Mencermati pro-kontra CPNS 2018 diberbagai media, muncullah ragam ekspresi. Ada yang sedih, marah, galau, biasa-biasa saja. Semua itu bermula dari begitu banyaknya peserta CPNS yang tidak lolos dalam seleksi sistem CAT (Computer Assisted Tes) sebagai tahapan awal alur tes.
Dalam sejarah birokrasi kepegawaian, CAT secara massif telah dilaksanakan sejak tahun 2017. CAT ialah suatu metode seleksi dengan alat bantu komputer yang digunakan untuk mendapatkan standar minimal kompetensi dasar bagi pelamar CPNS. Standar kompetensi dasar ini diperlukan untuk mewujudkan profesionalisme PNS.
CAT hantu bagi pelamar?
Tak dapat dipungkiri bahwa mekanisme CAT bisa dikatakan merupakan "barang baru" dalam seleksi CPNS 2018 yang sedang berlangsung. Walaupun sudah pernah dilaksanakan.
Sebagai warga negara, kita sangat mengapresiasi keprofesionalan pemerintah dalam menjalankan perbaikan kualitas manusia di Indonesia. Kenapa demikian?
Badan Pusat Statistik Pusat telah merilis data tertanggal 16 April 2018 bahwa Pembangunan manusia di Indonesia terus mengalami kemajuan. Pada tahun 2017, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mencapai 70,81. Angka ini meningkat sebesar 0,63 poin atau tumbuh sebesar 0,90 persen dibandingkan tahun 2016.
Lalu apa hubungannya dengan CAT? Tentu CAT ialah salah satu standar dalam membangun sikap optimis pemerintah dalam membaca data di atas. Artinya, setiap sistem yang dibangun pasti mempunyai arah yang jelas. Sebab, saya yakin tidak mudah CAT bisa "lolos" dari amukan ratusan hipotesa, analisa para pakar berkompeten di negeri ini.
Sehingga, jika ada yang bertanya, CAT itu hantu bagi pelamar? Nah, itu tergantung sudut pandang. Guna menyikapinya ini, tentu kita juga tidak perlu baperan. Melainkan, kita harus berpikir sebagai manusia masa depan Indonesia.
Untuk itu, menyikapi hal ini, kita harus banyak melebarkan ruang ide agar kita tidak "smaput" alias pingsan. Set up your mindset, now. Bahwa PNS bukanlah ladang kehidupan satu-satunya.
Jika kita ingin penghidupan yang layak dari PNS, sebagai gen-Milenial, bahasan ini sudah usang. Coba kita bertanya, siapakah yang menguasai Indonesia? Mereka berprofesi sebagai apa?
Tidak Adilkah Pemerintah?
Untuk menjawab ini, kita butuh kemurniaan pikiran. Mari kita lihat satu-satu. Pertama, tidak dipungkiri praktek orda (orang dalam) telah menjejaring dalam segala lini kehidupan. Baik dalam skala pemerintahan maupun non-pemerintahan.
Sepupu kandung korupsi dan kolusi ini telah menjadi sebuah ketakutan akut bagi setiap pelamar. Sehingga pikiran yang muncul," beta ada orang dalam, ada fulus pasti mulus." Akhirnya, ketika pelamar bersangkutan lolos, dia akan membudayakan hal ini juga.