Setelah beta baca berbagai status dari berbagai sumber di dunia maya, dengan begitu haru membacanya, airmata sempat berkaca-kaca dan hati membelah dua antara membela atau mencaci. Maka perlu beta menuliskan ini, Â dengan judul seperti di atas.Â
Tulisan ini diharapkan menjadi sebuah bahan kebaikan bagi kita, seperti yang diposting oleh Weslly Johannes dalam facebooknya 19 jam lalu ketika beta mengambil petikan statusnya, sebagai upaya mendinginkan atmosfer kebatinan yang terjadi, begini statusnya: Teman-teman yang pandai menggunakan media sosial pasti paham kalau mencacimaki dan mengancam orang di media sosial itu bukan perbuatan yang keren.Â
Ada banyak cara keren untuk meminta klarifikasi. Ancaman dan cacimaki adalah bukti yang bertentangan dengan klaim teman-teman bahwa teman-teman sungguh-sungguh melek media sosial.
Dari mana bermula kasus Shafiq?
Mengutip dari halaman kumparan.com pukul 13.51 WIB, tanggal 22 Agustus 2018. Berikut berita yang tertulis: "Adalah Zairin Salampessy alias Embong yang pertama kali mengecam pernyataan tidak benar dari Shafiq pada cara Ngobrol Pintar (Ngopi) Kompas TV, Selasa malam (21/8). Dalam acara yang dihadiri sejumlah narasumber itu, Shafiq mengatakan hanya sedikit anak muda Ambon memiliki akun media sosial alias medsos."
"Waktu saya di Ambon, jelas-jelas anak muda semua. Saya tanya ada yang pake Facebook enggak? Cekikan semua, itu ma bapak saya yang pakai, bahasa kasarnya seperti itu. Ada yang pakai Twitter enggak, angkat tangan? Itu celingukan, seperti menanyakan itu benda apa? kata Shafiq saat menjadi narasumber di program Ngopi. "Lalu saya tanya Instagram, sedikit yang angkat tangan. Oh saya tanya lagi mungkin Line, tidak juga. Oh ternyata banyak yang pakai Blackberry Messenger."
Embong, yang juga jurnalis senior Maluku dan fotografer Kantor Berita Antara, justru mempertanyakan validitas pernyataan Shafiq. Sebab, anak-anak muda di Ambon justru aktif menggunakan medsos, selain sebagai eksistensi diri, medsos juga sebagai medium untuk menyebarkan hal-hal positif dan menangkal informasi bohong.
"Asal Bung Shafiq Pontoh tahu, anak-anak muda di Ambon bergerak justru dengan mengandalkan Medsos. Bahkan karena kiprah teman-teman komunitas muda Ambon lewat Medsos jugalah membuat Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pada tahun 2015 datang dan ngobrol-ngobrol dengan mereka di rumah bersama komunitas anak muda Ambon, yakni Paparisa Ambon Bergerak," jelas Embong.
"Dan asal Bung tahu juga, anak-anak muda di kota ini tercatat pernah mencatatkan diri dalam sejarah berkiprah lewat medsos, karena pernah melawan pemberitaan media arus utama lewat Twitter ketika tahun 2011 Ambon mau 'digoyang' lagi, agar terpuruk dalam konflik horizontal," lanjutnya. Â Embong meminta Shadiq Pontoh mengklarifikasi pernyataannya secara resmi.Â
Menurut dia, pernyataan yang disambut gelak tawa narasumber pada acara tersebut tidak berdasar pada fakta dan seolah-olah menggambarkan keterbelakangan anak-anak muda Ambon dalam penggunaan media sosial. "Jika Anda tidak pernah tahu itu, saya meragukan kepakaran Anda. Tapi sepertinya Bung harus mengklarifikasi, anak muda Ambon sebelah mana yang menjadi responden survei Anda di akhir tahun 2017 itu," ucap Embong.
Selanjutnya, ramai-ramai nitizen melancarkan serangan lewat akun media sosial kepada Shafiq untuk segera meminta maaf atas apa yang telah dilakukan olehnya. Tak lebih, kumparan.com membuat judul agak bombastis yaitu "Sebut Anak Muda Ambon Tak Melek Medsos, Shafiq Pontoh Diserang Netizen
Bahasa Menunjukan Karakter Sosial
Belajar dari kasus Shafiq memberikan arti bagi kita agar senantiasa waspada dengan tutur kita. Mulutmu harimaumu ialah ungkapan usang tapi sarat akan nilai-nilai sosial. Ketertataan kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh kecakapan lisan, sehingga upaya berpikir sebelum mengucapkan sangat penting supaya apa yang diucapkan tidak menyakiti orang lain.
Dalam  kajian bahasa, bahasa ada sebagai sarana penyampaian pesan dalam hubungan sosial. Bahasa menunjukan eksitensi moralitas manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan mestilah selalu berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok.
Hubungan antara bahasa dengan konteks sosial tersebut dipelajari dalam bidang Sosiolinguistik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Trudgill bahwa Sosiolinguistik adalah bagian linguistik yang berhubung kait dengan bahasa, fenomena bahasa dan budaya.
