Kampus Putih, Kampus Rakyat, dan Kampus Perlawanan; semua slogan/julukan tersebut disematkan kepada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bagaimana tidak, rekam jejak dari perlawanan, aksi damai, sampai SPP murah tersemat di sini. Setidaknya sampai saya selesai kuliah tahun 2011.
Para aktivis berteriak lantang kala universitas mengeluarkan kebijakan baru yang dirasa merugikan mahasiswa. Bagi mahasiswa tahun 2007 ke bawah; tentu mereka tidak asing dengan nama tangga demokrasi. Tangga legendaris untuk menyuarakan aksi yang kini hilang berbarengan dengan Gempa 2006.
Selama kuliah, saya menyaksikan bagaimana getolnya para aktivis melakukan aksi damai. Entah di dalam lingkungan universitas, bahkan sampai menutup jalan di pertigaan UIN. Tergantung siapa yang didemo. Malahan, pernah saya melihat segelintir aktivis orasi di jalan Timoho (arah masuk perpustakaan dan masjid) malam hari. Hanya 3 orang yang mengikuti.
Mahasiswa kampus lain sering berceletuk, apakah di kampus kami ada mata kuliah demo? Sembari menyambut candaan, saya sering bilang "Ada. Bobotnya 4 SKS, karena kami praktek."
Lama tak terdengar kabar tentang UIN SUKA, mendadak kemarin heboh berita di berbagai portal tentang mahasiswa bercadar. Jika kalian bingung, silakan search di Google "Mahasiswi bercadar UIN Jogja." Ada banyak media online yang mengabarkan tentang mahasiswi bercadar akan dibina.
Jika penggunaan cadar tidak diperbolehkan, tentu harus dengan alasan yang kuat. Salah satu yang jelas tentu untuk foto KTA/ ijasah dan lainnya, tidak mungkin berfoto menggunakan cadar. Hal ini bertujuan agar tidak disalahgunakan.
Ketika mereka berkuliah dan menggunakan cadar, tentu bukan hal yang aneh. Memang tidak banyak mahasiswi di UIN yang bercadar, namun itu hak mereka. Sama halnya dengan mahasiswa lain. Bercadar belum tentu berkaitan dengan hal yang tidak baik.
Ketakutan dari kampus UIN adalah untuk menangkal paham-paham radikal. Jika memang itu yang ditakutkan, bukan tampilannya yang dilarang, tapi menanamkan rasa cinta tanah air yang harus dilakukan. Kita tidak bisa mendeteksi tampilan pakaian orang dengan sikap radikal. Tidak akan pernah bisa.
Lebih bijak lagi, jika ketakutan itu memang nyata. Bukankah cara-cara lain bisa dilakukan. Kalau perlu berikan mata kuliah yang berkaitan dengan nasionalisme. Menangkal paham-paham radikal di kampus menjadi tugas bersama. Sejak awal harus ditekankan pengetahuannya, kesadarannya, bukan pakaiannya.
Bisa jadi ketika mereka yang bercadar merasa terbelenggu, ketika cara berpakaian mereka dikaitkan dengan paham radikal, dan mereka protes, tentu menjadi polemik baru. Jika mereka dirasa rentan berkaitan dengan paham radikal, bagaimana dengan mahasiswi yang membalut tubuhnya dengan jilbab ketat sehingga lekuk tubuhnya terlihat jelas? Aihhh, saya rasa itu juga tidak kalah bahaya.
Tentu saja harapan saya ada titik terang tentang aturan yang berkaitan dengan cadar di UIN SUKA. Biarlah mereka menggunakan cadar ketika beraktivitas di kampus. Biarkan mereka menuntut ilmu di sana dengan nyaman. Jangan jadikan cadar menjadi masalah besar sehingga pendidikan mereka terasa dianaktirikan.
Silakan duduk bersama, tampung semua masukan dari pihak-pihak luar kampus yang dirasa berkompeten dalam urusan seperti ini. Diskusi dengan kampus lain bagaimana cara memerangi paham radikal di kampus, dan lakukan secara bersama-sama. Semoga ada kabar baik dari kampus putih, kampus rakyat, kampus perlawanan ini tentang aturan cadar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H