Kisah Agung Para Buddha, menyatakan bahwa hanya ada satu Buddha di dalam satu sistem dunia. Dinyatakan pula bahwa kemunculan Buddha hanya akan terjadi pada saat Dhamma ajaran Buddha yang sebelumnya telah dilupakan oleh manusia.Â
Lalu bagaimana menyikapi adanya Buddha lain yang diakui oleh sebagian aliran di saat sekarang ini?Â
Ini dapat dipahami sebagai Buddha ciptaan  manusia yang belum suci yang didasari keinginan untuk memiliki Buddha yang sesuai dengan identitas bangsa dan sukunya sendiri.
Menciptakan Buddha Imitasi untuk menyesesuaikan dengan identitas asal bangsa bukanlah hal yang signifikan jika Ajaran Buddha itu sendiri tidak didistorsi atau dirancukan.Â
Sayangnya, beberapa aliran yang mengaku sebagai aliran Agama Buddha, tidaklah mengajarkan ajaran atau praktek yang sesuai dengan Kitab Suci Tipitaka.Â