Bahasa dengan komunikasi sangat berhubungan. Dalam setiap komunikasi bahasa ada dua pihak yang terlibat, yaitu pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver). Ujaran (berupa kalimat atau kalimat-kalimat) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (berupa gagasan, pikiran, saran, dan sebagainya) itu disebut pesan.Â
Dalam hal ini pesan tidak lain pembawa gagasan (pikiran, saran, dan sebagainya) yang disampaikan pengirim (penutur) kepada penerima (pendengar). Setiap proses komunikasi bahasa dimulai dengan si pengirim merumuskan terlebih dahulu yang ingin diujarkan dalam suatu kerangka gagasan. Proses ini dikenal sebagai istilah semantic encoding.
Ditambah pula oleh Sudaryono. Beliau  telah mengemukakan bahwa bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu sumber terjadinya kesalahpahaman. Lalu, Bahasa sebagai sarana ekspresi diri dapat dilakukan dari tingkat yang paling sederhana sampai yang paling kompleks atau tingkat kesulitan yang sangat tinggi.
Jadi, atas semua pembahasan tentang bahasa di atas, dapat dikonklusikan bahasa ialah urat nadi bermasyarakat. Tanpa bahasa, manusia tak bisa melakukan interaksi. Namun, kehati-hatian kita dalam berbahasa perlu diperhatikan, sebab bahasa menunjukan karakter penggunannya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sudaryono bahwa bahasa bisa menjadi sebuah kesalahpahaman.
Studi Kegagalan Produk Bahasa Shafiq
Gagasan Shafiq, seorang Chief Strategy Officer pada sebuah perusahaan swasta membuat kaget publik Indonesia, khususnya Ambon, Maluku. Statusnya sebagai pakar media sosial dalam talkshow Kompas TV sangat dipertanyakan. Kredibilitas komunikatornya atas data dan ide menjadi bulan-bulanan para nitizen. Â
Telah diuraikan sebelumnya, semantic encoding ialah proses komunikasi bahasa dimulai dengan si pengirim merumuskan terlebih dahulu yang ingin diujarkan dalam suatu kerangka gagasan.Â
Ini rumusan gagasan Shafiq: "Waktu saya di Ambon, jelas-jelas anak muda semua. Saya tanya ada yang pake Facebook enggak? Cekikan semua, itu ma bapak saya yang pakai, bahasa kasarnya seperti itu. Ada yang pakai Twitter enggak, angkat tangan? Itu celingukan, seperti menanyakan itu benda apa? kata Shafiq saat menjadi narasumber di program Ngopi. "Lalu saya tanya Instagram, sedikit yang angkat tangan. Oh saya tanya lagi mungkin Line, tidak juga. Oh ternyata banyak yang pakai Blackberry Messenger."
Boleh jadi, maksud Shafiq baik untuk memaparkan platform social media di suatu daerah. Namun, agaknya dia terlalu cepat menyimpulkan. Dia tidak secara sistematis memaparkan apa latar belakang, apa motif, gambaran pengguna media sosial, bagaimana model pengambilan sampel dalam survei. Â Lalu, agaknya pula dia terjebak pertanyaan-pertanyaan spontanitas dari host sehingga apa yang terekam dalam benaknya hilang begitu saja.Â
Juga, dengan porsi bicara yang terbatas, terkesan membuat dia tak bisa mengoptimalkan topik yang sedang diperbicangkan secara efektif dan efisien. Sehingga sangat wajar bantahan datang seperti diuraikan dalam kronologis oleh Embong Salampessy dalam facebooknya yang berjudul Anak Muda Ambon Tidak Melek Media Sosial?
Selanjutnya, bantahan juga datang dari Marvin Laurens dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Ambon berpendapat Shadiq Pontoh memang pegiat media sosial asal Bandung. Shafiq pernah ke Ambon untuk acara pesta pendidikan. Marvin menyayangkan ketika Shafiq bicara tanpa data. Mestinya, Shafiq menjelaskan secara rinci perkembangan pengguna media sosial berdasarkan platform di Ambon.
"Terkait platform social media untuk pengguna di Ambon, Maluku, itu perlu katong lihat kembali teknologi internet nie masuk ke Ambon kapan? Dan penyebaran platform social media yang dia bilang di Ambon itu booming kapan? Kalau uraikan juga panjang. Intinya dia bicara tanpa data," ujar Marvin dalam media kumparan.com
Sementara itu jika dikaji dari aspek peristiwa tindak tutur. Peristiwa tindak tutur atau tindak ujar adalah aktivitas menuturkan atau mengujarkan tuturan dengan maksud tertentu. Â Pada bagian tuturan, yakni tuturan konstatif, tuturan yang menyatakan sesuatu yang kebenarannya dapat diuji benar atau salah dengan menggunakan pengetahuan tentang dunia.Â
Kaitan dengan itu, Shafiq pun dibantah oleh YLBHI dalam media cengkepala.com pada poin keempat somasinya: Bahwa kami sedikit memaparkan data sederhana agar saudara ketahui, bahwa pada tahun 2017 lalu telah dilakukan pemilihan Walikota, dan untuk setiap pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota memiliki Media sosial Facebook, instagram, dan twitter, bukan hanya itu pada tahun 2018 ini juga di Maluku telah dilakukan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan keseluruhan pasangan calon, melakukan kampanye di semua sosial media sama seperti pencalonan Walikota dan Wakil Walikota Ambon.
"Bahwa alasan terbesar dilakukannya kampanye di sosial media, karena semua orang baik orang tua, anak muda hingga anak remaja telah memiliki dan menggunakan facebook, instagram, line, WhatsApp, twitter, bahkan anak SMP kelas 2 sebagai youtubers, dan anak-anak muda Ambon sudah ada yang memproduksi video.Â
Perlu saudara ketahui juga, Blackberry Messenger di Ambon sudah ditinggalkan anak muda Ambon, pasca kecepatan mengirim pesan melalui WhatsApp booming, dan itu sejak 2015 -2016 lalu. Yang menjadi pertanyaan lagi, saudara duduk dengan anak muda Ambon yang mana, sehingga saudara dapat memaparkan data seperti demikian?"
Dari peristiwa ini, kita berharap apa yang terjadi pad Shafiq menjadi pelajaran terpenting dalam kehidupan manusia di era global. Ada ruang privasi manusia yang tidak boleh diganggu. Penggunaan bahasa lisan di ruang publik juga harus dikemas secara baik.Â
Sehingga audiens merasa tak tersinggung. Kejadian ini mengingatkan kita pada kasus HB Jassin dengan cerpen Langit Makin Mendungnya di tahun 1968, Arswendo Atmowiloto- penulis yang dijeboloskan penjara karena survei tabloid Monito tahun 1990, atau masih segar diingatkan kita tentang Ahok.
Atas semua itu, kita mesti belajar seorang anak kecil bernama Adinda Nanda, pada Insiden Bendera Merah Putih terbalik dalam buku panduan SEA Games 2017 yang cukup menyita kemarahan publik tanah air terhadap tuan Rumah Malaysia. Melalui akun facebooknya, remaja yang mengaku duduk di bangku kelas 9 itu menulis surat terbuka untuk pemerintah Malaysia. Kini surat terbuka tersebut menjadi viral. Dan telah dibagi ribuan kali oleh netizen. Mungkinkah Shafiq mau mempergunakan masa ini untuk memviralkan dirinya? Tanyakan saja padanya.
Agar produk bahasa tidak gagal, olehnya itu kita harus bersikap positif serta senantiasa menunjukkan indikasi kesetiaan, kebanggaan, dan kesadaran dalam bertutur. Bila kita mau mengumpakan, maka kecakapan berbicara seperti membuat pecel. Berbicara  itu tak ubahnya seperti kita membuat pecel. Betapa tidak, berbagai bahan mentah milik orang lain (daun singkong, kacang panjang, toge, kacang tanah, gula merah, dll.)Â
Kita elaborasi atau lawok sedemikian rupa, pakek hati, dengan takaran bumbu dan kematangan sayuran yang terukur. Hasilnya tentu pecal enak yang standar, yang bercita rasa tinggi. Dalam satu sendok yang kita angkat ke mulut terwakili semua sayuran dan bumbu. Itu artinya adonan pecal teraduk rata dengan baik, dan kesan taste rasanya mantap, maknyus.
Lebih dari itu, yang paling utama keterampilan  berbicara menjadikan otak kita selalu aktif berpikir; mencari ide, menyesuaikan fakta, mencocokkan data, mengelaborasi teori, merangkai kata, memvariasikan kalimat, dan menjelaskan gagasan secara efektif: baik, benar, logis, dan sistematis.Â
Tersebab aktivitas tersebut, waktu yang terpakai tidak sia-sia. Tapi, bisa jadi karena keasikan berbicara pun kita tidak sadar atau bahkan sempat mengumpat membicarakan keburukan orang lain, ber-ghibah mencari-cari kesalahan orang lain. Maka, kegiatan berbicara harus diatur sebaik-baiknya strukturnya. Sebab, kata yang telah keluar tidak bisa diedit lagi.
Akhirnya untuk menghadapi Shafiq, Tajudin Buano (Jurnalis Maluku) memaparkan dalam akun fecebook resminya, Marilah katong mengoreksi Shafiq Pontoh dengan kepala dingin. Jangan pakai kata-kata kotor yang justeru mengotori media sosial kita.Â
Boleh marah. Kecam. Tapi, jangan mencacimaki. Yang dikotori Shafiq Pontoh, harusnya kita bersihkan dengan cara narasi yang baik. Kita luruskan secara sopan. Karena itulah derajat tertinggi bermedia sosial. Yang terendah adalah mencaci maki.Â
So, dahsyatnya perang maya terhadap lelaki Bandung ini, sehingga bisa mengalahkan quict qount dalam hitungan detik. Maka, mari belajar damai dari Maluku, seperti tema talkshow Rossi enam hari lalu di Kompas TV.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H